delapan

5.9K 1.3K 127
                                    

beberapa jam kemudian Mobil dengan Albert yang masih berada di dalam berlumuran darah, ditarik keluar dari dasar lembah yang tidak terlalu dalam.
Tapi tidak ada Hema di dalamnya.

Para Alfa langsung memgerumi mobil tersebut begitu diletakan di jalan.
Wajah mereka semua pucat pasi, mata mereka melihat setiap inci dalam mobil, berharap Hema tiba-tiba kelihatan.
"Albert! Mana Hema?" kalut mereka bertiga.
Sebenarnya mereka tahu Albert yang tak sadar kan diri takkan mendengar ataupun menjawab pertanyaan mereka.

Albert dibawa keluar dari dalam mobil yang bagian depannya tersebut hancur total.
Perut para Alfa seperti ditinju saat melihat darah yang membasahi pakaian Albert.
"Ya tuhan!" gumam Hali meringis sedangkan Lian dan Raha mengepalkan tangannya menahan sedih saat Ambulan langsung meluncur meninggalkan tempat tersebut begitu Albert dimasukan ke dalam.

Pikiran mereka semua tidak karuan.
Jika Albert separah ini bagaimana dengan Hema.
Apa dia terlempar ke luar mobil dan ada di dalam lembah yang penuh rumput kering itu.
Kalau dilihat dari atas tidak akan kelihatan.
Beberapa petugas sudah ada di bawah sana untuk mencari Hema.
Tapi para Alfa tidak bisa diam saja dan menunggu.

"Pinjamkan kami peralatan. Kami akan ikut mencari" kata Raha mendesak petugas Paja yang telah lama dikenalnya.

Petugas tersebut yang masih shock melihat komandannya saat berada di akademi terluka parah menatap Raha lelah.
"Jika aku menolak kalian mungkin akan tetap turun tanpa memakai peralatan"
Katanya memberi kode pada bawahannya agar membawakan alat yang diminta para Alfa.

Dengan tergesa-gesa para Alfa yang pucat itu memasang peralatan.
Mereka sudah ada di dasar lembah dalam beberapa saat saja.
Tanpa bicara mereka berpencar, mencari disetiap centi lembah, berharap menemukan Hema sang belahan jiwa.
Sayangnya sampai sore menjelang dan langit berwarna oren sosok Hema tidak juga ditemukan.
Para Alfa dibuat luluh lantak oleh perasaan hancur, sedih, cemas dan ketakutan.

Mereka naik, saat sibuk membuka peralatan dan mengembalikan pada para polisi, petugas Paja mendekat.
Dari raut wajah dan tatapan petugas tersebut, para Alfa tau ada kabar buruk yang akan disampaikan pada mereka.

"Ada apa?" sambut Raha yang sudah selesai membuka peralatan panjat dan menjatuhkannya begitu saja ke tanah, membuat kesal anggota saja.

Petugas Paja menggeleng.
"Aku tidak tau apa yang akan kutunjukkan pada kalian ini akan menghibur atau justru sebaliknyanya" katanya menatap mata Para Alfa yanh semuanya sudah berkumpul, satu persatu.

"Katakan saja! " geram Lian.
"Jangan membuang waktu"

Pak paja merogo ke dalam saku jasnya dan mengeluarkan sesuatu seperti selembar foto.
Kening para Alfa berkerut.
"Aku menemukan ini di dalam mobil, dibawah kursi belakang. Mungkin tempat di mana Hema duduk" katanya pelan.

Tangan Raha bergerak lebih cepat dari kilat, dia merampas foto tersebut.
Menatap gambar hitam putih tersebut sejenak, begitu dia tahu artinya Raha langsung tersungkur dan muntah-muntah.

"Apa?" seru Hali yang langsung merampas apa yang sedang Raha Lihat, begitu juga dengan Lian yang ikut melihag bersama Hali. Raha mengerang, menutup wajah dengan tapak tangan nya, entah karena muntah atau sedang menangis.
Hali dan Lian yang baru mengerti apa yang mereka lihat sama-sama terhuyung mundur, bersandar lemas ke mobil dengan wajah pucat dan mata menyorot hampa.

Tiba-tiba Raha melompat, mencengkeram kelepak jas petugas Paja.
"Temukan Hema. Cari dia!" geramnya merah padam.
"Atau kalian semua akan kubuat menyesal" desisnya.

Petugas paja menggangguk, tidak mencoba melawan.
Dia tahu apa yang sedang dirasa oleh para anggota keluarga yang baru saja kehilangan.
Lagipula jika dia juga bersikap kasar, ini hanya akan merepotkannya saja.
Keluarga Alfa terlalu berkuasa.
"Tentu saja Raha. Aku juga tahu tugasku.
Aku akan menemukan gadis ini tapi bukan dengan cara marah-marah. Kita harus berpikir dengan kepala dingin" janjinya menepuk bahu Raha.

Raha menghela napas, melepas petugas Paja, berbalik menatap adik-adik nya yang terlihat begitu hancur.
Tangan Hali yang menggenggam foto USG terlihat bergetar.
Raha mendekat, mengambil foto tersebut dan mengamatinya.
"Kembar?" katanya tersedak.

Lian mengangguk.
"Ya. Dan itulah kondisinya lemah belakangan ini" jawabnya.
"Andai saja aku bisa berpikir logis sedikit saja, mungkin tidak akan jadi begini" lirihnya menatap mobil hancur yang sedang disiapkan untuk diderek.

"Kemana dia?" bisik Hali menatap ke lembah.
"Aku sudah mencari, aku pastikan dia tidak ada di sana"

Raha mengangguk.
"Hema memang tidak ada di bawah sana. Kita sudah memastikannya"

"Aku rasa ada yang aneh dari kecelakaan ini?" sesak Lian yang dianggukan oleh kedua saudaranya.

Para Alfa menunggu di sana hingga tak ada lagi yang bisa mereka lakukan saat para petugas sendiri memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut sedangkan Hema ditetapkan sebagai orang hilang.

Mereka tidak kembali ke rumah, langsung ke rumah sakit untuk melihat kondisi Albert.
Perasaan bersalah pada pelayan tua itu menguasai hati mereka, karena pada kenyataannya mereka lebih mengkhawatirkan Hema hingga tidak langsung menjenguk Albert.

Dari balik kaca ruang ICU, mereka melihat Albert yang sudah menjalani operasi terbaring diam tak bergerak.
Berbagai slang dan jarum menusuk lengan dan dadanya yang kurus.
Tak ada satupun yanh bersuara, wajah mereka membayangkan kehancuran.
Hampir satu jam tapi tak ada yang bergerak meninggalkan tempat tersebut.
Mereka mungkin hanya menunggu diusir karena jam besuk yang sudah mau habis.

Ketika suara langkah mendekat dan ada tepukan ringan di punggung Raha, mereka bertiga menoleh dan menemukan Petugas Paja di sana.
"Bisa kita bicara di luar! " ajaknya pada para Alfa yang tanpa bertanya langsung mengikuti petugas tersebut.

Mereka duduk di bangku taman yang terletak dibagian belakang ICU.
Langit sudah menggelap. Anginya kuat dan dingin daun-daun berjatuhan, ditambah kilat samar yang muncul menembus awan.

"Dokter yang melakukan operasi pada Albert baru saja memberikan laporan padaku" mulai Petugas tersebut yang begitu gugup melihat kilat di mata Para Alfa hingga dia harus menelan ludah sebelum menyampaikan apa yang dia ketahui.
"Akibat kecelakaan Albert menderita patah tulang paha. Dan benturan di kepala"

"Bagaiamana bisa orang yang hanya patah tulang mengeluarkan darah sebanyak itu dan kini terbaring koma di dalam sana?" tunjuk Hali ke arah belakang dengan wajah merah padam.

Petugas Paja mengangguk.
"Itulah yang akan kusampaikan.
Karena masalah inilah, dokter belum menemui kalian. Dia harus melaporkan dulu padaku"

"Kalau begitu katakan saja. Jangan bertele-tele! " desis Lian.

Jadi hari ini ketiga para Alfa sudah bergantian membentaknya, bisik jengkel hati petugas Paja.

"Ditemukan tiga tembakan di dada Albert, Satu tembakan lagi di perutnya" umum Petugas yang tak mau lagi membuang waktu dan dibentak lagi.
"Setelah pahanya patah, Albert ditembak dari jarak dekat"

Hema!
Benak ketiga para Alfa langsung membayangkan sosok Hema yang ketakutan dan pasti menjerit saat itu.
Saat dia di tarik keluar dari mobil.
Atau mungkin saat itu Hema sendiri tidak sadar atau pingsan!

"Jadi ini bukan kecelakaan biasa?" tebak Raha dingin penuh amarah.
"Ada yang sengaja melakukannya.
Menembak Albert, mendorongnya ke lembah di jurang dan membawa pergi Hema.
Itulah sebabnya Hema tidak ditemukan" geram Raha penuh amarah dengan tangan terkepal.

"Itu juga yang aku simpulkan" angguk petugas Paja dengan tak berdaya melihat kilatan merah di mata para Alfa.

*******************************
(19102020) PYK.

(Repost) MEREKA SUAMIKU # 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang