18

10.6K 1.9K 189
                                    

Jungkook berdiri di sudut ruang kamarnya. Menutup kepala dengan kedua tangan sementara matanya beberapa kali melirik ke arah wanita yang sedang menatap nyalang dengan dada naik turun karena napasnya yang terjalin kasar.

"Sialan! Kenapa kau tidak menolak saat ayahmu memaksa kita untuk menikah?!" Jihye memajukan kembali langkahnya. Menarik rambut Jungkook penuh dengan rasa jengkel. "Aku masih muda dan tidak mau menikah! Apalagi denganmu!"

"Aw—maaf, maaf ... aku juga tidak tahu kalau ayahku akan memikirkan soal pernikahanku—aw, sakit!"

Menjauhkan tangannya dari rambut Jungkook, Jihye lantas berdecak jengkel. "Aku tidak akan tanggung jawab. Mulai besok, jangan temui aku lagi. Aku menyesal telah membantumu." Hendak keluar dari kamar Jungkook, wanita itu kembali menoleh dan menunjuk sudut bibirnya sendiri. "Jangan lupa obati lukamu."

Setelah ayah Jungkook membahas mengenai pernikahan, Jihye dan Jungkook hanya bisa diam. Keduanya tentu saja terkejut—meskipun beberapa persennya Jungkook merasa senang.

Akan tetapi, usai kepergian sang ayah dan Hana dari rumah, serta Jungkook yang membawa Jihye kembali ke dalam kamarnya, Jungkook lekas menyingkirkan rasa senangnya tersebut.

Jihye menampar pipinya, menarik rambutnya, dan memukuli lengan hingga dadanya. Benar-benar ganas dan menakutkan.

Jungkook tahu Jihye tidak akan mau menikah dengannya. Atau barangkali menjalin pertemanan dengan Jungkook, pasti wanita Park itu menolak.

Mengetahui sebenci apa Jihye padanya membuat Jungkook mengembuskan napas pasrah. Karma memang sungguh nyata adanya.

Kini ia justru jatuh cinta pada sosok Jihye sementara wanita itu sangat amat membenci dirinya. Ah, balasan yang setimpal.

Jungkook jadi memikirkan apakah luka yang ia ciptakan untuk Jihye benar-benar menyakitkan sampai wanita itu tidak bisa memaafkannya.

Sulit sekali meluluhkan hati Jihye. Jungkook pikir dengan mengandalkan kebaikan sang ibu, Jihye akan memaafkannya dan bisa merubah sikap dinginnya. Namun, wanita itu tetap saja sama.

Jungkook mengerjap. Pria itu buru-buru mengejar langkah Jihye yang sudah sejak satu menit yang lalu keluar dari kamarnya.

Ketika wanita 24 tahun tersebut nyaris mencapai pintu utama, Jungkook segera meraih pergelangan tangan Jihye. Menangkup pipinya dan memiringkan kepala seraya mendekatkan bibirnya.

Akan tetapi, pergerakannya terhenti manakala Jihye mendadak menepuk wajahnya.

"Berengsek. Kau pikir aku akan membiarkanmu menciumku lagi?!" Jihye melotot, menatap Jungkook kesal.

Mendorong dada Jungkook, Jihye kemudian menarik kenop pintu dan buru-buru keluar dari sana.

"Jiya, tunggu!" cegah Jungkook. Pria itu berdiri di hadapan Jihye. "Tunggu dulu. Izinkan aku untuk mengantarmu pulang."

Jihye menggeleng sebagai respons penolakan. "Tidak. Aku bisa saja memukul kepalamu dari belakang saat aku menaiki jok motormu."

Wanita itu mengambil satu langkah kanan, tapi Jungkook pun kembali mencegah kepergian Jihye.

"Aku menyukaimu. Jadilah kekasihku!" Jihye termangu. Jungkook kembali mengatakan bahwa pria itu menyukainya, tapi ini adalah pertama kali Jungkook menyuruhnya menjadi kekasih pria Jeon tersebut. "Jadilah kekasihku, Jiya. Soal dulu ... kumohon maafkan aku. Aku benar-benar menyukaimu. Aku ... maksudku, aku mencintaimu juga."

Diam-diam tersenyum bangga karena Jungkook telah benar-benar bertekuk lutut karena mencintai Jihye. Wanita itu menunggu saat-saat seperti ini. Bagaimana sakitnya ditolak, apalagi dipermalukan di depan banyak orang. Hanya saja, kali ini ia tidak bisa mempemalukan Jungkook karena hanya ada mereka berdua di lantai teras.

THE MAN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang