🏵️ Youlan 1🏵️

113 24 7
                                    

Siang hari suara dari tarikan tali panah, terdengar di belakang halaman rumah. Haris cantik dengan binar mata indah, tubuh tinggi jenjang, bibir  dan rona pipi kemerahan akibat terpaan sinar mentari. Berdiri memegang panah besar panjangnya.  Sudah lima bidikan dan semua tepat sasaran.

"Meleset, meleset ...." seorang anak laki-laki berkulit putih layaknya bulan sabit, terus saja berucap agar kali ini anak panah itu melesat keluar. Tentu saja karena ia tak mau seorang gadis mengalahkan rekornya. Ia telah berhasil membidik lima sasaran. Jika sekali lagi ia jelas kalah.

Youlan melirik kesal pada Yun yang terus berusaha membuat bidikannya meleset. "Jahat."

Yun tersenyum, menunjukkan susunan gigi rapinya. "Ayo cepat panah lagi."

Ayah!

"Yun, kau dengar suara?"

"Aish, jangan—" ucapannya terputus saat mendengar suara panggilan.

Ayah! Ibu! Youlan!

"Aku mendengar." Yun membulatkan matanya, sementara Youlan telah berlari masuk ke dalam rumah.

Seseorang berdiri dengan baju layaknya prajurit. Menatap Youlan heran, kedua alisnya bertaut bertanya dalam hati siapa gadis ini? "Youlan?" tanyanya ragu.

"Kakak? Mulan?" Youlan tak ingat Mulan. Hanya orang tuanya, sering bercerita tentang sang kakak agar Youlan tetap ingat.

Tatapannya berbinar, ketika tau dengan jelas siapa gadis yang  ada di hadapannya. Mulan berlari memeluk sang adik yang telah lama tak ia temui. Dulu Mulan pergi menjadi prajurit saat berusia dua belas tahun, sementara Youlan masih berusia empat tahun. Kini sudah dua belas tahun berlalu. Adik kecilnya tumbuh dengan cantik, ia bahagia dan bersyukur sungguh. Ini kebahagiaan yang ia dapat setelah kekalahan perang yang ia alami.

Mulan memeluk sang adik, 'pun Youlan dengan erat  mencoba mengugurkan rindu di antara keduanya.

"Di mana ayah dan ibu?" tanya sang kakak melepas pelukan masih dengan memegangi bahu Youlan.

Youlan tersenyum, meski jelas ia memaksakan senyum. Lalu Memerhatikan sang kakak yang memang terlihat berantakan. Entah berapa lama perjalanan yang ia lakukan. Mulan pasti lelah, itu yang ada dipikirannya.

Mulan memerhatikan rumahnya, tempat yang ia rindukan. Masih sama, meski berbeda di beberapa sudut termasuk bagian pintu masuk.  Tatapannya tertuju pada Yun yang berdiri di belakang Youlan.

"Siapa dia?" Mulan akhirnya menyadari kehadiran Yun.

Anak itu membungkuk memberi salam. "Aku Yun, anak sarjana  Ming. Aku berada di sini membantu Youlan berlatih panah dan pedang."

Bagus setidaknya dia bukan dari kalangan musuh, batin Mulan. "Di mana ayah?"

"Kakak, lebih baik kakak membersihkan diri." Youlan mendorong tubuh sang kakak menuju kamar mandi. "Yun bantu aku masak nasi!" Youlan memerintahkan Yun, membuat si putih itu berdecih kesal.

Meski kesal ia tetap berjalan ke dapur untuk melakukan perintah sahabatnya. Entah mengapa kata-kata dari gadis itu selalu saja sulit untuk di tolak.

***

Kedua gadis itu berada di kamar Youlan. Sang adik menyisir rambut sang kakak, bias kaca menunjukkan kecantikan Mulan yang selama ini tertutupi baju perang dan perisai. Kulitnya kering akibat berada di teriknya sinar matahari.

Youlan duduk kemudian, memegangi kedua tangan Mulan. Mereka tersenyum satu sama lain.

"Kakak." Pemilik binar mata layaknya sirius berucap perlahan. Kabar yang ia berikan tak baik. Ia juga paham jika sang kakak dalam kondisi tak baik.

"Apa yang ingin kau katakan?"

"Ayah."

Mulai curiga, tatapan Mulan sedikit memicing. "Ada apa dengan ayah?"

"Ayah telah tiada."

"Jangan bercanda!"

"Aku tak mungkin main-main tentang perihal kematian."

"Ayo kita ke makamnya. Buktikan padaku!" Mulai bangkit sementara Youlan menahan tangan Mulan.

"Kakak, tenanglah. Berada di medan perang harusnya... membuat kakak lebih bisa mengerti—"

Mulan menepis tangan Youlan, memotong ucapannya. "Yang mati di sana bukan ayahku."

Bukan begitu. Maksud Youlan adalah, bahwa waktu telah lama berlalu. "Bukan itu maksudku. Ayah sakit, ayah meninggal karena sakit. Sudah lama sekali, enam tahun yang lalu."

Gadis yang tegak dan kuat berada di Medan perang itu, kini berjalan gontai mendekati pakaian perangnya. Ia lalu mengeluarkan sesuatu, sebuah kantong berisi koin emas. Merasa uang untuk sang ayah tiada guna kini.

Masih menatap kantong uang, menyesali dan meruntuki diri sendiri di dalam pikirannya ia bertanya, "lalu ibu?"

"Ibu pergi," jawab Youlan.

"Kapan ia kembali?"

"Mungkin besok, aku tak tau kapan. Aku juga telah menunggu ibu empat tahun ini. Ia sama sekali tak kembali." Youlan terkekeh, hal yang ia alami seolah adalah lelucon yang patut jadi bahan guyonan.

"Kau sendiri empat tahun ini?!" Mulan memekik, setelah menyadari jawaban sang adik. Butuh beberapa detik untuk ia mencerna. Kematian ayahnya masih sulit ia terima. Lalu berita baru, adiknya adalah yatim yang ditinggal ibu kandungnya.

"Aku baik-baik saja kak!" Youlan berseru bangkit dari duduknya dan memeluk Mulan. "Kita makan malam! Yun tadi memasak tumis sayur dari tanaman halaman belakang."

Mulan coba menepis sedih yang ia rasa, lalu mengikuti langkah Youlan. Tatapannya masih tanpa binar, meski ia senang berada bersama Youlan. Rasanya sesuatu menghilang dari dirinya dibawa kabur kenyataan bahwa sang ayah tak akan kembali.

***

Youlan ✓ (COMPLETED)Where stories live. Discover now