°25°

201 21 0
                                    

Hari ini Velin ulang tahun. Dan seperti tahun-tahun sebelumnya, keluarganya memang selalu mengadakan acara syukuran kecil-kecilan di rumah yang dihadiri oleh sanak keluarga dan teman-teman dekat Velin saja. Acaranya berjalan lancar, dan sudah selesai dari dua jam yang lalu.

Selesai acara, malam ini Velin sedang menggelepar di kasur Feron, sambil mengamati dengan seksama wajah abangnya yang sedang serius membaca modul dengan beberapa buku-buku cukup tebal yang berada di sampingnya. Sesekali Feron mencatat, sambil menghapal rumus-rumus kalkulus yang sepertinya menjadi materi pertama ujiannya besok.

"Liat muka pusing lo yang lagi belajar buat ujian gini, gue jadi semakin memaklumi Kak Vano yang nggak bisa dateng di acara ulang tahun gue, Bang."

Velin berkata sambil memiringkan tubuh dan menempatkan kakinya di punggung Feron karena lelaki itu sedang belajar sambil tengkurap di samping Velin.

"Pasti Kak Vano lagi sibuk belajar juga kayak lo, sampe lupa kalo dia belum ngucapin selamat ulang tahun ke gue."

Ada kesedihan dari nada suara Velin, membuat Feron seketika menutup bukunya dan balas menatap wajah Velin di sampingnya.

"Gue udah tau dari awal lo masuk kamar gue, pasti lo mau curcol tentang si Vano." Kata Feron sambil mendengus, "Gue bukannya nggak mau dengerin, tapi sekarang kan gue lagi belajar, Dek."

Velin cemberut, lalu menggeser tubuhnya dan memeluk Feron dengan erat.

"Gue sedih, Abang."

Feron menghela napas, dan balas memeluk tubuh adiknya.

"Kalo gue tau lo bakalan suka sama Vano dan ternyata dia juga bakalan sering bikin lo sedih kayak gini, dari awal gue nggak akan minta tolong ke Vano buat jemput lo waktu itu dan bantuin lo buat bisa deket sama dia."

"Ish, jangan gitu dong!" Velin menggebuk punggung Feron, "Walaupun kadang Kak Vano bikin gue sedih, tapi gue juga banyak bahagianya sama dia, tau!"

"Halah, bahagia dari mananya. Lo dipacarin aja kaga!" Feron berseru gemas, membuat Velin malah semakin mengeratkan pelukan padanya.

"Lagian gue heran, keliatannya Vano kayak yang suka dan bucin banget sama lo, kalian juga deketnya udah berbulan-bulan. Tapi kok dia nggak nembak-nembak, aneh banget!"

"Gue juga nggak ngerti."

"Apa jangan-jangan dia emang beneran homo, ya? Masalahnya di kampus juga dia keliatannya nggak pernah deket-deket sama cewek."

"Ish!" Velin mendongak dan melepaskan pelukannya dari Feron, lalu dia mencubit perut cowok itu.

"Sakit, anjir!"

"Lo tuh kalo ngomong jangan sembarangan!" Velin berseru, menatap gemas kepada abangnya. "Kalo Kak Vano homo, nggak mungkin lah dia waktu itu bisa cium gue!"

"HAH, APA?!"

Feron melotot kaget, sedangkan Velin lantas menutup mulutnya sendiri karena dengan bodohnya malah keceplosan tentang rahasianya dengan Vano.

"DIA BENERAN UDAH PERNAH NYIUM LO?!" Feron kembali berseru sambil mendudukkan dirinya.

"WAH, KURANG AJAR. TERNYATA TU ORANG NGGAK SESUCI KELIATANNYA, ANJIR!"

"Abang!"

Velin yang panik karena teriakan Feron mencoba menutup mulut cowok itu karena takut terdengar oleh kedua orang tua mereka. Bisa makin berabe kalau Mama dan Papanya juga tau jika Velin pernah dicium Vano, bisa-bisa nanti mereka jadi nggak suka sama Vano. Tetapi, tangan Velin malah ditepis mentah-mentah oleh Feron.

"Pantes aja lo bisa sebucin ini sama dia, ternyata lo pernah di apa-apain, kan?!"

"Di apa-apain gimana sih?! Orang diciummya juga cuma nempel doang dan itu cuma sekali!" bohongnya.

"Tu manusia udah nggak bener, masih aja tetep lo belain!"

"Bang,"

Perkataan Velin terputus saat tiba-tiba mendengar getaran dari ponselnya yang tergeletak di kasur, menandakan ada sebuah panggilan masuk. Ternyata, panggilan itu dari Vano.

Feron yang melihat ada nama Vano lantas merebut ponsel itu dari tangan Velin dan langsung menggeser tanda hijau pada layar.

"Halo,"

"LO DIMANA?!"

"Saya di depan."

"WAH KEBETULAN LO KE SINI, VAN."

"Saya mau ketemu Velin, Bang. Kenapa ya?"

"SEBELUM KETEMU VELIN, LO HARUS KETEMU GUE DULU. TUNGGUIN GUE DI  SANA."

Feron memutus sambungan telepon secara sepihak, lalu mengembalikan ponsel tersebut kepada pemiliknya.

"Lo jangan turun sebelum gue kelar ngomong sama Vano, ngerti?"

Velin menelan ludah, kemudian mengangguk kaku. Karena dia paham jika Feron sedang marah, cowok itu tidak bisa dibantah sama sekali.

∆∆∆

VANOVELIN [Completed]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum