Bab 5

17.5K 2.2K 120
                                    

Bab ini merupakan flashback dan potongan-potongan kejadian di masa yang berbeda. Karena satu bab utuh flashback jadi nggak mungkin aku miring-miringin tulisannya. Nanti kalian ikut miring, hehehe. Semoga bisa menjawab pertanyaan ada apa dengan Yudis dan Kinan di masa lalu.

Happy reading.

--------------------------------

"Yudis, bisa tolongin Bulik?"

Astuti, ibunda Kinan, muncul di halaman samping rumah Yudistira dengan wajah bingung. Belum lagi, Wisnu terus menangis dalam gendongannya.

"Ada apa, Bulik?" Yudis menghentikan sejenak pekerjaan memoles bodi motor dengan Kit agar mengkilap. Ibu sebelah rumah jelas butuh bantuannya.

"Kamu sedang libur sekolah tho? Bisa jemput Kinan di TK? Bapaknya mendadak ada rapat, sedangkan Bulik lagi repot banget sama adeknya Kinan. Wisnu habis imunisasi, badannya panas makanya rewel." Astuti menimang-nimang Wisnu, menepuk lembut bagian pantat bayi itu.

"Bisa, Bulik." Yudis mana tega melihat kerepotan yang dialami Astuti. Mumpung SMA-nya juga sedang libur persiapan ujian.  "Biar Yudis yang jemput Kinan. Jam berapa pulangnya?"

"Setengah jam lagi sekolahnya bubar. Makasih ya, Yud."

Taman Kanak-Kanak tempat Kinan bersekolah berjarak dua kilometer dari rumah. TK Serambi Bahagia, namanya. Para siswanya berasal dari lingkungan sekitar Pasrujambe saja karena sekolah ini masih baru sehingga belum terdengar gaungnya ke kecamatan lain.

Bel pulang sekolah berbunyi. Anak-anak keluar dari kelas masing-masing dalam barisan, dengan tangan memegang bahu kawan di depannya, sembari menyanyikan lagu. Kelas Kinan mendendangkan Naik Kereta Api. Ibu guru membimbing lagu sambil menghela murid-muridnya ke pintu gerbang, tempat para penjemput menunggu.

"Kinan," panggil Yudis yang menunggu di bawah pohon ketapang. Dia sengaja memisahkan diri dari ibu-ibu yang juga datang untuk menjemput putra-putri mereka, sekaligus bertukar gosip.

"Mas Yudis!" Kinan kecil menyerukan nama pemuda itu sambil berlari lalu menubruk kaki penjemputnya.

"Wow, jangan lari dong." Yudis berjongkok agar tinggi mereka sejajar.

"Kok Mas Yudis yang jemput Kinan? Bapak mana?"

"Bapak sedang rapat. Ibu sama Dedek Wisnu."

"Hehehe, nggak papa deh. Dijemput Mas Yudis juga asyik." Kinanti nyengir lebar.

"Mau beli jajan dulu?" tawar Yudistira. Rumah sebelah TK membuka sebuah warung kecil yang menjual aneka snack ringan dan permen.

"Nggak. Tadi Kinan dikasih permen sama Radya. Nih," tunjuk Kinan pada tiga butir permen Yuppy berwarna pink yang tersimpan di bagian depan tas Doraemon-nya. "Kata Radya, Kinan itu pacarnya. Makanya dikasih permen."

"Pacar?" Yudis terkejut dengan betapa majunya pikiran anak kecil zaman sekarang. Masa masih TK sudah paham istilah pacaran?

"Iya." Kinan mengangguk bersemangat. "Jadi pacar enak, ya. Bisa dapat permen terus."

"Nggak boleh, Kin. Kamu masih kecil, nggak boleh pacar-pacaran. Lagian kalau kebanyakan makan permen, gigimu bisa ompong kayak Mbah Uyut. Mau?" Yudis menakut-nakuti dan Kinan sontak menggeleng.

"Kamu juga nggak tahu tho pacar itu apa?" lanjut pemuda itu.

Kinan menggeleng lagi. "Apa, Mas?"

"Pacar itu orang yang kamu sayang, yang ingin kamu ajak menikah."

"Oh, jodoh," simpul Kinan teringat penjelasan Yudis minggu lalu. Dia coba membayangkan sosok Radya sebagai pangeran yang menikahi Cinderella. Tidak cocok. Radya gemuk dan pendek, sementara pangeran itu tinggi. Yudistira lebih cocok menjadi Pangeran.  "Berarti Kinan nggak bisa jadi pacar Radya. Kinan kan jodohnya Mas Yudis."

Cinta Tak TergantiWhere stories live. Discover now