4| Cinta tak bersambut •°

7.8K 615 12
                                    

'Yang kasat mata terlihat biasa, dalamnya saja yang tidak terbaca jika sebenarnya hancur.'

______

"Dia perempuan yang kucintai, Dek." Kalimat itu seperti terus bergema di telinga Nia. Membuatnya tak kuasa menahan gejolak tak menentu dalam dada.

"Dia perempuan masa lalu ku, selalu ada saat aku berada di titik terendah," imbuh Ibra mantap.
Tangis Nia benar-benar pecah, tertunduk dengan isakan cukup keras. Bahkan tubuhnya bergetar hebat seiring air matanya meluncur deras.

"Tidak bisakah menghadirkan sedikit rasa untukku, Mas?" ucap Nia dengan suara yang benar-benar lirih disela isakan. Berharap kalimatnya segera dibalas Ibra dengan kata yang bisa membuat hatinya sedikit tenang, tapi pada kenyataannya tidak. Ibra hanya terdiam hingga menyaksikan Nia terduduk di lantai dengan tangisan.

Tampak Ibra menatap lekat Nia sebelum berjalan mendekat lalu secepat kilat memberikan dekapan erat. Mengusap punggung Nia sambil menggumam kata maaf berulang-ulang.

"Maaf, Dek." Nia tak membalas, memilih bergeming. Bahkan dengan cepat menyeka bulir bening dari pelupuk matanya yang masih terus saja meluncur tanpa bisa ditahan. Melepas kaitan tangan Ibra perlahan. Menatap wajah Ibra sekilas lalu berdiri, melangkah jauh meninggalkannya tanpa sepatah kata. Tak ada tangisan lagi, sebab Nia menyudahi rasa perih luar biasa dari dalam dada dengan meninggalkan ruangan yang seharusnya membuatnya nyaman kini malah membuat sudut bilik hatinya perih.

Sebuah kebenaran yang baru saja diterima membuat Nia menyadari satu hal, cintanya hanya sepihak. Tidak bersambut seperti anggapannya selama ini. Semua perlakuan manis Ibra selama ini mungkin hanya sekedar tanggung jawab, tidak lebih.

Kembali air mata Nia jatuh tanpa titah, mengusapnya cepat agar jejak sedihnya tak lagi dilihat Ibra. Cukup tadi, jangan lagi ada buliran air mata sebab semuanya sudah terjadi, tidak bisa berubah. Memilih berjalan menuju musholla rumah, menunaikan kewajiban salat ashar sebab azan telah berkumandang. Berniat mengadu pada Allah atas cobaan yang baru saja melanda.

Tak berbeda dengan Nia, Ibra memilih bersiap menuju masjid usai membersihkan diri. Turun dari lantai dua bersiap menunaikan kewajiban sebagai hamba. Menoleh sekeliling tapi tidak kunjung menemukan Nia. Memutuskan menuju musholla rumah memastikan keberadaan istrinya, setelah menemukan sosok yang dicari Ibra menghela napas lega. Setidaknya Nia tidak meninggalkan rumah.

***
Angin malam menerpa wajah Nia, tak menghiraukan kuatnya angin dengan sedikit gerimis yang turut mengenai. Masih terdiam dengan satu tangan memegang secangkir teh panas yang awalnya asapnya mengepul hingga dingin. Mendekatkan cangkir pada bibirnya, meneguknya sekali hingga tandas. Menutup mata, berulang menarik napas panjang lalu mengeluarkan lewat mulut. Meredam sebuah perasaan tak keruan yang bersarang dalam dada.

Tanpa Nia sadari, tak jauh dari tempatnya ada sosok Ibra yang mengamatinya. Bahkan semua gerak-geriknya tak luput dari pandangan. Ibra duduk di ruang tengah agar bisa langsung melihat Nia yang duduk di kursi dekat pintu keluar berhadapan langsung dengan taman bunga kecil di samping rumah. Taman yang dibuat Ibra untuk Nia yang begitu suka dengan bunga mawar. Di taman itu juga terselip cerita dimana Nia berdiri dengan senyum merekah usai keinginannya membuat taman Ibra kabulkan. Meminta sedikit perubahan di sudut lahan yang sebelumnya rapat dengan ilalang.

"Mas, bagian kosong samping rumah ini untuk apa?" tanya Nia usai melihat sekeliling rumah yang baru saja Ibra beli. Rumah yang dijadikan Ibra kado pernikahan usai sebulan mengarungi bahtera rumah tangga dengan Nia.

"Kurang tau, Dek. Mas tidak kepikiran untuk apa lahan kosong itu." Nia mengangguk, berjalan ke arah lahan yang dimaksud.

"Kalau untuk taman bunga mawar bagaimana, Mas?" tanya Nia terdengar antusias dengan posisi masih berada di lahan kosong itu. Menunggu balasan Ibra.

Kening Ibra berkerut sesaat sebelum anggukan dia berikan. "Nanti Mas buatkan taman kecil di sana, Dek."

Nia tersenyum simpul, sangat senang karena keinginannya dituruti oleh suaminya. Berjalan mendekati Ibra lalu menggandengnya menuju lahan kosong itu sembari menunjuk bagian mana yang dianggap perlu di rubah sedikit.

Suara gesekan sandal yang dapat dipastikan milik Nia membuat lamunan Ibra terhenti, mungkin tak menyadari jika cukup lama dia berdiam di ruang tengah mengawasi Nia. Bergegas bangkit dari posisinya takut ketahuan telah mengawasi Nia. Secepat mungkin menuju kamar.

Benar saja, suara derit pintu menandakan Nia masuk usai menghabiskan waktunya berjam-jam duduk berdiam di kursi dekat taman setelah menunaikan salat isya. Memilih langsung berbaring menempatkan diri di samping Ibra yang telah menutup mata disertai dengkuran halus.

Ibra masih betah dengan posisinya, berbaring telentang. Ingin merubah posisi tapi takut mengundang curiga Nia jika sejak tadi belum tertidur. Memilih berpura-pura, menanti sesuatu yang biasa Nia lakukan. Apa masih tetap dilaksanakannya atau tidak.

Menunggu cukup lama, tapi Nia tidak kunjung melakukannya. Masih betah berbaring memunggungi dengan bibir merapal beberapa ayat Alquran yang dihapalnya, tidak berniat sedikitpun untuk melakukan kebiasaan lain yang Ibra tunggu. Mungkin karena pengakuan Ibra siang tadi, membuatnya kecewa dan tidak berniat melakukan hal sederhana itu.

Tanpa diduga, tiba-tiba Nia bangkit dari baringannya. Secepat kilat Ibra kembali bertingkah layaknya telah berpetualang di alam mimpi. Mengintip dengan sedikit membuka mata, melihat Nia duduk sembari menarik selimut hingga menutup separuh tubuhnya kemudian meraih tangan kanannya, mengecup cukup lama punggung tangan itu lalu kembali berbaring memunggungi.

Mata Ibra terbuka sempurna usai mendengar dengkuran halus dari Nia. Menoleh untuk menatap punggung Nia, melingkarkan satu tangannya pada sisi tubuh Nia sembari bergumam lirih. "Maaf, Dek. Sampai detik ini tidak bisa membalas semua rasa dan kebaikanmu."

***

Semarang
26 September 2020

Malam Senin (Revisi)
22 Januari 2023
1 Rajab 1444

Istri Pak Dosen [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang