47 8 10
                                    

Jepang, Kobe, 6 Agustus 1945.

Suara peraduan sumpit dan mangkuk memenuhi ruang makan rumah keluarga Tahara. Ia dan istrinya menyuap dan mengunyah makanan mereka dengan khidmat dalam keheningan pagi. Beberapa menit berselang, Tahara akhirnya memecah kesunyian.

"Yome-san, hari ini aku akan pulang lebih cepat," ucap Tahara setelah menelan suapan terakhir sarapannya.

Konishi menggumam di tengah kunyahannya, "hm? Kenapa begitu?"

Tahara samar menahan senyumannya, lalu ia lanjut bicara. "Tak apa, aku hanya merasa kurang sehat hari ini."

Mata Konishi melebar sedikit, mengindikasikan bahwa ia terkejut dan cemas. "Oh! Kalau begitu kau tidak perlu pergi ke kantor, danna-san."

Tahara tersenyum bijak. "Ah, tak apa. Aku punya beberapa tugas dari Sadao-sama yang belum kuselesaikan. Setelah itu, aku bisa pulang lebih cepat dan istirahat."

Bibir Konishi mengerucut kecil. Ia lalu menghela napasnya. "Baiklah. Tetapi berjanjilah kalau kau akan pulang siang-bahkan pagi kalau bisa!"

Tahara tergelak, ia lalu menggeleng. "Aish, mana bisa begitu," ujarnya sambil berdiri dan membawa mangkuk bekas makannya ke wastafel di belakangnya.

"Danna-san! Aku hanya khawatir. Kerjamu juga tidak akan maksimal kalau kau tidak sehat. Lebih baik kamu kerjakan besok saat sudah merasa baikan. Bukannya lebih baik begitu?"

Tahara berbalik dan berjalan mengambil tasnya. "Iya, tetapi aku harus bersikap profesional. Bagaimana mau naik jabatan kalau kerja hanya sampai pagi?" Ia tertawa kecil.

Konishi mendengus sebal. "Terserah saja. Tetapi berjanjilah kalau kau akan pulang siang, danna-san. Mungkin kamu kelelahan, maka dari itu kamu butuh istirahat."

Senyum lebar terbit di wajah Tahara. Ia berjalan agak cepat ke arah Konishi dan mengecup puncak kepalanya. "Iya, iya. Aku pergi dulu, ya." Tahara lalu berjalan ke depan kaca di samping pintu rumahnya untuk membetulkan dasinya.

Konishi mengangguk maklum. "Hati-hati, yome-san. Tepati janjimu!"

Tahara mengacungkan jempolnya ke Konishi. "Aku pergi!" Lalu Tahara menghilang setelah pintu tertutup.

Konishi tersenyum geli. Ia lalu berdiri dan membawa peralatan bekas makannya ke wastafel di seberang meja makannya. Sekarang, waktunya rutinitas pagi dimulai. Membersihkan rumah, bermain dengan anaknya, lalu memutar otak untuk membuatnya tidur siang, sudah menjadi pola yang ia hafal terlampau baik. Hari ini, ia memulai dengan mengelap meja makan, lalu menyapu serta mengepel ruang tamu, dan menjemur karpet di luar rumah.

Bulir keringat meluncur perlahan di pelipis Konishi. Walau lelah mulai menyerang khususnya di bagian lengan, bibir Konishi masih menyemat senyum kecil. Hari ini ulang tahun pernikahannya dengan suaminya, Tahara. Sekitar sejam yang lalu, suaminya itu baru saja berangkat ke kantor yang berjarak satu mil dari rumah.

Hari ini, Konishi memiliki rencana manis untuk ulang tahun pernikahan mereka yang ketiga, yakni makan siang romantis yang sederhana-tadinya makan malam, namun karena Tahara akan pulang siang, maka rencananya sedikit berubah. Konishi tahu betul bahwa dia tak sanggup untuk menyiapkan makan siang yang mewah, uangnya saja tak cukup untuk membeli bahan makanan yang lebih mahal dari biasanya. Ia sadar betul bahwa ada perut lain yang harus terisi asupan bergizi agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Perut itu ialah milik anaknya, Tamotsu Hideaki.

Tamotsu sudah berusia dua tahun tiga bulan hari ini, yang menyadarkan Konishi bahwa anaknya tumbuh dengan sangat cepat. Rasanya baru kemarin ia melahirkan Tamotsu di bidan, dan ia sedang dalam masa pemulihan pasca melahirkan. Konishi ingat betul rupa bayi mungilnya saat diserahkan kepadanya. Kulitnya putih seperti salju dan pipinya merah jambu seperti buah persik. Ia seketika teringat dengan dongeng Momotaro, cerita tentang anak yang lahir dari buah persik. Maka dari itulah, ia menjadikan Momotaro sebagai panggilan kesayangan untuk Tamotsu. Kini, Tamotsu tengah tertidur di kamarnya. Biasanya ia akan bangun sekitar jam sembilan pagi dan berjalan-walau kadang terjatuh ke depan dan malah merangkak-untuk menghampiri ibunya yang entah sedang membaca majalah di ruang tamu, atau sedang bebenah.

Konishi menghela napasnya. Ia mengelap keringat yang bercucuran di pelipisnya dengan punggung tangannya. Ia sudah menyelesaikan rutinitas paginya. Ia melihat ke dinding ruang tamunya, jarum jam pendek menunjuk angka delapan, sedangkan jarum panjangnya menunjuk ruang kosong di antara angka dua dan tiga. Ia baru akan duduk di sofa ruang tamunya ketika suara ketukan pintu menginterupsi.

Alis Konishi terangkat. Siapa yang datang jam delapan pagi seperti ini? Batinnya saat dia berjalan ke pintu. Ia mengintip lewat peeping hole di pintu kayunya, lalu terkesiap. "Oh? Yome-san?" Konishi buru-buru membuka selot dan membuka pintunya. "Yome-san! Ada apa?" Tanya Konishi saat Tahara melewatinya dan buru-buru masuk ke dalam rumah.

"Aku ... eh ...." Ucap Tahara terjeda-jeda. Ia tak fokus untuk menjawab Konishi. "Dokumen, dokumen ...." Gumamnya saat tangannya mengubrak-abrik tumpukan kertas-kertas dokumen pekerjaannya di kamar.

Konishi memerhatikan Tahara dari bingkai pintu. "Hey, yome-san. Ada apa?" Tanyanya dengan nada yang bingung dan khawatir.

"Ada dokumen yang tertinggal, dan dokumen itulah yang akan aku presentasikan hari ini," jelas Tahara.

"Oh, celaka! Bagaimana bisa kau lupa hal penting seperti itu?" Tanya Konishi sambil memegangi dahinya frustasi. "Oh, yome-san ...." Konishi menggeleng-geleng sambil tertunduk.

Tahara tidak mengacuhkan Konishi, dan melanjutkan pencarian dokumennya dengan membaca cepat tiap judul bundelan kertas di sana. "Ah! Ketemu!" Serunya puas seakan baru saja memenangkan olimpiade.

Tahara baru akan berbalik pada Konishi dan pamit untuk kembali ke kantor. Namun, tiba-tiba kekuatan yang dahsyat melempar Tahara, Konishi, serta benda-benda di kamar mereka ke berbagai sisi ruangan, tepat bersamaan dengan cahaya terlampau terang yang membutakan mata, serta suara dentuman dahsyat dan teriakan yang nyaring.



TBC

A/N : Yome-san adalah panggilan sayang dalam bahasa Jepang dari suami ke istri. Sebaliknya, danna-san adalah panggilan sayang dari istri ke suami. Imbuhan "-sama" ditujukan untuk bos atau orang yang pangkatnya lebih tinggi. CMIIW 🙏.

The Joyous HeroWhere stories live. Discover now