Perasaan aneh

297 38 5
                                    

Untuk saat ini, berbahagialah dengannya. Namun, jika kau kehilangan kebahagiaan itu, aku siap menjadi obat untuk mengembalikan kebahagiaan itu.

»Zain Aksara
______________________________________________

Vania benar-benar kaget saat melihat mobil Azka telah terparkir di halaman rumahnya. Vania takut jika Andra akan marah lagi padanya. Ia tidak mau terus-terusan membujuk Andra. Lagian, bukankah ia tidak diizinkan untuk pergi dengan sembarang orang?

"Kak, kok ada Kak Azka," bisik Vania pada Andri.

"Lo bareng dia aja," ucap Andri dengan santai.

"Gak mau. Kak Andra ..." rengek Vania meminta agar Andra berpihak padanya.

"Apaan?"

"Lo, yakin, izinin gue?" tanyanya. Vania berharap agar Andra tidak mengizinkannya untuk berangkat sekolah bersama Azka.

"Udah, sana."

"Ih! Nyebelin! Gue ngambek sama kalian," gerutu Vania sambil menghentakkan kakinya berjalan menuju mobil Azka.

Pagi-pagi sudah di buat kesal oleh kedua saudara kembarnya. Di tambah lagi Azka yang membuatnya kesal. Bahkan, Azka tidak keluar mobil sama sekali. Mana mungkin Vania dibukakan pintu olehnya. Mengapa hari ini tak ada orang yang peduli padanya?

Keadaan hening, tak ada pembicaraan antara Vania dan Azka. Tiba-tiba saja muncul pertanyaan di benak Vania. Vania tidak tahu mengapa, dirinya masih penasaran siapa orang yang begitu berarti bagi Azka.

"Kak," panggilnya ragu-ragu, ia takut jika Azka malah tidak meresponnya.

"Ya?" Baru kali ini Azka menjawab panggilan dengan kata, biasanya hanya berdehem.

"Gue mau nanya, boleh?"

"Boleh."

"Tapi, janji, jangan marah, ya." Vania melihat ke arah Azka begitupun dengan Azka yang juga melihat ke arahnya. Azka hanya menjawab dengan deheman. Lagi-lagi deheman, baru saja kebiasaan itu hilang. "Sebenarnya, orang yang berarti menurut lo itu, siapa. Soalnya, sampai-sampai bikin lo nangis karena ingat dia," ucap Vania.

"Kenapa, lo cemburu?"

Cemburu? Apakah dirinya cemburu? Tidak, Vania tidak mungkin cemburu. Bahkan, ia tidak ada perasaan apa-apa pada Azka. Ia hanya penasaran siapa orang itu.

"Enggak, nanya doang."

"Gue gak mau jawab. Kecuali, kalo lo ngaku."

"Ngaku apaan?"

"Lo cemburu."

"Gue bilang enggak, ya enggak, apaan dah," gerutu Vania membuat Azka terkekeh.

Vania melihat ke arah Azka yang sedikit tersenyum. Senyuman Azka mampu membuatnya melamun. Senyuman itu begitu manis. Untuk yang pertama kalinya ia melihat seorang Azka tersenyum manis seperti itu. Setahunya Azka adalah manusia es yang begitu dingin. Ia mengira apakah Azka tidak tahu bagaimana caranya tersenyum dan tertawa. Namun, ia malah terpaku melihat senyuman Azka.

"Udah lihatinnya," sindir Azka.

Vania yang tersindir pun langsung menggelengkan kepalanya. "Apaan sih, siapa juga yang lagi lihatin," elak Vania.

"Pulang, bareng gue."

"Gak."

"Satu hal yang harus lo tau, gue gak suka penolakan."

"Dan satu hal yang harus Kak Azka tau, gue gak suka pemaksaan."

"Suka gue?"

"Gak."

Rivandra (Sequel Cuek? Bodo amat!!)Where stories live. Discover now