Kado Yang Terbuang

772 68 2
                                    

Pesta telah lama usai, rumah itu telah gelap karena orang-orang tengah tertidur lelap. Hanya Rivan yang tak dapat memejamkan matanya.
Kepergian Ridwan yang begitu saja tanpa sempat menjabat tangannya benar-benar membuat Rivan heran.

Rivan masih terduduk di meja yang di duduki Ridwan ketika datang tadi.

Tangannya meraih ponsel dan mencoba menelpon Ridwan, namun nomor itu tidak aktif. Rivan bangkit dari meja itu lalu melangkah lesu keluar halaman mencari angin, berjalan-jalan seperti orang kebingungan padahal jam telah menunjukkan pukul 2 dinihari. Lampu yang dipasang diluar pagar menjadi penerang di jalan gelap itu.
Ketika tengah berdiri terbengong di sana, ekor mata Rivan memandang sesuatu yang berkilat dari atas rumput dan semak belukar.
Rivan mendekati benda berkilat itu.

"Sebuah kado?" Ucap Rivan keheranan.

Diambilnya kado berbungkus lucu itu, begitu melihat nama pemberi kado itu kaget lah Rivan.
"Kado Ridwan? Ya Tuhan, kenapa dia membuangnya?"

Rivan dengan tangan bergetar menggenggam kado itu, lalu sambil berlari dia masuk ke rumah, menuju kamar lalu menguncinya, lampu kamar tidur dinyalakannya. Tampak di kamar itu menumouk pulahan kado yang belum sempat dibuka. Namun kado dari Ridwan yang terbuang itu cepat disobeknya, ada rasa tak tega, karena bungkus kado itu benar-benar unik dan lucu, ditempeli origami hewan-hewan lucu, ada kupu-kupu, ikan, pinguin dan katak. Namun karena penasaran terpaksa dia merobek bungkus kado yang lucu itu.

Isi kado itu sesuatu yang sederhana. Hanya sebuah Buku notes, berkulit tebal.
Namun begitu dibuka oleh Rivan isinya benar-benar luar biasa, ada beberapa halaman yang ditempeli kirigami, juga banyak puisi di sana, sekali baca saja Rivan tau puisi-puisi itu karangan Ridwan, ada juga cerpen tentang persahabatan mereka juga lukisan mereka yang dibuat versi imut dan chubby. Rivan tersenyum membolak-balik halaman buku itu hingga selesai. Begitu selesai, diciuminya buku itu berulang kali, lalu di peluknya.

"Makasih Duan, ini kado terkeren yang pernah ku terima, benar-benar penuh kesan, lucu, imut menyenangkan, sekaligus mengharukan. Tapi kenapa Wan? kenpa kado sebaik ini kau buang dihalaman? Apa salahku Wan?"

Rivan terus bertanya-tanya hingga tertidur dengan sendirinya sambil memeluk hadiah dari Ridwan.
***

Pesta ulang tahun malam tadi kembali menjadi pembicaraan keluarga itu di meja sarapan pagi.

"Sepertinya Rivan cocok juga jadi penyanyi ya Pa?" Mama membuka bicara.

"Terserah Rivan Ma, mau jadi apa?" Sahut suaminya sambil menyuapkan nasi goreng.

Kakek dan nenek tetap tenang menyantap menu itu, sebagai orang tua yang tinggal di desa mereka memang menganut paham tak boleh bicara ketika makan.
Rivan juga diam karena hatinya masih memikirkan Ridwan.

"Van kok diem aja sih?" Tanya Cindy yang duduk di samping Mama.

"Tentu saja Rivan diam, dia malu!" Celetuk Papa lagi.

Mama langsung menginjak kaki Papa karena sudah mulai bisa menebak kemana pembicaraan ini akan dibawa. Dia bermaksud agar Papa tidak lanjut bicara.

"Malu kenapa Om?" Tanya Cindy polos. Mama langsung mendelik, karena usahanya mendiamkan papa gagal karena Cindy sendiri yang justru mengundang dan memancing Papa bicara.

"Malu kau peluk-peluk di depan teman-temannya"
"Kenapa? kan biasa sih seperti itu"
"Tidak Cin, ini kampung. Bagi orang kampung hal seperti tidak biasa. Om sendiri tadi malam malu, karena teman-teman om di sini menyindir Om"

Cindy terdiam kikuk.

"Sudah lah Pa, omongan orang tak usah didengar. Lagian mereka masih ABG jadi wajar kalau berlebihan, Papa kayak gak pernah muda aja" bela Mama.

"Ketika Papa masih muda Papa hanya tau memegang cangkul dan sabit" Ucap Papa lebih keras.

"Sudah-sudah, jangan diributkan. Nanti sarapan ini jadi tak enak" Nenek melerai pula.

Namun Rivan sudah keburu kehilangan selera, maka tanpa tunggu lebih lama, cepat dia meninggalkan meja itu. Menuju kamar, menyambar hoodie  dan kunci KLX nya, tanpa pamit dia langsung kabur pergi. Terdengar suara KLX nya dipacu diluar.

"Tuh gara-gara Papa" Sindir Mama.
Namun Papa nya cuma diam dan cuek.
***

FOREVER [SELESAI]Where stories live. Discover now