Berani mencoba

18 16 11
                                    

Surya POV.

Sore tadi, Alif berpamitan kepada kami, katanya dia akan merantau mengikuti orang tuanya ke Kalimantan, kami juga kurang tahu apa alasan Alif hingga membuat keputusan tersebut.

Dan di saat Bengkel telah mulai sepi, kepergian Alif sangat terasa, terutama karena tak ada lagi orang yang bisa di ganggu.

"Uya, gimana hubungan kamu sama Nindi?" tanya Hilmi.

"Sebatas teman!" jawabku singkat.

"Teman, apa teman? Kok lengket amat kayak permen karet?" cetus Raihan.

"Teman! Kalian mah gak percaya mulu!" teriakku.

"Haha,  si Uya bisa ngamuk juga kayak si Alif!" ujar Jidan.

"Ngomong-ngomong, Alif gak pernah bilang apa-apa gitu sama kalian?" tanya Raihan.

"Bentar, waktu itu, Alif nitip surat buat Naisya, ya udah aku kasih, tapi pas pulang kuliah, Naisya bilang, kalo beneran laki-laki Alif harus datang ke rumah Naisya!" jelasku.

"Terus Alif di kasih tahu gak?" tanya Jidan.

"Iya, dong, pasti aku kasih tahu!" jawabku.

"Naisya itu baru saja sakit hati, karena waktu itu pacarnya selingkuh! Dan aku dengar sejak saat itu, ayahnya gak ngizinin dia pacaran, sebelum ketemu sama Ayah Naisya!" jelas Hilmi.

"Kita doain aja lah, yang baik buat Alif, apapun yang ia cita-citakan," jelas Jidan.

"Jidan tumben pemikiran kamu jernih!" cetus Hilmi.

"Emangnya air minum jernih?" tanya Jidan.

"Benar juga, apa yang di katakan Jidan, kita sepatutnya mendoakan, alasan apapun yang membuat Alif pergi, jika itu hal baik, semoga di lancarkan Aamiin!" sambung Raihan.

Tiba-tiba Nindi mengirim pesan via whatsapp.

"Assalamualaikum, Uya, besok bisa jemput aku ke rumah gak?" tanya Nindi.

"Boleh, memang aku juga udah ada niatan mau datang ke rumah kamu!" balasku.

"Ya udah besok aku tunggu di rumah!" balas Nindi.

"Ya udah, kamu sekarang tidur ya!" jawabku.

"Uya, fokus amat, lagi chating an sama siapa?" tegur Jidan.

"Sama siapa lagi kalo bukan, sama Nindi!" jawab Hilmi.

"Waktu itu aja, gak suka tomboy lah, bar-bar lah, blablabla... Eh sekarang aja, giliran udah hijrah, pake kerudung, langsung klepek-klepek, dasar Tokek!" dengus Raihan.

Tiba-tiba di saat Hilmi mengambil nafas untuk berbicara, aku segera menegurnya. "Apa, mau komplen juga?! Kalian gak bisa lihat orang lain senang!"

"Justru kami dukung, apalagi, kalo sampai nikah!" jawab Jidan.

"Sa ae, buntut kuda!" cetusku.

Malam ini aku pulang sangat larut, karena terlalu asyik berkumpul seraya bercerita dengan teman-teman!

Namun, ketika aku sampai di rumah, dan memarkirkan motorku, aku lihat, Aksa sedang duduk tenang, dengan melihat berbagai bintang.

Sebagai kakak yang baik, aku ingin mengganggu ketenangannya itu.

"Bintang itu jangan cuma di perhatikan, tapi gapailah, minimal satu tapi pasti, bukannya banyak tapi ingkar janji!" cetusku.

ISTIQLAL [istiqomah sampai halal]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang