29 6 10
                                    

Suara gemericik air sungai yang deras menemani Konishi mencuci baju. Suasana pagi itu sangatlah syahdu, dengan nyanyian burung yang dapat menenangkan jiwa siapapun yang mendengarnya. Angin di dekat hutan itu juga tidak bertiup terlalu kencang. Biasanya, tiupan angin di sungai itu dapat membuat Konishi merinding kedinginan karena terkena lengan dan beberapa bagian bajunya yang basah terciprat air. Namun, kali ini berbeda. Konishi merasa hari ini akan menjadi hari yang baik.

Ia bergumam, "ah, indahnya pagi ini." Ia lalu tersenyum manis dan memelintir bajunya yang baru saja selesai dicuci. Saat ia mau bangkit, ia mendengar suara injakan pada daun kering dalam pola yang teratur, dan hal itu hanya berarti satu hal; ada yang datang. Konishi menoleh ke belakang, dan mendapati samar-samar bayangan seorang anak. Ia tak dapat menerka siapa yang tengah berjalan di balik pepohonan itu, apalagi dengan penglihatannya yang memburuk karena usia yang semakin senja.

Konishi berdiri dan berteriak, "siapa di sana?" Ia tak menerima jawaban apa-apa, hening. Konishi mencari figur anak tadi, namun tak menemukan apapun. Ia lalu memberanikan diri untuk berjalan sedikit ke dalam hutan. Ia pun sebenarnya tak benar-benar tahu kenapa, bisa saja itu suara rusa yang kebetulan lewat, dan Konishi bisa mengacuhkannya karena mungkin dia salah melihat. Namun, hatinya tetap menyuruhnya untuk mencari bayangan tadi, dan dorongan itu sangatlah kuat. Setelah melewati satu lapisan pepohonan menuju hutan, Konishi menemukan seorang anak laki-laki yang sedang berjongkok dan bermain-main dengan tanah. 

Bocah itu menoleh, menyadari kedatangan Konishi di belakang punggungnya. Saat melihat pipi merah muda itu, Konishi terdiam selama beberapa detik, lalu terkesiap, "Momotaro-chan!"  Teriaknya. Wanita dengan rambut yang hampir dipenuhi uban itu berlari ke arah bocah yang ia panggil Momotaro itu. Ia memeluk bocah itu erat-erat. "Sedang apa kamu di sini, nak?" Konishi memasang raut khawatir sambil memeriksa jika ada bagian tubuh yang terluka pada anak laki-laki itu. "Ibu, 'kan, sudah bilang untuk tidak keluar dari rumah dan tetap bersama ayahmu, kenapa kamu tidak mendengarkan?"

Bocah itu tak bergeming. Matanya terbuka lebar, namun raut wajahnya datar. Konishi menghela napas maklum. "Maafkan ibu, ya. Ibu seharusnya tidak melarangmu. Kamu pasti butuh hiburan dan ingin bermain bersama anak lain." Wanita itu tersenyum penuh arti, "sekarang, mari kita pulang." Konishi lalu menggendong bocah itu dan berjalan pulang. 

Tanpa mereka sadari, ada seorang lelaki di balik pepohonan yang terus memerhatikan mereka sejak tadi. Namun, seiring langkah Konishi membawa anak itu pulang, lelaki yang memerhatikan mereka juga pergi ke arah yang lain.

...

Sesampainya di depan rumah, Konishi mengetuk pintu. "Yome-san, aku pulang!" Sahut Konishi.

Dua orang perempuan berjalan dan akan melewati mereka. Konishi berbalik dan menunduk sedikit, lalu tersenyum pada mereka. Mereka balas membungkuk dan tersenyum pada Konishi. Saat mereka berlalu, salah satu dari mereka berbisik pada kawannya. Raut wajahnya agak takut dan kebingungan.

Konishi membuka pintunya, dan bergumam, "astaga, pintunya tidak dikunci." Konishi masuk ke dalam rumahnya dan mendapati lampu rumah yang mati. "Yome-san?"  Panggil Konishi dengan nada yang ragu. Ia memeriksa ke kamarnya dan tak menemukan apa yang ia cari, bahkan di ruangan lain di rumahnya. Bocah lelaki tadi tetap tak bergeming di kursi meja makan, menyaksikan Konishi sibuk dengan urusannya. 

Konishi menghela napas, ia akhirnya memutuskan untuk duduk dan istirahat di kursi sebelah bocah lelaki itu. "Apa oto-san memberitahumu ke mana dia pergi, tadi?" Tanyanya pada anak lelaki yang berpakaian agak lusuh itu. 

Yang ditanya menangguk polos. Ia lalu berkata, "hutan. Cari makan." Konishi mengangguk maklum. Keheningan mengisi udara selama beberapa waktu.

"Momotaro-chan." Panggil Konishi. Bocah itu diam saja. Konishi menghela napasnya. Ia tersenyum tulus pada bocah lelaki di sampingnya. "Namamu adalah Momotaro. Ibu paham kalau kamu tidak mengerti banyak hal dan sangat kebingungan, tetapi tak apa, nak. Ibu tak akan memarahimu."

The Joyous HeroOù les histoires vivent. Découvrez maintenant