3 Hours, I See Another Shape of You (1)

792 142 12
                                    

Tubuhnya lelah, begitu pula pikiran dan hatinya. Namun, kedua matanya tak kunjung tertutup. Dia tidak merasa terganggu dengan posisi tidur rekan sekamarnya. Lelaki di seberangnya itu tidur tertelungkup dengan dua bantal menutup kedua telinganya. Tsukishima sampai-sampai merasa khawatir kalau-kalau lelaki itu kehabisan nafasdalam tidurnya.

Hening, selama lebih dari 1 jam ia terjaga setelah menghabiskan waktu menonton film lawas dengan durasi dua jam lebih itu. Jujur saja, itu adalah dua jam paling menyiksa di hidupnya. Bukan karena alur cerita dari si film, melainkan mendengarkan ocehan bodoh yang mengisi setiap sudut ruangan ini. 

Suara itu terlalu menyakitkan untuk di dengar olehnya. Membayangkan sosok sahabat kecilnya yang berada di posisi Kuroo saat ini adalah khayalan yang menuntunnya ke jurang kegilaan. Panggilan bodoh seperti Tsukki membuat matanya panas. Dia tidak pernah tahu jika kehilangan akan semenyesakkan ini.

Wajar saja jika ia masih terngiang-ngiang dengan sosok sang sahabat kecil. Kenangan bertahun-tahun tidak akan hilang dalam hitungan minggu. Meskipun ia ingin, tetapi ia sadar bahwa kenangan bukanlah sesuatu yang harus ia buang. Sepahit dan semenyakitkan apapun itu, ia harus bisa hidup berdampingan dengannya. Karena itu adalah tanda bahwa kau menerima kehadiran orang yang memberikan kenangan untukmu.

Semakin larut malam, salju kembali turun dengan deras. Mata Tsukishima mengintip dari kejauhan, potret salju yang seolah di terjun ke atas tanah. Ia ragu apa kereta bisa kembali beroperasi pada jadwal yang seharusnya.

Bunyi ponsel Kuroo membuyarkan lamunan Tsukishima. Ponsel yang disimpan diatas meja kecil diantara kasur Kuroo dan miliknya menyala terang. Pada awalnya ia tidak tertarik dengan siapa orang bodoh yang mengirim pesan selarut ini. Tetapi karena bunyinya terus menerus terdengar, dengan kesal ia menatap layar ponsel itu.

Kuroo, kulihat di televisi terjadi badai salju. Benar?

Kau membawa jaket musim dinginmu?

Sial Kuroo, jaketmu ada di lemari. Kau bodoh?

Kuroo, kau sudah tidur?

Sudah! Ingin sekali Tsukishima menjawab pesan terakhir itu sembari teriak dan melempar ponsel milik Kuroo ke tembok. Terlalu larut untuk mengkhawatirkan orang yang sedari tadi tertidur dengan posisi anehnya.

Tetapi jika dilihat dari kondisi saat ini, mungkin besok pagi salju setinggi betis orang dewasa akan menumpuk di pinggir jalan. Ditambah suhu mungkin akan semakin menurun. Tsukishima melirik ke arah jaket olahraga berwarna merah yang di tergantung di dekat pintu masuk. Kuroo bisa mati rasa jika berjalan dengan jaket setipis itu.

Mungkin lebih baik Tsukishima membawa Kuroo ke toko loak besok. Disana mungkin ada beberapa jaket tebal dengan harga cukup miring. Setidaknya dapat dipakai disaat darurat seperti ini. Atau apapun yang dapat menghangatkan tubuh jangkung Kuroo. 

Ha? Kenapa aku harus sibuk mengurusinya?

Tsukishima menggelengkan kepalanya berkali-kali. Ia merebahkan tubuhnya dan menyelimuti dirinya hingga dada. Kacamata yang ia kenakan dilepas perlahan dan di simpan di meja kecil. Dahinya mengerut tanpa sadar, matanya menatap heran ke arah langit-langit kamar. Ada yang aneh tentang dia. 

Mungkin tentang cara ia memandang Kuroo.

***

"Kenma! Aku aman disini, aku sekarang ada di hotel dan aku tidak kedinginan. Berhenti khawatir dan tidurlah!"

Suara tinggi Kuroo membangunkan Tsukishima. Tubuhnya menggeliat dan menatap ke arah Kuroo yang duduk di pinggiran kasur, menghadap ke arahnya. Rambut yang awalnya turun menutupi wajahnya, kini sudah kembali mencuat ke atas.

Sadar bahwa ia sedang ditatap, Kuroo mengangkat kepalanya dan menatap Tsukishima yang memasang wajah mengantuknya. Senyum kecilnya melengkung. Entah Tsukishima sadar atau tidak, tetapi tanpa kacamata iris cantik berwarna coklat keemasan miliknya semakin menarik untuk ditelisik.

"Aku membangunkanmu?" tanya Kuroo lembut.

Tsukishima mengangguk singkat. "Siapa?" tanyanya dengan suara parau khas bangun tidur.

"Temanku dari Tokyo," Kuroo menyimpan kembali ponselnya dan berjalan mendekati Tsukishima. Berjongkok di hadapannya, sampai muka keduanya saling berhadapan. 

Tsukishima baru tersadar bahwa jaraknya dan Kuroo sangat dekat. Itu dikarenakan jarak pandang Tsukishima yang buruk jika tanpa kacamata. Dan sekarang ia bisa melihat wajah Kuroo dengan jelas. Sangat jelas. Sampai ia bisa menyadari bahwa mata Kuroo seperti mata kucing.

"Tidurlah, masih terlalu pagi untuk bangun," tangan Kuroo mengusap kepala Tsukishima singkat. Lalu berjalan menjauh, kembali ke tempat tidur miliknya. "Lagipula kereta belum kembali beroperasi, badai membuatnya semakin parah."

Tsukishima yang awalnya berniat kembali tidur, terpaksa membuang niat indahnya itu. Baik dada ataupun perutnya terasa tidak nyaman. Entah apa penyebabnya, tetapi usapan Kuroo masih menyisakan rasa menggelitik pada kepalanya. 

"Kenapa? Kau tidak bisa tidur?" tanya Kuroo yang menyadari Tsukishima masih membuka matanya lebar. Lebih lebar dari sebelumnya.

"Tentu saja. Salahmu yang berteriak," oceh Tsukishima berusaha menenangkan dirinya sendiri.

"Maaf, maaf, temanku memang sedikit berlebihan," jawab Kuroo sembari terkekeh pelan. "Kau mau tidur denganku? Aku jamin kau akan tidur dalam hitungan detik."

Wajah Tsukishima memanas. Sementara kedua telapak tangannya terasa dingin dan hampir mati rasa. Susah payah ia mempertahankan ekspresi datarnya, meskipun di perutnya terasa puluhan kupu-kupu mengepakkan sayap mereka. Satu yang ia harapkan, semoga saja ekspresi yang ia tunjukkan tidak akan membuatnya merasa malu dikemudian hari.

Melihat itu Kuroo tersenyum kecil dan menundukkan kepalanya. Tidak ia sangka ternyata orang seperti Tsukishima memiliki perasaan yang mudah terinterupsi. Jika boleh ia jujur maka sikap Tsukishima yang seperti ini sangat Kuroo suka. 

Ketika Tsukishima menunjukan ekspresinya. Jujur kepada perasaannya dan tidak terlihat seperti seorang remaja yang mencoba terlihat dewasa sebelum waktunya, membuat Kuroo teringat dengan sosok perempuan yang membuatnya hancur seperti sekarang. Sikap terbukanya dan juga rasa acuh yang tinggi, membuat Kuroo semakin jatuh kedalam pesona si perempuan itu semakin dalam. Mungkin itulah sebabnya Kuroo merasa tertarik dengan Tsukishima sejak pertama kali mereka berbicara.

Kuroo mencuri pandang ke arah Tsukishima yang sekarang sudah membelakanginya. Ia tidak yakin apakah lelaki dengan rambut pirang itu sudah tertidur atau belum. Dia mengalihkan pandangnya menuju jendela yang tertutup tirai. Salju sudah tidak terlalu deras turun dan mungkin akan berhenti ketika pagi datang.

"Tsukishima-san, pagi nanti ajak aku keliling ya."

Sontak Tsukishima terkejut. Dia memegangi dadanya dan merasakan bahwa jantungnya memompa dengan cepat. Ia sendiri kebingungan dengan sikapnya yang seperti ini. Apa karena dia melihat sosok Kuroo adalah pengganti dari Yamaguchi atau bukan, yang jelas terlalu banyak kemiripan antara mereka berdua sampai-sampai Tsukishima dengan mudahnya terjatuh dalam kebahagiaan semu ini.

***

Sekali lagi maaf karena gak konsisten UP

Terima kasih yang udah mau aja nungguin penulis yang gak konsisten ini hehehe

Saran dan Kritiknya ditunggu banget loh

Makasih buat para pembaca dan para apresiator lainnya. Dukungan kalian memang booster banget

About Last Night (KuroTsuki Haikyuu Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang