14. Cherry Blossoms

9.7K 1.1K 283
                                    

"Unnie,"

Jisoo segera menghentikan kursi roda yang sedang dia dorong. Menatap lirih pada Lisa yang kini mendongak. Melihat dengan jelas ada beberapa titik air mata yang jatuh dari mata Jisoo saat ini.

"Unnie benar-benar tidak ingin kau mengikuti terapi lagi, Lisa. Unnie takut... Kau terluka." Suara Jisoo mulai bergetar. Menandakan sebentar lagi gadis itu akan terisak.

Lisa meraih tangan Jisoo, menariknya hingga sang kakak kini ada di hadapannya.
"Unnie tak mau jika aku sembuh?"

Jisoo mendadak tergagu. Tentu dia sangat menginginkan kesembuham Lisa, karena itu adalah satu-satunya cara agar membuat Lisa bahagia tanpa rasa tertekan. Tapi di satu sisi, Jisoo benar-benar tak ingin melihat Lisa terluka.

"Kalau begitu, bagaimana jika Unnie yang membantumu untuk sembuh?" Jisoo mulai mensejajarkan posisinya dengan Lisa. Meraih wajah adiknya itu dan mengusapnya lembut.

"A-Aniya. Jika begitu, aku akan semakin merepotkanmu." Lisa tentu menolaknya. Dia tahu, sudah seberapa banyak Jisoo kerepotan karena dirinya. Lisa hanya tak mau, semakin membuat kakaknya kesulitan.

"Kau menganggapku apa sebenarnya, Lisa-ya?" tanya Jisoo sedih. Membuat Lisa menjadi serba salah.

Melihat Lisa yang hanya diam, Jisoo menghela napas.
"Dengar, aku tidak peduli jika kau merepotkanku seumur hidup. Karena kau adalah adikku. Kau adalah separuh jiwaku. Kau mengerti?"

Lisa mengangguk cepat. Menghapus air matanya yang entah sejak kapan menetes. Merasa begitu beruntung karena memiliki Jisoo di hidupnya. Jisoo yang memiliki arti lebih dari seorang kakak. Jisoo yang akan menjadi apapun untuk Lisa.

"Kalau begitu, ayo pulang." Jisoo hendak beranjak berdiri, namun dengan cepat Lisa menahan lengannya.

"Aku haus, Unnie." Rengek Lisa membuat Jisoo terkekeh.

"Arraseo, kau tunggu disini sebentar. Unnie akan membelikanmu minum, eoh?" Lisa mengangguk. Membiarkan Jisoo menepikan kursi rodanya di samping kursi tunggu yang tersedia.

Setelah Jisoo meninggalkannya, tak banyak yang bisa Lisa lakukan. Dia hanya memandangi orang yang berlalu-lalang. Hingga rasa iri muncul di hatinya. Ingin sekali dia bisa kembali normal. Berjalan kesana kemari tanpa hambatan.

"Kenapa sendiri?" Suara itu mampu mengejutkan Lisa. Dia mendongak, dan ternyata sudah ada seseorang yang berdiri sambil menatapnya teduh.

"Jungkook-ssi? Bukankah kau--"

"Itu hal biasa. Sekarang aku sudah baik-baik saja," Jungkook tertawa kecil sembari menggaruk kepala belakangnya yang tak gatal. Lalu memilih duduk di kursi samping Lisa.

"Terakhir kali kita bertemu, tampaknya kau baik-baik saja." Kalimat Jungkook itu mampu menampilkan senyum hambar di bibir Lisa. Dia pun bahkan tidak menyangka, hanya dengan terjatuh dia bisa menjadi cacat seperti sekarang.

"Semuanya terlalu cepat," ucap Lisa seadanya. Dia bingung untuk menjawab apa, karena Jungkook bahkan bisa mengetahui lebih detail jika bertanya pada Ayahnya sendiri.

Jungkook mengangguk pelan. Meraih tangan Lisa yang tampak lemas.
"Apakah... Sakit?"

Gadis berponi itu menatap tepat pada mata Jungkook. Dia tak tahu apa tujuan lelaki itu untuk bertanya. Karena, jelas saja rasanya sakit. Bukan hanya sakit fisik, tapi perasaan Lisa pun sampai sekarang terasa hancur.

"Ibuku bilang, rasa sakit yang aku rasakan sekarang akan terbayarkan di kehidupan berikutnya. Jadi... Tak apa jika kita merasakan sakit sekarang. Di kehidupan berikutnya kelak, kita akan bahagia." Lisa tersenyum tipis mendengarnya. Bersyukur karena bertemu dengan lelaki seperti Jungkook. Yang membuat dia mengerti bahwa rasa sakit bukanlah akhir dari segalanya.

More Than Sister ✔  Where stories live. Discover now