Satu

8.9K 803 12
                                    

Dengan menggigiti kuku jempol tangannya, Helen berjalan mondar-mandir di ruang loker tempat dia biasa berganti pakaian. Dia belum sempat berdandan dan mengganti pakaiannya, dia begitu gugup dan kehilangan akal sehat ketika tadi ia datang dan mendapatkan pesan bahwa ada seorang tamu VVIP yang ingin ditemani olehnya.

Tidak tanggung-tanggung, tamu itu sengaja menyewa satu klub ini khusus untuknya. Managernya tadi memberitahu dengan wajah yang berbinar, Helen tau jumlah uang yang dikeluarkan oleh lelaki itu tidak sedikit.

Tapi Helen merasa ada yang tidak beres. Dia pasti sedang menghadapi masalah, hatinya mengatakan bahwa dia tengah berhadapan dengan Cipto. Dan Helen tidak mau kembali berurusan dengan Cipto, sudah cukup rasanya. Kemarin malam adalah terakhir kalinya dia bertemu dengan Cipto.

Kemarin, setelah menjalankan tugasnya sebagai wanita yang dibayar untuk melayani nafsu Cipto, dia langsung merasa menyesal. Helen tau seharusnya ketika melihat Cipto yang membukakan pintu kamar hotel itu untuknya, dia seharusnya langsung lari saja. Kabur. Lalu dia akan mengembalikan uang yang telah diterimanya. Seharusnya dia melakukan itu.

Tapi kenapa dia dengan bodohnya malah masuk dan menghibur Cipto disana. Helen hanya bisa memukul kepalanya dan mengatai dirinya bodoh sepanjang hari.

Hingga tadi diperjalanan menuju klub dia masih sibuk merutuki dirinya dan kebodohannya. Dia benar-benar dalam masalah. Helen yakin Cipto mendatanginya hanya untuk menginjak-injak harga dirinya yang Helen rasa sudah tidak bersisa lagi.

"Len, dipanggil  bos. Tamu nya sudah nunggu." Ujar salah seorang 'Angel'.

Helen merasa makin tidak karuan. Keringat dingin mengalir dari pelipisnya, tangannya juga sangat dingin. Dia tidak ingin menemui tamunya.

"Tolong bilang, aku lagi sakit." Helen berusaha mengelak. "Diganti sama yang lain saja."

Temannya itu mengerutkan kening, dia terlihat heran. "Dia maunya ditemani kamu."

"Bilang saja aku sakit." Ulang Helen dengan nada memohon.

Akhirnya wanita itu keluar walaupun dengan wajah kebingungan. Sementara Helen langsung menyambar tasnya. Dia bergegas pergi dari klub itu, Helen tidak mau berurusan dengan Cipto lagi.

Dia yakin yang menunggunya adalah Cipto, feeling nya tidak salah. Helen keluar dari arah pintu karyawan yang berada di belakang klub. Dia harus segera meninggalkan tempat ini.

"Kemana mbak Helen?" Tanya seorang penjaga yang tengah duduk sambil merokok.

"Pulang pak, saya nggak enak badan."

"Oalah.. Hati-hati ya mbak."

Helen hanya tersenyum dan segera masuk kedalam mobilnya miliknya. Jantungnya berdegup sangat kencang, keringat dingin membasahi tubuhnya . Dia berulang kali menarik dan menghembuskan nafas pelan untuk menenangkan dirinya.

Helen tidak peduli jika setelah ini manager klub itu akan memecatnya. Dia juga tidak berminat untuk bekerja disini lagi. Ia akan mencari pekerjaan lain, atau pergi sejauh mungkin dari jangkauan Cipto.

Ponsel Helen berkali-kali berbunyi. Panggilan dari beberapa teman dan manajer klub, sengaja Helen abaikan. Dia akan segera mengundurkan diri dari klub itu. Helen akan mencari pekerjaan lain.

Helen tiba di rumah kontrakannya, segera dia masuk dan mengunci pintu. Tanpa menunggu lama, Helen segera membuka lemari dan mengeluarkan koper miliknya. Dia bergegas memasukkan pakaiannya kedalam koper. Helen harus segera pindah ketempat lain. Besok pagi dia akan menghubungi orang yang akan membantu mengangkat barang-barangnya.

Ini semua Helen lakukan untuk tetap hidup tenang. Karena dia tau jika kembali menyentuh hidup seorang Cipto hanya akan menyengsarakan dirinya.

Hinaan, cacian dan kata-kata buruk sedari dulu telah bergelayut menghiasi hari-harinya selama menjadi kekasih Cipto. Mungkin dulu Helen terlalu terlena dengan cintanya pada Cipto hingga mengabaikan rasa sakit atas setiap perkataan kasar yang didengarnya, tapi sekarang dia sudah paham bahwa hatinya juga harus dijaga. Dia hanya ingin hidup tenang.

Hidupnya selama sembilan tahun ini memang tidak selalu menyenangkan. Dia rapuh dan hancur ketika kehilangan Hilda. Dia merasa kesepian hidup sebatang kara tanpa kedua orang tua dan adiknya, tapi disaat yang bersamaan dia juga merasa tenang karena tidak ada lagi orang-orang yang melemparkan cacian padanya hanya karena dia menjadi kekasih dari anak seorang yang terpandang.

Dan Helen hanya menginginkan ketenangan di hidupnya. Hanya itu yang diinginkannya saat ini.

***

Semua cerita versi lengkap sudah bisa di baca di Karyakarsa ya pembacaku tersayang😍😍😍

https://karyakarsa.com/Itsmetata10

Eternal Love - Helen & CiptoWhere stories live. Discover now