Part 6

64K 2.4K 109
                                    

Happy Reading!

Hanum mengelus perutnya yang kini sudah berusia enam bulan, sekitar 3 bulan lagi ia akan bertemu anaknya. Tapi rasa senang akan bertemu buah hatinya bercampur rasa sedih karena sikap Siv padanya. Pria itu sekarang sangat berbeda. Semakin besar usia kandungannya maka semakin jarang suaminya di rumah.

Seperti malam ini, hampir jam 11 malam dan Siv belum pulang juga. Padahal tadi pagi Hanum sudah berpesan agar suaminya pulang cepat.

Hanum mengusap matanya yang mengantuk lalu mengambil gelas teh yang masih sisa setengah. Kali ini ia tidak akan menyerah. Hanum tidak akan tidur sebelum suaminya datang.

Hampir saja mata Hanum terpejam namun suara deru mobil membangunkannya. Hanum menegakkan tubuhnya lalu dengan susah payah berdiri. Dengan perut yang sudah buncit tentu saja menyulitkan Hanum untuk bergerak. Hanum berjalan sambil menyangga pinggangnya yang terasa pegal.

Ceklek

"Siv_"

"Kenapa belum tidur?"

Pertanyaan datar suaminya membuat Hanum menelan perkataannya. Padahal ia ingin menyambut Siv seperti dulu dan seingat Hanum pria itu sangat menyukainya.

"Aku menunggumu." Ucap Hanum pelan membuat Siv menutup pintu sedikit kasar lalu menguncinya.

"Apa aku memintamu untuk menungguku?" Tanya Siv keras lalu menunjukkan jam tangannya."Ini sudah jam 12 dan tidak baik bagi ibu hamil tidak larut malam."

Hanum menunduk lalu berjalan menuju kamarnya yang kini sudah pindah ke lantai bawah.

"Apa aku masih istrimu Siv?" Tanya Hanum begitu Siv memasuki kamar.

"Apa maksud dari pertanyaanmu?" Tanya Siv kesal.

"Kenapa kamu sekarang berubah Siv? kau jarang ada di rumah bahkan selalu pulang larut." tanya Hanum membuat Siv berdecak.

"Mengertilah Hanum, aku seharian bekerja dan saat pulang kau malah mengajukam pertanyaan yang aneh." Ucap Siv lalu melangkah menuju kamar mandi.

Hanum menutup wajahnya lalu menangis terisak. Bukannya menjelaskan masalahnya, Siv malah memarahi dirinya. Padahal Hanum hanya membutuhkan perhatian Siv.

Hanum masih menangis saat Siv selesai mandi.

"Aku akan tidur di kamar atas." Ucap Siv setelah berpakaian.

"Apa kau tidak suka melihatku Siv? Apa kau tidak ingin melihatku lagi?" Tanya Hanum menghentikan langkah Siv yang ingin keluar.

"Berhentilah menanyakan sesuatu yang membuatku kesal." Ucap Siv datar lalu melanjutkan langkahnya keluar.

Hanum menatap pintu yang tertutup lalu turun dari tempat tidur. Ia sudah tidak tahan lagi. Jika pernikahannya tidak bisa dipertahankan maka ya sudah. Pria itu harusnya menceraikan dirinya dibanding bersikap cuek seperti itu.

Hanum sangat sadar bahwa yang bodoh adalah dirinya. Bisa-bisanya ia menerima lamaran pria itu hanya karena ia mirip dengan pria yang selalu muncul dimimpinya. Mimpi yang mungkin hanya bunga tidur tanpa makna. Tapi jika diingat-ingat mimpi itu memang terasa sangat jelas, pernikahan, kehamilan dan semua hal tak lazim yang terjadi.

Hanum memijat kepalanya lalu melangkah menuju lemari pakaian miliknya. Besok ia akan pulang ke rumah orang tuanya, entah Siv setuju atau tidak.

Selesai merapikan pakaian ke dalam koper, ia menyimpannya di dalam lemari. Hanum melirik jam di dinding lalu menghela napas. Sekarang kantuknya sudah hilang jadi lebih baik ia berjalan-jalan keluar mencari udara segar.

Hanum melangkah membuka pintu yang terhubung dengan taman. Dengan pencahayaan yang minim membuat tempat itu tampak menakutkan. Hanum berjalan menuju ayunan besi lalu duduk di sana.

Udara malam yang terasa sangat menusuk karena Hanum hanya memakai gaun hamil yang sangat tipis.

Tidak ada bintang yang terlihat malam ini, mungkin karena mau turun hujan. Hanum segera memasuki rumah lalu berjalan menuju kamarnya.

Pagi harinya, Hanum bangun lalu segera bersiap. Ia akan pergi menggunakan taksi karena jelas walau Siv memiliki banyak mobil tapi diirnya sama sekali tidak punya hak atas semua itu. Bahkan keluar rumah setelah menikahpun bisa dihitung dengan jari. Siv tidak pernah mengijinkannya pergi sendiri tanpa pria itu.

Tiba di ruang makan, Hanum segera duduk di tempatnya lalu memulai sarapan dengan tenang. Jelas ia tak ingin Siv curiga karena Hanum tak ingin rencananya untuk pulang gagal.

"Kau juga harus makan sayuran, lihat! kau tampak sangat kurus." Ucap Siv membuat Hanum mendengus dalam hati. Memang apa peduli pria itu.

"Hanum_" Panggil Siv membuat Hanum menoleh.

Siv tersenyum lalu menggenggam jemari Hanum."Maaf." Ucap Siv membuat Hanum terdiam sesaat kemudian melanjutkan makan.

"Aku benar-benar minta maaf, sayang. Ada sedikit masalah di kantor jadi aku harus menyelesaikannya." ucap Siv membuat Hanum tampak tertarik.

"Benarkah? Masalah apa?" Tanya Hanum. Karena jika suaminya jujur maka Hanum bisa saja memaafkannya.

"Ada beberapa proyek yang berantakan dan membuat perusahaan mengalami kerugian." Jelas Siv membuat Hanum menatap suaminya dengan pandangan bersalah.

"Kau pasti sangat bekerja keras kan? Kenapa tidak cerita saja Siv, kalau tahu, aku tidak mungkin bersikap menyebalkan." Ucap Hanum lirih.

Siv menggeleng."Aku tidak ingin kau khawatir, apalagi dalam keadaanmu yang sedang hamil." ucap Siv membuat Hanum menghela napas.

"Maafkan aku Siv." Ucap Hanum lalu berdiri memeluk tubuh Siv yang masih duduk.

'Mungkin aku yang terlalu sensetif.' Batin Hanum.

-Bersambung-

Hanum Pregnancy (Season 2)Where stories live. Discover now