Keping 15

75 25 0
                                    

Zai merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia telah selesai menata lemari dan beberapa buku di meja belajarnya. Perutnya berbunyi seperti tengah berlangsung konser di dalam sana. Zai hanya menatap langit-langit. Ia tersenyum karena saat ini ia bisa merasakan kelaparan.

Sebuah ketukan membuatnya terpaksa bangkit dari ranjang. Zai meraih knop pintu dan membukanya kemudian ia mendapati laki-laki dengan rambut diikat dan telinga bertindik ada di depannya.

"Lo sudah makan siang?" Pattar menyandarkan tubuhnya di kosen pintu.

"Belum." Zai menjawab sambil memperbaiki posisi kacamatanya.

"Gabung aja. Kami mau pesan makanan untuk makan siang."

"Nggak usah deh, gue nanti makan sendiri aja." Zai menjawab ragu-ragu.

"Hana, Zainya nggak mau gabung nih." Pattar berteriak hingga sempat membuat Zai kaget.

Tidak lama setelah teriakan itu, seorang wanita mungil yang tadi memperkenalkan diri sebagai Hana muncul dari balik tubuh laki-laki itu.

"Zai, kalo lo pesen makan sama kita, ongkirnya bisa dibagi tiga. Jadi lebih murah loh. Mau ya?" Hana mengajukan pertanyaan sambil menatap Zai dengan penuh harap.

Zai akhirnya mengangguk pasrah.

***

Tak lama kemudian, mereka memasuki kamar Pattar dan mereka berunding untuk menentukan menu mana yang akan mereka pesan. Keributan kecil sempat menghiasi perundingan itu. Zai dibuat banyak tertawa karena Hana dan Pattar yang kelihatannya tidak pernah akur. 

"Kalian sudah lama sahabatan?" Zai bertanya disela-sela kegiatannya memperhatikan tingkah Pattar dan Hana.

"Dari kecil, umur 5 tahun deh kayanya." Hana menjawab sambil memutar ujung kaus Pattar yang menjuntai karena ukurannya yang kebesaran.

"Lo suka baca komik?" Zai bertanya ketika matanya mendapati deretan komik One Peace ada di rak buku Pattar.

"Iya, lo juga?" Pattar jadi antusias. Matanya berbinar dan senyumnya mengembang hingga Zai bisa melihat hampir seluruh giginya.

"Iya. Kebetulan banget kita suka jenis cerita yang sama."

Setelah itu, Pattar dan Zai berbincang mengenai hobi masing-masing. Ternyata Zai memiliki hobi yang sama dengan Pattar yaitu menggambar dan membaca komik. Mereka membicarakan tentang judul komik yang pernah mereka baca. Zai dan Pattar semakin akrab ketika membahas mengenai seri anime yang sudah mereka tonton.

"Lo sudah nonton episode terbarunya One Peace? Kalau Boku No Hero Academia udah nonton juga?"

Zai menggangguk. "Gue pernah nonton itu semua."

Hal itu membuat Pattar jadi semakin bersemangat untuk membahas anime yang sudah pernah ia tonton. Hana tidak bisa masuk dalam obrolan dua laki-laki itu. Akhirnya ia jadi sibuk menatap layar ponselnya dan menantikan Abang penghantar makanan tiba.

Ketika terdengar suara penghantar makanan memanggil dari luar, Zai dan Pattar kompak menoleh pada Hana dan melanjutkan obrolan seru mereka setelahnya. Hana jadi kesal. Ia beranjak dari tempat duduknya dan mengambil makanan mereka seorang diri.

Begitu makanan tiba, perhatian Pattar dan Zai langsung teralihkan pada makanan. Mereka makan bersama sambil terus membicarakan tentang hal yang sama.

***

Suara yang berasal dari ponsel Zai membangunkannya. Ia meraba nakas yang ada di samping ranjangnya dan meraih benda berbentuk persegi panjang itu dengan malas. Matanya menyipit ketika melihat sebaris nomor yang tidak ia kenali.

"Ini siapa?" Suara parau Zai menjawab.

"Hana, sahabat Pattar, kamar sebelah."

"Oh, iya Hana. Ada apa?" Zai baru ingat kalau kemarin mereka sempat bertukar nomor ponsel dan ternyata Zai lupa menyimpan nomornya.

"Lihat jam sekarang! Tolong bangunin Pattar. Kita ada acara ospek pagi ini." Hana berbicara setengah teriak.

Zai masih berbaring di atas ranjang, tetapi suara Hana berhasil membuatnya terduduk karena kaget. "Astaga, iya. Oke, gue bangunin Pattar."

"Oke, thanks ya." Zai dapat mendengar helaan napas dari gadis di seberang sana.

Zai segera beranjak dari ranjangnya. Ia berjalan cepat menuju pintu dan mengetuk pintu di sebelah kamarnya. ia mengetuk pintu tersebut hingga laki-laki gondrong dengan tindik di telinga itu membuka pintu.

***

Ketika bersiap untuk berangkat, Pattar sempat menawari Zai untuk pergi bersama. Namun, laki-laki itu berubah pikiran ketika ia mengingat Hana. Akhirnya Zai pergi ke kampus dengan berjalan kaki. Untuk pertama kalinya ia pergi ke kampus dengan berjalan kaki. Jarak indekos dengan kampusnya sebenarnya dapat ditempuh kurang dari sepuluh menit dengan berjalan kaki jadi Zai memutuskan tidak menggunakan jasa ojek online.

Zai masuk ke dalam gedung serba guna melalui pintu timur karena ia mengikuti petunjuk masuk sesuai dengan jurusannya. Ia memilih untuk duduk di sudut. Tidak lama setelah ia duduk, Pattar menghampiri dan duduk disebelahnya.

"Nih, buat lo." Pattar mengeluarkan kotak bekal dari dalam paper bag.

"Terima kasih." Zai mengamati kotak bekal yang kini ada di tangannya.

"Dari Hana, nggak perlu bilang makasih sama gue." Pattar melepaskan gelang hitam yang ada di tangan kirinya dan tangannya bergerak mengikat bagian depan rambutnya yang terurai.

Zai tersenyum. Ia menatap dan membuka kotak bekal itu. Zai tersenyum karena suasana hatinya sangat bagus. Kemarin ia makan siang dengan menu ayam goreng dari warung sederhana dan pagi ini ia sarapan dengan roti lapis. Menu yang dibuat oleh orang biasa dan bukan buatan kepala koki di rumahnya ternyata jauh lebih enak dari dugaannya. 

Zai menikmati sarapannya sambil terus tersenyum. Kebetulan acara memang belum dimulai karena itu mereka menyempatkan diri untuk sarapan.

Seorang senior yang mengenakan jas almamater dan pita biru dongker di lengannya menghampiri Zai dan Pattar yang tengah asik mengunyah roti lapis. Senior itu berdiri tepat di depan mereka dan tidak mengatakan apapun.

"Maaf, Kak. Ada yang bisa dibantu?" Zai menelan makanannya cepat-cepat setelah menyadari kehadiran senior di depannya.

"Justru saya yang mau tanya. Ada yang bisa dibantu?"

Zai dan Pattar memandang satu sama lain dengan tatapan kosong. Mereka berusaha membaca situasi dan menggunakan telepati untuk berkomunikasi. Pattar mengerjapkan mata beberapa kali setelah mendapat anggukan dari Zai.

"Kami ada salah apa, Kak?" Pattar berusaha tenang. Jika dilihat dari tatapan orang-orang di sekitarnya, Pattar bisa menyadari kalau ia sedang terlibat masalah.

"Bangun, sebutkan nama dan jurusan!" Senior itu berbicara dengan nada yang mampu didengar seperempat mahasiswa baru yang ada di gedung itu.

Zai dan Pattar saling memandang dan berdiri kompak.

"Dwiyata Pattareksa, jurusan teknik mesin."

"Zaivan Oktora, jurusan teknik mesin."

"Kalian tahu salah kalian apa?" Senior itu masih berbicara dengan nada yang sama seperti sebelumnya.

Zai dan Pattar kembali bertukar pandang dan berusaha berkomunikasi tanpa suara.

"Coba kalian lihat perbedaan kalian dengan mahasiswa lain yang ada di sini."

Zai menepuk jidatnya pelan dan mengambil almamater yang tersampir di tali tasnya. Ia menyikut Pattar untuk memberi kode. Pattar menoleh ke kursinya dan tidak mendapati almamater di sana. Pattar menatap Zai dan memohon pertolongan.

Zai justru dibuat geli oleh tatapan Pattar. Entah mengapa ia merasa senang karena sudah dimarahi oleh seniornya. Untuk pertama kalinya ia dimarahi orang lain dan itu bukan ayahnya.

Terima kasih sudah membaca.

ODOC WH BATCH 4 Day 15

12 Oktober 2020

Gelembung Mimpi ✓Where stories live. Discover now