Part 28.

11.8K 1.3K 310
                                    

Nggak apa, Iq. Aku tahu kamu. Lagipula, yang harus kamu jaga saat ini adalah perasaan istrimu, bukan aku.

***

Umi dan Ihsan kehilangan jejak. Menelepon Acha tak ada respon. Iqbal apalagi, ia sibuk memeluk Luli. Berbagai kekhawatiran melintas bergantian di benaknya. Mulutnya berkomat-kamit, merapal doa apa saja untuk kebaikan sang istri.

Acha, meski khawatir tapi ia tak terlihat panik. Dengan tenang ia membawa adik iparnya ke rumah sakit ibu dan anak terdekat. Ini sudah larut malam, ia berpikir, jikapun Luli hamil, rumah sakit ibu dan anak pasti memiliki dokter atau bidan jaga yang lebih kompeten menangani daripada di rumah sakit umum.

Iqbal menggendong Luli sampai di IGD. Belum lega, meski kesakitan Luli terlihat sudah mereda. Ia baru akan lega setelah mengetahui apa yang terjadi pada perempuan yang dicintainya.

Beruntung, seorang dokter kandungan baru usai melakukan operasi sectio caesarea, dan meski mungkin capek, ia tetap bersedia memeriksa Luli. Mungkin tak demikian jika bukan Acha sendiri yang bertemu dokter tersebut, yang tak lain adalah kakak iparnya alias kakak kandung Erik, suaminya. Sebuah kebetulan yang melegakan.

"Oh, jadi ini istrinya Iiq ya?" tanya dokter bernama Arika itu setelah memeriksa Luli.

"Iya, Kak. Eh, Dok. Ini istrinya Iiq, namanya Zulfa. Gimana istri saya, Dok? Apakah ada yang membahayakan?" Iqbal balik bertanya. Kesan panik masih tertangkap oleh lainnya.

"Insya Allah nggak apa-apa. Aman. Congrats ya, Iq. Keluarga Sudjana mau nambah anggota baru lagi ini."

"M-maksudnya?" Iqbal mendadak gugup.

"Ini Neng Zulfa hamil, tapi masih muda banget."

"Alhamdulillah, ya Allah. Alhamdulillah. Masya Allahu laa quwwata illa billah." Air mata Iqbal mengalir tanpa ia sadari. Dikecupnya kening Luli dengan bahagia yang tiada terkira.

"Terus itu kenapa sampai nge-flek, Kak? Sakit perut segala. Bukan pendarahan tapi ya?" Acha ikut bertanya. Ia tahu, kadang laki-laki tak paham apa yang harus ditanyakan untuk hal semacam ini. Apalagi adiknya baru saja lepas dari kekhawatiran akan keadaan istrinya.

"Nggak, Cha. Itu pendarahan implantasi, karena kulihat warna darahnya lebih ke merah muda gitu. Ya kadang ada kram, tapi cuma sebentar. Atau sakit perutnya bisa jadi karena pencernaan, karena bunyi perutnya waktu ditepuk tadi juga agak berbeda, kayak ada kembung gitu," jawab Dokter Arika.

"Sudah makan, Iq?" Ibu dokter bertanya lagi.

"Saya, Dok?"

"Nyonya dong, kamu mah makan nggak makan nggak ngaruh, Iq." Acha menahan tawa. Adiknya bisa ogeb juga.

"Oh, maaf, Dok. Kalau dia sih belum lama makan, Dok. Belum ada satu jam yang lalu. Tadi dia ngeluh lapar karena terakhir makan kalau nggak salah sebelum jam empat. Terus saya bikinin teh panas dan saya suapin. Habis dua piring dia. Kayaknya lapar banget."

"Oh, bisa jadi ini salah satu penyebabnya. Besok lagi jangan sampai perutnya kosong ya. Apalagi habis kosong langsung makan banyak, pencernaannya kaget. Ditambah minum teh dulu sebelum makan.

"Minum teh saat perut kosong, kafeinnya bisa mengganggu keseimbangan asam basa yang berefek mengganggu metabolisme. Ya seringnya sih baik-baik saja, tapi ini kan hamil muda, jadi kadang suka sensitif pada sesuatu yang biasanya nggak ngaruh apa-apa."

"Kalau pendarahannya, Dok?" Iqbal mengulang pertanyaan yang sudah diajukan kakaknya.

"Itu namanya pendarahan implantasi yaitu pendarahan yang terjadi di awal-awal kehamilan. Biasanya terjadi 7 sampai 14 hari setelah berhubungan suami istri. Ini terjadi karena proses penempelan atau melekatnya embrio pada dinding rahim.

Mendadak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang