🏵️Youlan 2🏵️

62 16 10
                                    

Dua malam sudah, Mulan menghabiskan waktu. Malam ini langkahnya menyusuri desa yang lama telah ia tinggalkan. Semua nyaris berubah. Meski sebagian terlihat masih sama. Langkahnya terhenti saat mendengar suara pedang bersaut dengan angin. Seseorang pasti sedang berlatih. Ia berjalan memasuki hutan, langkahnya begitu halus bahkan pijakannya tak mematahkan ranting tipis.

Ia melihat Yun berlatih, anak muda itu juga membawa panah di belakang punggung.

"Siapa di sana?"

Mulan mengambil sebuah ranting, lalu bergerak perlahan. "Kau berlatih sendiri?"

Yun menatap siapa yang mendekat, cahaya rembulan tak cukup untuknya menangkap sosok yang berjalan di balik pepohonan.

"Kakak Mulan?"

Mulan kini berdiri di depan Yun. "Ayo kita berlatih bersama."

"Tidak, tidak."

"Aku akan melatih dengan baik, kau tau? aku prajurit."

"Karena itu, aku tau bagaimana dirimu dari Youlan, aku belum mau mati."

"Aku akan gunakan ini." Gadis itu menunjukkan ranting yang ia ambil tadi saat berjalan mendekat.

"Baiklah." Yun mendapatkan keberanian. Setidaknya, ranting tak akan bisa menikam tubuhnya.

"Mulai!"

Mulan memberi instruksi tanpa aba-aba. Menyerang pedang dalam genggaman Yun. Dalam satu pukulan pedang itu terjatuh, sementara anak laki-laki itu memekik kesakitan.

"Konsentrasi!" Mulan berucap tegas, Yun bergidik. Teriakan Mulan benar-benar menakutkan. "Bangun! Lakukan lagi."

Yun berdiri, menghela napas mencoba berkonsentrasi. Sejujurnya ia agak lelah.

"Tak boleh lengah, lelah hanya ada dalam pikiran. Kau harus waspada dan siaga kapanpun, di manapun. Jangan remehkan senjata musuh. Kau tak dapat mengukur kemampuan dalam sekali lihat. Ayo lekas!"

Yun tegak, memegang pedang kuat-kuat, tak mau lagi kalah dalam satu serangan.

"Mulai!"

Keduanya saling tatap, seolah saling meminta memulai penyerangan satu sama lain. Yun memutuskan maju menyerang ranting yang ada di tangan Mulan. Dengan sigap gadis itu berkelit, gerakan Yun mudah dibaca. Mulan lalu memukul bokong Yun.

"Aauw!!! bokongku!"

"Siapa ayahmu?"

"Ming Bai Yun," jawab  Yun seraya mengusap bokongnya yang terasa perih.

"Ayahmu bekerja di kerajaan?"

Yun mengangguk, masih fokus menatap gerakan Mulan. Ia kembali menyerang, bergerak maju mencoba menyerang tangan kiri Mulan yang tak memegang ranting. Mulan memerhatikan, dengan cepat merubah posisinya. Bergerak ke belakang Yun, menahan kaki kiri Yun dengan kaki kirinya. Lalu tangan kirinya menahan tangan kanan Yun.

"Kau mati." Mulan menekan tangan kanannya ke bagian perut Yun.

"Aku kalah." Yun bergerak mundur, ia mengusap kepalanya lalu membungkuk.

"Di divisi apa ayahmu bekerja?"

"Kementerian musik."

"Baguslah." Mulan bergumam, seolah ada sesuatu yang ia rencanakan. "Berlatih dengan tekun."

Gadis itu berjalan keluar hutan. Sepertinya, ia berniat kembali ke rumah. Yun hanya menatap, ia sedikit takut dengan Mulan. Semua ucapannya dingin tanpa emosi. Itu lebih menakutkan dibanding dengan Youlan yang berteriak kesal.

***

"Jadi apa yang harus aku lakukan Kak?"

"Temui Lou Cheng, Jendral Lou Cheng. Dia adalah tunangan Xianniang." Mulan mengambil selembar surat yang ia siapkan. "Berikan ini. Aku tak bisa ke sana, aku adalah tawanan musuh."

Mulan berdiri lalu berjalan menuju lemari, membuka laci dan mengambil sesuatu. Ia memberikan pada Youlan sebuah lencana dari kayu dan lempengan perak.

"Ini tanda pengenal milikku, gunakan pakaian yang sama seperti pertama kali aku masuk ke istana. Kau harus menjaga dirimu baik-baik." Mulan menatap manik mata sang adik dalam.

Youlan takut, tapi ini salah satu jalan menyelamatkan desa dan negara mereka. "Aku takut."

"Kau pandai memanah, biarkan Yun yang menjagamu. Aku telah memintanya ikut."

"Lalu kakak?"

"Aku adalah gadis yang telah menjadi tawanan. Lalu diminta menjadi selir di tangan musuh. Sejujurnya, aku rasa lebih baik mati di tangan sendiri. Dibanding harus melayani musuh sendiri." Ia tersenyum di sudut bibir. Menertawai nasibnya sendiri.

Youlan menggeleng, ia khawatir. "Kakak harus tetap di rumah. Aku yakin Jendral Lou Cheng, akan menolong kita. Ia akan menyelamatkan Xianniang dan dirimu."

Mulan mengangguk, membelai lembut rambut sang adik. Youlan tak tau, bagaimana rasanya harga diri seorang Mulan hancur. Ketika dirinya kemudian menjadi tawanan. Rasanya, saat itu seharusnya pedang yang berada di hadapannya menebas lehernya. Membuat ia mati seketika. Itu lebih baik dibandingkan saat ini, ia masih bernapas tapi berstatus tawanan, diberi koin emas oleh Ibu Suri, ibu dari Kaisar Taizong. Lalu harus kembali dan menikah sebagai selir dari raja yang jelas musuh dari tanah kelahirannya. Jika bagi sebagian orang selamat adalah kebaikan, maka baginya ini adalah musibah. Toh, ia kembali untuk ayahnya. Kini ayahnya tiada, ibunya? Bahkan pergi meninggalkan adik satu-satunya setelah menikah. Youlan beruntung keluarga Yun merawatnya. Berapa banyak gadis yang berakhir di rumah bordil? Tak bisa ia bayangkan.

"Gunakan pakaian pelindung di dalam pakaianmu besok. Aku tak punya pakaian pelindung dari kerajaan Xia, yang ada hanya hasil pemberian Taizong. Aku takut kau akan disebut musuh jika memakainya di luar.  Mungkin tak akan nyaman tapi, ini demi keselamatanmu."

Keduanya lalu menghabiskan malam dengan bercerita kisah semasa berjauhan. Bagiamana Mulan menghabiskan dua belas tahun berlatih dan berperang. Lalu Youlan menceritakan kisah kecil yang mungkin Mulan sudah lupakan. Juga sebagian besar adalah hal yang tak ia alami.

***

Pagi hari, Yun telah siap ia membawa pedang kesayangan. Juga Youlan, telah bersiap mengikat rambutnya ke atas, ia didandani Mulan dengan apik layaknya laki-laki. Bahkan wajah dan tangannya sengaja Mulan kotori dengan tanah liat. Agar nampak lenih meyakinkan. Tubuh Youlan sedikit berisi akibat baju pelindung yang ia kenakan.

Mulan membawa sebuah tabung memberikan pada Youlan. "Aku membuat ini, anak panah dengan tali lebih panjang mengandung racun. Jangan pegang matanya, arahkan ke kepala orang yang menggangumu. Ingat kepala, panah tepat di kepala. Agar ia mati seketika."

"Baik Kak."

Yun memerhatikan Youlan yang menjawab iya tanpa rasa takut. Padahal mendengar kata mati seketika tadi membuat ia ngeri sendiri. Yun memutuskan sedikit menjauh memberikan privasi kepada kedua kakak beradik itu. Ia lalu naik, ke atas kuda miliknya.

"Ada kantung hitam,  di sana ada koin emas. Gunakan untuk keperluan kalian."

"Kakak akan baik-baik saja 'kan?"

Mulan tersenyum, ia membantu Youlan naik ke atas kuda miliknya.  "Aku senang telah kembali. Dua belas tahun aku telah melalui banyak perang. Aku lelah, sungguh. Ini waktu yang aku inginkan... Bersama dengan Ayah."

"Kakak!"

"Pergilah, aku akan berbahagia."

"Baik, kakak harus—"

Belum sempat sang adik melanjutkan kata-katanya. Mulan memukul bokong kuda hitam itu, membuatnya si Hitam berlari menjauh dengan cepat.

***

Youlan ✓ (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang