From 22 Years Ago

6.6K 834 182
                                    

"Mobilnya menyambar, lalu pergi ...."

Sontak mataku memejam.

❤❤❤

"Tunggu di sini ya, Sayang ...." Ibu mendorongku lembut ke sisi dalam trotoar. Setelah memastikan aku yang saat itu berusia lima tahun aman, dia tersenyum.

"Jangan ke mana-mana." Lagi, dia mengingatkan. Mata jernihnya menatapku dengan binar yang sampai saat ini masih kurindu. "Es krimnya dimakan, ya." Diusapnya ujung bibirku dengan ujung ibu jari. Sepertinya ada lelehan es krim di sana.

Tidak lama, dia telah berdiri di sisi jalan. Menatap ke kanan dan ke kiri sebelum memutuskan untuk menyeberang.

Dari kejauhan, kuamati Ibu yang terlihat membantu seorang anak laki-laki yang terjatuh dari sepeda roda dua. Posisi bocah itu memang tidak menguntungkan, agak ke tengah, dan tidak ada yang peduli. Hanya ibuku yang peduli. Egois memang.

Kujilat es krim cone rasa stoberi di tangan, seraya memandangi Ibu yang membantu si anak berdiri. Terlihat Ibu menepuk lutut si anak laki-laki yang sepertinya sedang meringis. Pasti sakit jatuh di atas aspal. Ibu sesekali melirikku dari kejauhan sana, seolah-olah memastikan bahwa aku menuruti perintahnya agar tidak berpindah tempat. Terlihat Ibu membersihkah pakaian si anak, dan membuat sepeda yang tergeletak tadi berdiri.

Tidak lama, terlihat wanita yang di mataku selalu cantik itu, sudah berdiri kembali di sisi jalan. Tangannya melambai ke arahku, sementara senyumnya mengembang lebar. Sepertinya, Ibu akan kembali kepadaku dengan segera.

Tampak Ibu yang menoleh ke kanan dan ke kiri. Sementara aku, menatapnya sembari sibuk dengan es krim yang tinggal setengah, yang meleleh membasahi tangan. Tidak sabar menunggu Ibu, agar dia membersihkan lelehan lengket di tanganku.

Ketika terlihat Ibu mulai melangkahkan kaki, senyum ini langsung mengembang. Aku selalu merindukannya meski kami berpisah hanya sebentar.

Namun, entah bagaimana. Di jalanan yang sudah dipastikan terlebih dahulu aman dilewati oleh Ibu, mobil hitam itu melesat dengan kecepatan tinggi, menyambar tubuh Ibu tanpa belas kasihan.

Es krim dalam genggaman lepas seketika. Mata ini mengerjap berkali-kali, sebelum membelalak saat melihatnya terguling di kolong mobil.

Ada degup aneh yang langsung merajai dada. Kebingungan karena perintah Ibu, aku tidak boleh beranjak sampai dia kembali.

Mobil yang menyambar tubuh ibuku, hanya berhenti sejenak, tapi pergi lagi. Dari kejauhan bisa kulihat seorang bocah lelaki bersandar pada kaca jendela belakang mobil yang menabrak, matanya menatap tubuh Ibu yang berdarah dengan mata yang melotot.

"Ma ... Ma ...." Aku berkata bergetar. Tidak ada yang menolong Ibu di seberang sana. Tidak ada yang peduli, mereka hanya mengerumuni. Sementara, bocah lelaki yang tadi di tolong, lenyap. Dia tidak lagi berada di tempatnya. Dia ditolong, tapi tidak menolong. Membiarkan ibuku berdarah di atas aspal.

"Mama!" pekikku akhirnya, menangis sejadi-jadinya, membuat semua orang menoleh. "Mama!" jeritku lagi, membanting diri ke atas trotoar, berharap dijemput olehnya, berharap wanita yang paling kucinta di dunia itu, bangun dan menghampiriku.

❤❤❤

"Tidak ada yang menolong Mama," bisikku nyaris tanpa suara.

"Aku rasa kisah kita sama." Andra terdengar tercekat.

Perlahan kubuka kelopak mata, menemukan Andra yang menunduk di sofa sebelahku. Dengan sengaja kami membuat jarak.

"Kamu ... yang mana?" tanyaku pelan seraya menahan nyeri di dada.

"Aku, si pengecut yang melarikan diri." Lalu terdengar suara napas yang tertahan, dalam.

Mataku sontak memanas.

DOUBLE DATE - TerbitWhere stories live. Discover now