Chapter. 2

2.3K 224 6
                                    

Di abaikan dan dianggap tak ada? Heh, siapapun tak mau akan hal itu, apalagi seseorang seperti Bakugo Katsuki. Tapi apalah daya, dia juga tak punya hak untuk marah-marah akan hal itu. Apalagi didepan umum. Walau dia suka teriak-teriak nggak jelas, tapi dia benar-benar tahu betul apa itu privasi dan dia bisa menghargai itu.

Entah sudah yang keberapa kalinya dia menghela nafas untuk meredam amarahnya yang hampir sampai ke ubun-ubun. Jika saja ia tidak menolak ajakan Sero dan Mina untuk pulang bersama, dia pasti tidak akan terjebak dalam posisi seperti ini sekarang. Jika saja Kirishima Eijiro tidak seenaknya pergi bersama Kaminari Denki, ia pasti tidak akan seperti ini. Jika saja ... oke itu hanya jika dan dia juga tidak bisa mengulangi waktu. Terima nasib saja sekarang dengan apa yang sedang di alami saat ini.

Sejujurnya jika Todoroki bisa mengatakannya, ia tak enak dengan Katsuki yang dengan sabarnya menunggu. Ouh tunggu! Menunggu? Seorang Bakugo Katsuki mau menunggu? Benar-benar diluar dugaan, karena biasanya ia tak sabaran, sangat tidak sabaran malah. Tapi sekarang, dia duduk tenang menatap keluar jendela dan membiarkan seorang Todoroki Shoto berbicara dengan ibu dan kakaknya tanpa mengganggunya sedikitpun.

Todoroki Shoto ini loh! Orang yang selalu di juluki setengah-setengah dan dianggap rival oleh Bakugou Katsuki, dan Katsuki mau menunggunya tanpa menggangu waktu mereka sedetikpun? Bravo! Bravo! Entah itu hal yang baik atau buruk, Shoto sedikit bersyukur akan hal itu.

Setelah kurang lebihnya tiga jam, akhirnya pembicaraan antara ibu dan anak itu selesai juga. Entah apa yang ada difikiran keluarga itu hingga lebih memilih berbicara di cafe sebuah mall, padahal mereka bisa saja meminta Shoto untuk pulang sementara waktu. Hahhh, salahkan bapaknya Shoto yang kejam hingga membuat hal semacam ini terjadi

"Aa, maaf membuatmu menunggu lama, Bakugou."

Katsuki hanya berdecak kesal mendengar ucapan maaf dari Todoroki, lalu dengan kasarnya ia melempar salah satu kantung  belanjaan kearah Shoto dan berjalan meninggalkannya.

Melihat tinggkah Katsuki yang seperti itu, kakak perempuan dan ibu Shoto tertawa pelan. Tak menyangka jika bocah berambut blonde ash itu akan bereaksi seperti itu.

"Aku rasa sepertinya Shoto punya teman yang baik."

Shoto yang masih sempat mendengar gumamam pelan kakaknya itu hanya menghela nafas dan berjalan mengikuti Bakugo. Dalam otaknya ia berfikir, bagaimana bisa kakaknya itu berfikir jika dia memiliki teman yang baik? Apalagi yang dimaksud itu adalah Bakugou, yang notabenenya minim banget ngomong sama Shoto kecuali marah-marah dan mengatainya dengan kata-kata mutiaranya yang menusuk hati.

"Woy! Cepetan setengah-setengah!"

Shoto tersentak dari fikirannya akibat teriakan Bakugou dari seberang jalan. Seberang jalan? Oke Shoto sepertinya kau terlalu lama melamun hingga tak menyadari jika Bakugo sudah berada diseberang jalan sana.

"Iya, iya!"

Dengan cepat Shoto berlari keseberang jalan dimana Bakugo berdiri.

"Lelet!"

Shoto menghela nafasnya kembali  mendengar komentar pedas rekannya itu. Pergi keluar bersama dengan Katsuki Bakugo memang bukanlah ide yang bagus. Tapi Shoto memuji Katsuki dalam hati karena mau dengan senang hati membiarkan dia berbicara dengan ibu dan kakak perempuannya tanpa menggangunya sedikitpun. Mungkin lain kali ia bisa mengajak Bakugo untuk menemani lagi, karena sepertinya Bakugo cukup menghormati privasi seseorang. Memikirkan hal itu membuat Shoto terkikik pelan, menginggat seperti apa sifat Katsuki.

"Kenapa ketawa, sialan?!"

"Tidak," tidak mungkin bukan Shoto mengatakan yang sebenarnya. Gini-gini Shoto masih sayang nyawa loh. Kan nggak lucu kalau ia mati di tangan teman sekelasnya cuman karena hal sepele.

My New Self (Katsuki Bakugou)Where stories live. Discover now