[23] Turnamen

1.7K 290 27
                                    

HAPPY READING💚

Di salah satu ruangan VIP di rumah sakit tempat di mana Rere dirawat. Alendra tak pernah meninggalkan Ibu dan adiknya dari ruangan itu. Sekarang remaja itu sedang berdebat dengan seorang pria yang memiliki wajah mirip dengannya. Itu Bian, Papa dari Alendra.

Karena sama-sama tidak ingin pergi membeli makanan, mereka malah memperdebatkan bahwa kehadiran mereka lebih penting di sana. Rere malah dibuat pusing dengan kedua prianya. Padahal jika mereka sama-sama pergi itu tidak masalah.

"Papa kayak bocah deh. Udah pergi aja sana, gak jauh kok."

"Maka dari itu karena kamu gak terlalu penting di sini mending kamu aja. Nanti kalo ada dokter yang mau periksa Mama atau butuh apa-apa gimana?"

"Kan bisa Ale telepon. Kayak hidup di jaman apa aja susah nyari kabar."

"Jadi curhat nih ceritanya," ledek Bian.

"Nggak kok," elak Alendra. "Udah Papa aja yang pergi sana. Biar Mama sama adek aku yang jaga."

Perdebatan mereka terhenti kala si kecil menangis. Rere segera turun dari tempat tidur dan menghampiri anaknya yang berada di box bayi. Kedua lelaki itu juga dengan sigap menghampiri.

"Adek kenapa, Ma?" tanya Bian.

"Pengen nenen mungkin."

Dengan pelan-pelan Rere membawa bayinya ke tempat ia duduk tadi dibantu oleh Bian.

"Emang ASI-nya udah ada?"

"Belum, mas tolong ambil susu yang tadi," tunjuk Rere. Dengan segera Bian mengambilnya.

"Tuh kan Papa paling dibutuhin di sini," kata Bian memulai perdebatan lagi.

Alendra berdecih pelan. "Ale cuma kalah sedetik aja dari Papa."

"Alasan aja. Udah kamu aja sana."

"Terus aja ribut sampe Mama pulang," ujar Rere membuat mereka menolah. "Kamu juga Mas kayak anak kecil aja."

"Gak bisa gitu dong, sayang. Aku harus tetep di samping kamu," bela Bian. Dan Alendra dengan tidak sopannya meledek ucapan Bian

"Kalian suit aja kalo gitu."

Kedua laki-laki itu saling tatap, memikirkan apa dengan suit akan berakhir adil. Namun karena Rere yang terus mendesak karena tidak ingin anak dan Ayah itu berdebat terus, akhrinya mereka melakukan suit. Alendra menunjukkan telunjuk sedangkan Bian jari kelingking.

"Tuh kan Ale menang."

"Heh, nggak dong! Gak ada sejarahnya gini." Bian menempelkan jari mereka.

"Yang menang itu Papa. Karena orang bakal kalah sama semut."

"Gak dong, semut yang kalah. Kalo semut ketemu orang, ya bakal keinjek terus mati."

"Wah.. kamu berdosa banget. Semut juga makhluk hidup tau."

"Semut juga berdosa, kenapa gigit orang, hayoo?"

"Semut kan melindungi diri. Itu salah orangnya aja."

"Semut kan kecil, gak keliatan. Gimana kalo kita tanpa sengaja bikin dia celaka, kan orang tuh gak salah dong."

Huh! Rere membuang nafasnya kasar. Kenapa mereka ini malah membahas orang dan semut. Adanya suit itu hanya sebagai contoh, supaya ada yang menang ada yang kalah. Ini malah dibawa-bawa kekehidupan nyata.

"Suit aja kalian ribut. Yaudah pergi dua-duanya sana," putus Rere. Daripada mereka tetap berada di sini, bisa pusing kepala.

"Nggak boleh!" tolak keduanya dengan tegas.

THE ANJAY [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt