❨ TERSEDIA DI SHOPEE & E-BOOK VER ❩
𝐟𝐞𝐚𝐭𝐮𝐫𝐢𝐧𝐠 𝐣𝐮𝐧𝐠𝐰𝐨𝐧; 𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞𝐝
Tentang Abian dan Resya yang sukar melepas
kan diri dari ketergantungan perasaan antara
satu sama lain bagai bumi yang di orbit oleh
satelit alaminya, bulan...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Bau khas lavender menyambut gue ketika Abian menguak pintu depan rumahnya. Tenang adalah kata pertama yang terlintas dikepala gue kala tubuh gue terlempar ke atas kursi empuk yang bertepatan dengan spot menonton televisi.
"Eh iki tetangga sing di seberange itu ya?"
Sebuah suara membuat kepala gue tertoleh, ada seorang lelaki paruh baya yang nggak gue kenali. Gue berpaling ke Abian, menatapnya seolah meminta penjelasan.
"Ini paklik aku Sya, baru nyampe dari Semarang kemarin."
Abian sempat terdiam sebelum ia terkekeh. "Emang kamu mikirnya apa hayo?
Gue berdecak, ganti menatap paklik. "Ooh halah. Iya om, saya Resya, tinggal dirumah seberang." Kata gue kaku, membubuhi sedikit senyum ketika paklik justru ikut tertawa gemas melihat gue.
"Santai aja, udah tau kok kamu bakal kesini. Oh iya, mau minum apa? Semuanya ada kok, terserah mau pesan apa."
"Nggak papa om, nggak usah repot-repot hehehe."
"Yaudah air putih aja ya?" Paklik memelas. Akhirnya gue ngangguk.
Tubuh paklik telah hilang dibalik pintu pembatas dapur dan ruang tamu saat Abian berhambur disebelah gue, ia menutup matanya dengan kedua tangan yang ditelentangkan, seakan menyediakan space buat gue memandang tiap centi wajahnya dengan leluasa. Gue terkikik saat bibir Abian mengerucut ketika gue iseng menyentuh ceruk lesung miliknya.
Abian membuka matanya, kontan bertatapan dengan manik gue. Deg. Gila, sumpah, gue positif serangan jantung. Kalau pacaran sama ni cowok dalam beberapa hari udah bikin gue jantungan, gimana sampai mau nikah... Bisa mati muda gue karena fungsi alveolus gue makin terkikis.
"Deketan sini."
"Engg, ngapain?" Bisa nggak sih gue keliatan lebih konyol dari ini?
"Sini aja."
Gue menggeser tubuh sedikit lebih dekat ke arah Abian, dia masih aja menatap gue dengan —err, ah udahlah gue capek narasi. Boleh berhenti aja nggak sih.
Hidung Abian sudah nyaris bersentuhan dengan hidung gue. Kala itu, Abian kontan bertutur panjang.
"Kamu besok jangan kecapean, bantu bunda sebisanya kamu. Kalau bisa bantu cuci piring aja, nggak usah kebanyakan. Aku tau kamu selalu pengen keliatan good looking dimata ayah kamu, dan aku tau kamu juga merasa nggak enak pas ngeliat keberadaan mama aku yang bantu bunda masak dirumah kamu. Kamu boleh kok kerja ekstra, tapi jaga kesehatan, dan ingat, besok ada remedial fisika yang harus tetap kamu lakukan."