🌹Sepasang Cincin Perak🌹

48 4 0
                                    

Bolehlah baca ceritanya sambil dengerin lagu, supaya lebih ngena:v

Happy reading 😘

.

.

.

Ikhlas itu sulit, tapi kalau gak ikhlas itu sakit. Jadi, berproses melewati kesulitan dari pada terus terusan tersakiti.

🍂🍂🍂

Nasya berjalan lunglai ke arah rumah sembari memeluk ponsel di dadanya, dia jadi teringat perkataan Farzan yang sering pria itu ucapkan. Bagaimana jika nanti kita tidak di persatukan?

Jadi selama ini pertanyaan itu adalah sebuah kode untuk tidak terlalu mengharapkan pria itu. Selama ini, Nasya mengira pertanyaan itu omong kosong dan tidak terlalu dia tanggapi dengan serius.

Pintu terbuka dari dalam, memunculkan sosok yang tadi ditinggalkan di minimarket. "Baru pulang, sayang?"

Nasya mengangguk, meraih tangan Dewi dan menciumnya, dengan raut wajah tampak kusut.

"Kenapa, sayang?"

Nasya nyegir, "Taksinya belum di bayar. Hehe," alibinya. Jelas-jelas wajah kusutnya karena hal yang baru ia dengar.

Dewi memukul pelan lengan putrinya, "Dasar! Tunggu di sini, bunda ambilkan tasmu dulu." Dewi segera masuk meninggalkan Nasya di pintu.

Nasya membatin, "siapa yang membayar uang kopi tadi?" bahkan dirinya tidak ingat jika belum membayar. Meskipun ingat juga percuma, karena tas yang ia bawa dititipkan ke sang Bunda. Saat ia menerima telepon sebelum masuk ke minimarket.

Ada-ada saja gadis itu, bukannya memikirkan cara untuk memberitahu keluarganya, justru masih memikirkan bayaran kopi. Padahal ada kesalahpahaman disini, bukan ia yang akan dilamar, tapi wanita lain yang akan di persunting Farzan.

Dewi keluar membawa tiga lembar uang berwarna biru dan menyerahkannya langsung pada supir taksi yang menunggu di depan gerbang.

Saat kembali, tepat di depan Nasya, sang Bunda senyum-senyum melihat Nasya membuat gadis itu penuh tanya. "Bunda, kenapa sih, liatin Asya senyum-senyum gitu?"

"Nggak, nggak, bunda gapapa. Ini tandanya bunda lagi senang," ucap Dewi sembari meraih pipi kiri Nasya dan mengelusnya.

Nasya tersenyum memperlihatkan dua gigi gingsulnya sembari menarik tangan bunda dari pipi dan menggenggamnya. "Syukur deh." Nasya tidak berniat untuk bertanya.

"Kamu, tidak menanyakan alasan bunda bahagia?" tanya Dewi sembari menatap Nasya. Mereka masih berdiri di depan pintu.

"Hm. Apa yang membuat Bunda bahagia?" ucap Nasya menatap Dewi masih dengan senyum yang terpatri di bibirnya.

Dewi memeluk Nasya, dan melepaskannya, merangkum wajah gadis itu dan mengatakan, "Apa yang kalian bicarakan? Kapan mereka akan datang?"

Nasya terkejut bukan main, oh Tuhan...  Apa Bunda tau kalau Kak Farzan sudah kembali ke Indonesia? Apa Bunda juga tau, kepulangan laki-laki itu bukan untuk melamar? Nasya gelagapan untuk menjawab. "Oh yah, ka--kapan Bunda pulang? Dan naik apa?" Kenyataannya bukan kebenaran yang ia ucapkan, tapi pertanyaan untuk mengalihkan pembicaraan.

"Tadi bunda naik taksi, setelah bunda melihat kamu dengan Farzan di cafe depan minimarket. Jadi Bunda berfikir, untuk membiarkan kalian bicara. Kapan mereka akan datang?" jawab bunda dan mengatakan pertanyaan yang tak mampu Nasya jawab.

Aku, Kamu Dan Ikhlas kuWhere stories live. Discover now