Keping 6

99 34 0
                                    

Zai merebahkan tubuhnya di ranjang. Ia masih mengenakan jas yang dipakai untuk menghadiri acara bisnis berkedok makan malam keluarga. Ia menatap langit-langit yang sengaja diwarnai biru. Zai membayangkan kehidupan lain yang mungkin akan ia jalani jika tidak terlahir sebagai bagian dari Arkanayaka. Kadang ia ingin mencoba hidup dengan caranya sendiri. Hidup tanpa bantuan asisten dan bepergian tanpa pengawal. Kehidupan lain itu mungkin akan terasa menyenangkan. Zai juga ingin makan makanan yang dijual di pinggir jalan. Jujur, ia sangat ingin makan telur gulung yang dulu sering ia beli di TK seberang panti. Ia pernah meminta kepala koki untuk memasak menu itu, tatapi yang didapatkan malah telur gulung yang lebih mirip dengan omelette.

Mimpi sederhana yang sangat sulit ia dapatkan. Geraknya selalu terbatas karena asisten dan pengawalnya selalu ada di dekatnya. Zai turun dari ranjangnya dan membuka jendela. Ia meniup gelembung untuk menghibur dirinya.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan Muda?" Asisten Zai yang sejak tadi ada di ruangan itu bertanya.

"Bisa bawa aku keluar dari penjara ini?"

"Saya tidak mengerti maksud Anda, Tuan Muda."

"Kadang aku bertanya-tanya, kehidupan seperti apa yang orang lain jalani? Apakah mereka juga merasa kesepian? Atau mereka justru lebih bahagia dalam kesederhanaan? Bahkan Jeff bilang dia juga mau melarikan diri dari rumah. Padahal hidupnya sudah jauh lebih baik dariku. Dia tidak diberi asisten pribadi. Dia diizinkan membawa kendaraannya sendiri. Dia juga punya saudara perempuan yang bisa diandalkan. Aku penasaran gimana kehidupanmu?" Setelah bertanya, Zai kembali meniupkan gelembung.

"Kehidupan saya biasa saja, Tuan Muda." Asisten Zai menjawab dengan hati-hati.

"Kehidupan yang biasa itu gimana?"

Asisten Zai menggaruk tengkuk dan menjawab dengan berhati-hati, "Saya anak sulung dari tiga bersaudara. Seperti yang Anda tahu, ayah saya bekerja sebagai asisten Tuan Harsa dan ibu saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa."

"Kenapa saya yang dipilih untuk lahir menjadi bagian dari keluarga ini?"

Asistennya tidak menjawab dan menatap tuan mudanya yang sudah hampir menangis.

"Apa boleh aku menyerah sekarang? Aku sudah terlalu lelah." Air mata menetes dari sudut mata Zai. Ia terduduk dan menyandarkan tubuhnya ke tembok.

"Tuan Muda ... " Asisten Zai sangat ingin mendekati tuan mudanya. Namun, langkahnya tertahan.

"Kau lihat mata-mata meremehkan dari orang-orang tadi? Kau juga lihat senyum palsu yang mereka tunjukkan? Mereka semua menginginkan sesuatu dariku. Aku lelah harus terus berpura-pura." Air mata Zai mengalir lebih deras.

Asistennya akhirnya melangkah mendekat. Ia berlutut dan menepuk pundak tuan mudanya.

Zai tidak tidur setelahnya. Ia meminta asistennya untuk beristirahat dan meninggalkannya sendiri. Asistennya sempat tidak setuju karena khawatir tuan mudanya akan melakukan tindakan berbahaya. Zai justru tertawa mendengar dugaan dari asistennya. Ia menjelaskan kalau ia harus menyelesaikan sebuah puzzle dan memperbaiki beberapa mainan yang ia bongkar. Akhirnya asistennya mengalah dan meninggalkan Zai sendiri.

Setelah mengganti pakaiannya, Zai sibuk dengan puzzle dan bebererapa mainannya. Ia mengerjakan semua itu selama beberapa jam. Asisten Zai masuk ketika tuan mudanya masih sibuk dengan sketsa dan pensil di tangannya.

"Selamat pagi, Tuan Muda." Asisten Zai sudah paham betul kebiasaan tuan mudanya. Laki-laki dengan piyama itu akan menyelesaikan pekerjaannya hingga selesai. Selain gelembung, puzzle dan bermain dengan mesin adalah cara tuan mudanya untuk menenangkan diri. "Sepertinya Anda belum tidur, Tuan Muda."

Gelembung Mimpi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang