seven

6.1K 983 145
                                    

Sebenarnya, cerita ini gak tau mau dibawa kearah mana wkwk

.
.

"Wei Wuxian."

Orang yang dipanggil menoleh, melarikan matanya memindai koridor sekolah yang sudah cukup ramai dipadati siswa.

Sampai iris abu-abunya berhenti pada sosok pemuda tinggi dengan bola basket ditangannya datang menghampiri Wei Wuxian.

"Oh, Senior Wen, ada apa?" Tanyanya.

Pemuda itu tersenyum kecil, "apa kau ada acara setelah kelas selesai?"

Wei Wuxian menggerakan bola matanya kekanan dan kekiri, berpikir sambil menghindari tatapan Wen Xu yang sangat intens. "Hm, sepertinya aku sedikit sibuk, hehe." Katanya.

Sebenarnya tidak begitu, Wei Wuxian hanya merasa tak nyaman setiap kali berada didekat seniornya ini. Apalagi setelah sesi penolakan yang dia lakukan, Wei Wuxian merasa sedikit bersalah dan lebih memilih untuk mengilhindari pemuda itu dalam setiap kesempatan.

"Begitu? Sayang sekali. Tadinya aku ingin meminta bantuanmu." Ia berujar dengan nada sedikit lesu.

"Bantuanku?"

"Ya, kau tau sepupuku, Wen Ning, kan? Dia akan pulang dari rumah sakit, dan keluarga besar kami akan menyiapkan perayaan untuk kepulangannya nanti. Aku ingin mencari sesuatu sebagai hadiah untuknya." Jelasnya panjang lebar.

"Maksudmu Wen Qionglin dari tingkat 1? Pantas saja aku jarang sekali melihatnya. Bagaimana keadaannya sekarang?"

"Sudah cukup membaik, hanya saja masih harus terus rawat jalan."

Ekspresi Wei Wuxian berubah sendu, meskipun Wen Ning adalah juniornya, tapi mereka cukup dekat. Hanya saja, karena kesibukannya dengan berbagai ujian beberapa bulan kebelakang, ia jadi jarang bertemu dengan juniornya itu, dan jika diingat lagi, memang sudah lama ia tak melihat eksistensi Wen Ning.

"Kalau begitu, maaf sudah mengganggumu." sekali lagi Wen Xu tersenyum dan berbalik pergi, sebelum kemudian ditahan oleh Wei Wuxian yang memanggilnya.

"Senior Wen, kupikir aku bisa membantumu. Aku juga ingin membeli sesuatu untuk Wen Ning."

Wen Xu berbalik, "baiklah, aku akan menjemputmu saat jam pulang nanti." Ujarnya lalu melambaikan tangan dan benar-benar pergi menuju kelasnya yang berada digedung lain,

Bersama seulas senyum licik yang terukir disudut bibirnya.

.
.

Matahari bersinar sangat terik, ditambah langit yang bersih tanpa awan membuat panas yang dirasakan semakin menyengat siapapun yang nekat berjalan dibawah siraman cahayanya.

Para siswa yang kebetulan memiliki jam kosong lebih memilih berhamburan untuk pergi keperpustakaan,

Tidak, bukan untuk membaca.

Melainkan untuk mendinginkan tubuh karena AC di perpustakaan lebih banyak juga ada sofa baca yang sangat nyaman untuk mereka tiduran disana.

Kecuali tiga manusia super berisik yang memilih tetap duduk dikelas dengan alasan MAGER.

"Musim panas tahun ini benar-benar neraka." Nie Huaisang mengibaskan kipas yang selalu menjadi item wajibnya dengan cepat untuk mengusir hawa panas yang seolah bisa membuatnya mendidih kapan saja.

"Huaisang, berikan kipasmu." Jiang Cheng merebut kipas Huaisang begitu saja, menimbulkan protes tak terima dari sipemilik, namun juga tak bisa melakukan apapun.

Let's we meet When The Future ComesWhere stories live. Discover now