21. Misi (yang Benar-benar) Dimulai

19 7 3
                                    

1471 word

"A-apa yang terjadi?"

Kelopak mata rasanya berat untuk dibuka. Secercah cahaya putih terang menyambut, membuatku susah untuk membuka mata.

"Mikha, kau sudah sadar?"

Sebuah suara merdu terdengar familiar, sepertinya itu ratu Dichlyn. Merasa gak enak hati karena gak menjawab pertanyaan Sang Ratu, aku memaksakan diri untuk membuka mata. Gak peduli kalau mataku perih.

Cahaya itu masih memenuhi penglihatan, hingga harus berusaha lebih keras untuk melihat keadaan sekitar. Saat mata sudah sempurna membuka, hal pertama yang aku lihat adalah lampu petromax di tangan Augi. Sejak kapan di Immortal ada lampu seperti itu?

"Sudah sadar, Mikha? Atau lampunya terlalu redup?" tanya Augi sambil mengotak-atik lampu itu, membuatnya semakin terang. Tanganku refleks menutup mata agar tak kembali silau.

"Pantas saja aku susah melek dan cuma bisa lihat cahaya, ternyata kamu naruh Petromax tepat di hidungku. Dasar Augi!!"

Seketika aku bangun, dan lampu itu jatuh. Suara pecahan kaca menyusul setelahnya. Namun masa bodo, aku gak peduli. Yang aku inginkan sekarang, menangkap Augi yang lari kocar-kacir sambil tertawa untuk menghindari, dan mencakarnya dengan sekuat tenaga. Namun, saat kaki sudah siap untuk berlari, beberapa pelayan Ratu Dichlyn memegang tanganku dengan erat, membuatku gak bisa bergerak sama sekali.

Aku merasa seperti macan kesurupan, yang sering menyebutkan dirinya 'Aing Maung'.

Dan tiba-tiba ratu Dichlyn memijat bahuku, begitu melihatku yang sudah seperti macan mengamuk.

"Mikha ... kamu baru sadar dari pingsan. Jadi jangan banyak bergerak, ya," rayunya dengan lembut, membuatku menurut.

"Ya-Yang Mulia Ratu ...," panggilku dengan suara parau, mungkin efek habis pingsan. Atau karena pijatan ratu yang begitu menenangkan? Kapan lagi coba dipijit sama orang terpenting satu negeri. "Berapa lama aku pingsan?" tanyaku penasaran.

"Berapa, ya? Hmm ...." Kening Sang Ratu mengerut, sepertinya ia sedang mengingat-ingat berapa lama aku pingsan. "Pelayan, berapa lama Mikha pingsan?"

"Tiga puluh menit, Yang Mulia Ratu," jawab salah satu pelayan dengan sopan.

"Nah iya, tiga puluh menit." Sang Ratu mengulang perkataan pelayan. Aku merasa gak berhak untuk berkomentar, jadi hanya bisa mengangguk lemah.

"Oh ya. Kita di mana, Ratu?" tanyaku lagi, karena sebenarnya kita semua sedang berada di tempat terbuka. Penglihatanku masih buram karena cahaya Petromax dari Augi.

Ratu Dichlyn menjawab, "kita berada tepat di depan induk tujuh tanaman Dyrad, Mikha. Setelah kamu merasa baikan, kamu harus langsung menjalankan misi, agar tidak terlambat." Tangannya menunjuk satu pohon yang sangat besar. Aku kira itu induk tanaman Dyrad. Penglihatanku masih kurang jelas, jadi pahamilah.

Ngomong-ngomong tentang misi ... aku belum mendapat petunjuk apapun soal keberadaan tujuh tanaman Dyrad. Si Pohon bilang, aku harus pakai hati yang baik dan bersih.

Duh ... aku kan banyak dosanya, pasti hatiku gak bersih.

"Mikha ... dengarkan aku."

Aku terperanjat. Sebuah suara mendadak terdengar di telinga.

Jangan takut, ini aku.

Suara itu lagi.

Jujur saja, walau suara itu mengatakan jangan takut, tapi aku takut. Namun ... lama kelamaan aku merasa kalau suara itu terdengar familiar di telinga.

WHEN MOON AND STARS SHAPE MAGIC ELEMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang