Bab 5 : Jangan Galak Bos

24 13 1
                                    

Vita dan Bambang masih ada di pameran. Vita terus saja mendesak Bambang untuk memberitahu mengapa Grando pergi ke Candi tempat ia dimakamkan. Di dalam hati Vita, ia berpikir bahwa Grando sedang merasa depresi dan ingin bunuh diri sehingga Grando telah mempersiapkan makam untuknya sendiri. Namun Bambang segera mengklarifikasi.

"Eh, maksudnya itu candi tempat makam leluhurnya", tegas Bambang.
"Ohh, begitu ya soalnya tadi kamu bilang makamnya dia, aku jadi kaget", kata Vita.

Di tempat lain, Grando telah sampai di candi tempat ia dimakamkan. Disana ada beberapa orang yang menaruh sesaji dan dupa. Mereka sedang mendoakan patih Mahawira. Sepertinya Mahawira masih dicintai oleh orang – orang. Bagi para penduduk sekitar, Mahawira adalah patih yang sangat mereka agung – agungkan selama turun temurun.

Namun tidak ada satupun diantara mereka yang mengetahui bahwa Grando adalah Mahawira yang mendapatkan kehidupan abadi. Dan tidak ada juga yang mengetahui bahwa ia dibangkitkan kembali setelah kematiannya. Setelah orang – orang telah pergi, Grando menaruh sesaji, kemudian ia memercikan air suci dan memanjatkan doa. Ada seorang anak kecil memperhatikannya dari dekat. Kemudian Grando mengajaknya untuk bicara.

"Apa kamu kesini untuk mendoakan patih Mahawira juga?". Tanya Grando.
"HHmm,, sepertinya aku melihat banyak darah di tangan om". Ucap anak kecil itu.
"Masa sih? Sepertinya tangan aku bersih". Grando sambil melihat dan membolak balik telapak tangannya.
"Om pasti sedang mencari sesuatu yang pernah membuat tangan om terkena percikan darah orang lain kan?". Tanya Anak itu.

Tiba – tiba petir menyambar. Langit menjadi teduh. Grando mengamati anak kecil itu.

"Siapa kau? Apa kau mengenalku?". Tanya Grando.

Namun anak itu tidak menjawabnya, dan tiba – tiba anak itu pingsan. Ternyata anak kecil itu telah di rasuki oleh Dewa Langit.

"Sudah kuduga, itu pasti kau dewa langit". Kata Grando.

Grando mengantarkan anak itu kepada orang tuanya, lalu ia kembali mencari kerisnya di sekitar candi. Dan akhirnya ia menemukannya. Keris itu memberi banyak kenangan buruk baginya. Namun ia harus membawanya kembali demi menemukan reinkarnasinya Prabu Rumbaka. Setelah mendapatkan keris itu, ia kembali ke rumahnya.

Esoknya, Grando membawa keris itu ke kantornya. Ia mengelap keris yang sudah sangat berdebu itu. Tidak lama kemudian, Bambang dan Vita mengetuk pintu ruang kerja Grando. Mereka meminta izin agar bisa masuk ke ruangan Grando.

"Ya masuk". Ucap Grando.
"Anu Gusti". Kata Bambang.
"Anu apa Bambang?" Tanya Grando.

Vita mengira Bambang memanggil Grando dengan sebutan gusti karena ia sedang membuat kesalahan. Lalu Vita pun mengikuti Bambang yang memanggil Grando dengan sebutan gusti.

"Ini kesalahan hamba gusti, hamba terlalu ceroboh". Ucap Vita.
"Ehhh,,,,". Bambang menengok karena heran dengan gaya bahasa Vita.
"Tumben kau bicara sopan padaku". Ucap Grando.

Vita dan Bambang saling melirik seolah enggan memulai pembicaraan duluan.

"Terus kenapa ini hei? Pada kenapa sih, kok pada minta maaf?" Tanya  Grando.
"Anu Gusti, lukisannya tidak berhasil kami beli". Kata Bambang.
"APAAAAAAA?". Grando berteriak sambil menancapkan keris yang sedang ia pegang ke meja nya sendiri.

Disaat yang bersamaan terdengar suara petir saat Grando menancapkan keris itu. Vita dan Bambang ketakutan. Mereka berdua jonggok sambil menutup kuping. Grando mencabut keris yang ia tusukan ke mejanya, lalu ia meminta Vita untuk mendapatkan lukisan itu bagaimana pun caranya. Karena sedang ketakutan Vita langsung mengiakan perintah Grando. Grando meminta Vita keluar dari ruangannya dan mulai mencari lukisan itu. Vita keluar ruangan CEO dengan tangan yang gemetaran.

Bambang mengamati keris yang ada di tangan Grando. Beberapa waktu lalu Grando pernah menceritakan tentang keris yang ia gunakan untuk membunuh Raja Sunda. Juga membuat Putri Cendrawati menusuk dirinya sendiri.

"Apakah itu keris yang pernah bos ceritakan ke saya?" Tanya Bambang.
"Benar, meski umurnya sudah ratusan tahun keris ini masih tetap sakti". Jawab Grando.
"Wah keren juga ya". Puji Bambang.
"Sini kamu mau nyobain gak?" Tanya Grando
"Gimana caranya bos?" Tanya Bambang.
"Tusuk aja ke badan kamu". Jawab Grando.
"Aduh malah becanda nih si bos". Bambang langsung keringatan.

Bambang buru – buru keluar ruangan CEO karena ia takut ditusuk. Sementara Vita duduk di kursinya dengan tangan yang masih gemetaran. Teman sebelahnya yang bernama Christian menanyakan apakah dia baik – baik saja, tetapi Vita mengatakan bahwa dia baik – baik saja. Vita memikirkan bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan lukisan itu. Dan ia pun mengingat kalau lukisan itu dibeli oleh Agung, pengacara tampan yang ia temui dipameran. Kemudian Vita memiliki ide untuk meminta lukisan itu pada Agung. Ia berniat untuk mencari Agung.

Vita mencari tau alamat law firm milik Agung di Internet. Dan ketemu. Vita langsung menelpon kantor Agung dan meminta untuk bertemu. Awalnya Agung menolak dengan alasan ia sedang banyak kerjaan. Tetapi Vita terus memohon, karena Agung adalah pria yang baik hati akhirnya dia bersedia untuk bertemu dengan Vita. Tetapi ia meminta untuk bertemu di luar kantor saja. Dengan senang hati Vita menyetujuinya.

Waktu itu Agung sedang jenuh dengan pekerjaannya. Ia menuju pantry untuk membuat kopi. Di pantry ada beberapa pegawai wanita nya yang sedang menonton sinetron.

"Apa yang kalian tonton?" Tanya Agung.
"Eh, Pak Agung. Itu pak, sinetronnya Lisa, seru banget". Jawab salah satu pegawainya.
"Waduh, dia emang cantik banget ya, pantesan jadi artis". Kata pegawai yang lainnya.

Agung ikut memperhatikan wajah Lisa yang tampil di TV. Wajah Lisa memang terlihat sangat cantik bak putri raja. "Dia memang sangat cantik".  Ucap Agung di dalam hati. Ia terus saja tersenyum mengamati wajah Lisa. Sepertinya ia memang tertarik dengan artis sinetron itu. Tetapi saat ia memperhatikan wajah Lisa lebih dalam ia merasa sesak di dadanya. Entah apa yang terjadi, padahal Agung tidak punya penyakit yang mengganggu pernafasan. Karena begitu sesaknya ia menjatuhkan gelas yang sedang di pegang nya. Para Karyawan langsung kalang kabut. Kemudian Agung di papah 2 orang karyawan dan dibawa ke ruangannya.

Kondisi Agung sudah membaik. Sebelumnya Agung dan Vita berjanji untuk bertemu di sebuah café saat istirahat siang. Namun saat Vita keluar stasiun, hujan turun dengan derasnya. Karena sekarang sudah akhir tahun, hujan memang sering kali turun di negara tropis seperti Indonesia. Vita berlari ke sebuah halte bus dekat stasiun untuk berteduh. Melihat hujan turun begitu derasnya membuat Vita ingin merasakan air hujan yang sedang turun itu. Ia pun mengangkat tangan kanannya untuk menyentuh air hujan itu. Tidak disangka Agung juga sedang berdiri disampingnya dan menyentuh air hujan juga.

"Kadang hujan yang turun membuat kita rindu akan hadirnya seseorang, benar kan?". Agung menoleh ke arah Vita.

Vita terkejut karena ternyata Agung ada disampingnya dan sedang berteduh juga.

The Loneliest CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang