tujuh

7.4K 1.3K 178
                                    

Hal tersulit yang Hema lakukan adalah membohongi para Alfa.
Bukan hanya karena para Alfa terlalu pintar dan punya feeling yang kuat tapi juga karena kontak batin yang terjalin antara Hema dan mereka juga sangat erat hingga tidak mudah bagi mereka untuk percaya saat Hema bilang dan berpura-pura kalau dia baik-baik saja.

Seminggu terakhir ini Hema harus menahan rasa mual sampai para Alfa pergi.
Dia juga harus berjalan setegap nya saat para Alfa di rumah meski setelahnya dia akan berbaring seharian dikasur sampai para Alfa pulang.

"Anda yakin tidak mau memberitahu mereka soal ini?" tanya Albert untuk kesekian kalinya hari ini saat dia membukakan pintu mobil untuk Hema.

Hema mendesah.
"Tidak. Aku tidak mau. Aku mau memberi kejutan untuk mereka.
Lagipula tidak bisa kubayangkan mereka bertiga masuk memeriksa bersamaku ke ruang dokter yang sempit"

Albert menutup pintu, berjalan ke sisi pengemudi dan masuk.
Dia melirik Hema dari kaca spion.
"Tapi itulah yang akan terjadi. Kalau anda benar hamil dan mereka tahu, mereka pasti mendesak memeriksakan diri anda lagi"

Hema tertawa.
"Kalau itu aku juga tahu"

Alis albert terangkat.
"Jadi kenapa tidak pergi sekalian saja sekarang?"

Hema menggeleng dan mendesah.
"Albert. Kau ini kaku sekali. Apa kau tidak pernah mendapatkan kejutan sebelum ini?" tanya Hema serius.

Albert menggeleng.
"Saya tidak pernah bisa menemukan apa yang menyenangkan dari sebuah kejutan"

"Kadang kejutan lebih membahagiakan si pemberi daripada si penerima" jawab Hema, tapi saat dia melihat alis Albert masih terangkat dia menggeleng dan mengibaskan tangannya.
"Sudah lah lupakan saja. Ayo berangkat sekarang, aku cemas kalau tiba-tiba saja salah satu dari mereka pulang dan mendesak ikut"

Albert patuh dan langsung membawa Hema meluncur meninggalkan rumah.
Dalam tiga puluh menit mereka sampai di depan sebuah RSIA besar dan luas.

"Apa anda mau saya temani?" tanya albert saat membukakan pintu bagi Hema.

Hema menggeleng.
"Tidak usah, aku bisa sendiri. Kau tunggu saja, begitu selesai aku akan keluar"

Hema masuk meninggalkan Albert yang pergi mencari tempat parkir, sedangkan dia langsung mendaftarkan diri.
Hema duduk menunggu gilirannya dipanggil, Antriannya lumayan banyak juga.
Ruang tunggu dipenuhi para wanita dengan perut besar dan pasangan mereka yang terus saja mengelus perut si wanita.
Hema tersenyum sendiri, membayangkan dia dan para Alfa dalam pose yang sama.

Hampir dua jam menunggu barulah namamya dipanggil.
Melangkah masuk ke dalam ruang, dada nya jadi berdebar keras.
Keraguan tidak masuk akal membebani Hema.
Bagaimana jika menstruasi yang tak kunjung datang yang diiringi mual dan pusing ini ternyata bukanlah tanda-tanda dia tengah hamil tapi karena satu penyakit lain yang mematikan?

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Dokter wanita yang sudah setengah baya tersebut saat Hema duduk di depannya.
Dokter tersebut membaca catatan yang diberikan padanya tentang yang Hema keluhkan saat mendaftar tadi.

Hema menelan ludah.
"Saya pikir saya mungkin hamil. Menstruasi yang tidak kunjung datang, mual, pusing dan terasa tidak bertenaga" beritahu nya perlahan.

Si Dokter mengangguk.
"Sudah melakukan testpack?" tanyanya ramah.

Hema menggeleng dan dia mengangguk.
"Mari kita coba dulu" katanya mengarahkan asistennya membawa Hema melakukan tes sederhana itu terlebih dulu.
Hasilnya tidak meragukan, dua testpack dengan merk yang berbeda sama-sama menunjukan dua garis, hanya warnanya saja yang berbeda, satu berwarna merah yang satu nya lagi berwarna biru.
Hema dan si dokter sama-sama tersenyum saat melihatnya hasil tersebut.

Untuk memastikan tidak ada kekeliruan dokter melakukan pemeriksaan total. Hema berbaring dan perutnya dioles sejenis cream bening yang dingin dan si dokter mulai menjalankan alat seprti mic yang dipegangnya ke atas perut Hema.
Hema ditunjukan layar disebelahnya yang hanya menampakkan gambar hitam putih seperti sebuah lubang besar yang katanya adalah kantong rahimnya dan dua titik kecil samar yang tidak terlalu jelas.
Kembar, kata Dokter tersebut dengan gembira.

Jantung Hema seperti akan meledak oleh kegembiraan, dia tersenyum dengan mata berkaca-kaca.
Saat keluar beberapa menit kemudian, dia tersenyum pada semua orang sambil menggenggam lembaran foto yang diberikan padanya dengan bangga.

Hema menelepon Albert.
"Aku sudah keluar" katanya dengan suara gembira.
Mobil berhenti di depannya tak sampai semenit.
Hema langsung membuka pintu sebelum Albert keluar dari mobil untuk melakukan hal tersebut.

ALBERT menoleh ke belakang, cemas saat melihat Hema menangis.
"Nyonya ada apa?" tanyanya sambil memperhatikan sekitar, berpikir ada yang menganggu Hema.

Hema tertawa tapi airmatanya masih bercucuran, diserahkan amplop yang dipegangnya pada Albert.
"Kembar" seraknya.

Dengan perlahan Albert mengambil amplop, membuka dan mengeluarkan isinya.
Matanya berbinar saat mengamati foto tersebut cukup lama.
"Selamat nyonya. Para Alfa pasti akan sangat gembira" kata Albert dengan senyum bergetar.

Hema tersenyum menghapus airmatanya.
"Terimakasih. Aku tidak sabar menunjukan ini pada mereka bertiga" katanya penuh bahgia.

Albert mengangguk.
"Kalau begitu ayo kita pulang.
Kita beri mereka kejutan" katanya membuat Hema tertawa karena Albert tiba-tiba saja tertarik untuk memberi para Alfa kejutan.

Jalan yang dilalui ke rumah para Alfa sangatlah sunyi karena letaknya yang terpencil dan jauh dari kota.
Rumah super luas ditengah padang antah berantah yang bagian belakangnya hanya dilalui oleh truck pembawa barang yang mencari jalan pintas .
Orang kayak eksentrik, begitulah orang menyebut para Alfa.

Ponsel Hema berdering, dia melihat nama Hali di sana.
Albert dan Hema saling melihat di spion dengan bibir tersenyum.
"Hali" sapa Hema gembira.
"Hema, kau kemana?" tanya Hali risau dan jengkel.
"Apa yang kau lakukan di luar sana?"
Hema tertawa saat mendengar ada suara Lian dan Raha di belakang Hali. Mereka ikut terdengar jengkel.
"Ada sesuatu yang harus kulakukan, jadi aku pergi. Toh sekarang aku sudah mau pulang.
Dua puluh menit lagi aku sampai" ujarnya meredakan kekesalan para Alfa.
"Kenapa tidak bilang kalau mau keluar?" ketus Hali.
"Kali ini apa lagi yang kau lakukan?" desaknya, menganggap Hema bocah nakal.

Albert melirik ke kaca spion membalas senyum Hema yang penuh suka cita.
Hanya satu detik tapi akibatnya sangat fatal.
"Albert Awas!" pekik Hema, albert sigap memutar Setir, tapi benturan keras tetap terjadi.

Ponsel terlepas dari genggaman Hema saat tubuhnya terlempar  ke depan lalu kembali terbanting ke belakang dengan kepala terlebih dahulu yang membuatnya langsung kehilangan kesadaran.
Sunyi begitu sunyi, perlahan terdengar suara Alfa yang memanggil-manggil nama Hema dari ponsel yang masih menyala.

"Hema! Hema! Ada apa?
HEMA!! JAWABLAH!" 
Teriak para Alfa berulang-ulang tapi tak kunjung mendapatkan jawaban.. Yang ada hanya kesunyian menakutkan yang membuat jantung mereka terasa menciut.

*******************************
(12102020) PYK.

(Repost) MEREKA SUAMIKU # 3Where stories live. Discover now