[9] w h y ?

470 95 5
                                    

🌱

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🌱

Akhir pekan lagi-lagi datang dengan cepat. Selama seminggu ini gue terus-terusan kepikiran tentang keputusan gue yang mengiyakan ajakan Kak Rino untuk makan bareng. Kenapa gue kepikiran? Karena pertama gue nggak cukup mengenal Kak Rino dan gue nggak biasa keluar dengan cowok yang nggak begitu gue kenal berdua aja. Kedua, karena dia terus-terusan mendekati gue tanpa motif yang jelas. Ketiga, gue takut salah sangka dan berujung ter-PHP.

Walaupun kata Winwin, gue tergolong orang yang nggak peka tapi kalau situasinya sudah seperti ini, gue nggak mungkin nggak memikirkan kemungkinan-kemungkinan seperti itu. Apalagi ketika Thalia terus-terusan mengasup otak gue dengan segala kemungkinan-kemungkinan klise berdasarkan pengalamannya.

Alasan sebenarnya gue mengiyakan ajakan Kak Rino bukan karena berharap kemungkinan itu jadi kenyataan. Tapi, salah satu oknum yang bernama Jeff jadi alasan di balik ini semua.

🌱

Kak Rino yang duduk di depan gue tersenyum, terlihat tampan seperti biasanya. Gue nggak tahu gimana caranya dia terlihat santai sedangkan gue bingung mau ngapain. Sampai akhirnya waiter memberikan kami menu dan masing-masing segelas air putih sebagai bagian dari servis.

"Lo suka makan apa, Sha?" Tanyanya sambil membaca menu.

Kak Rino ngajak gue makan di Bottega Ristorante, salah satu restoran Italia. Gue pun nggak menyangka dia bakal ngajak gue makan di tempat se-fancy ini. Gue seumur-umur makan makanan Italia, ya cuma pasta. Selain itu gue nggak tahu apa-apa. Gue sempat terdiam beberapa saat, kagok, ketika dia bertanya seakan-akan ini makanan yang sehari-hari gue makan.

"Umm." Gue membolak-balik buku menu itu sebelum menjawab. "Saya nggak pernah makan masakan Italia selain pasta, sih. So, I guess I'll order anything in pasta category."

Kak Rino terkekeh mendengar jawaban gue. Mungkin dia baru pertama kali bergaul dengan orang udik.

Ketika gue mengangkat kepala dari buku menu, Kak Rino sudah ngelihatin gue duluan dengan senyum lebar dan manisnya.

"Nggak usah formal-formal, Sha. Pake gue-lo aja, kayak ke temen lo sendiri."

Gue tersenyum. "Oh.. Oke..."

"Jadi, pasta?" Tanyanya.

Gue mengangguk.

"Kalau boleh gue saranin, pesen Penne Alla Vodka, deh. Rasanya unik, soalnya dimasak pakai Vodka. Ada salmonnya juga, kalau suka."

"Boleh," jawab gue sambil menutup buku menunya.

Setelah memesan makanan, Kak Rino kembali mengerahkan perhatiannya ke gue.

Twenty OneWhere stories live. Discover now