Makan Malam

1.1K 72 0
                                    

Malam ini Kiya dan Kafka saling membantu untuk menyiapkan makan malam mereka berdua. Mereka sengaja melakukan ini semua agar mereka lebih dekat, berhubung kedua orangtua mereka juga diluar negeri. Jadi mereka berdua juga harus saling melengkapi disini, hubungan mereka harus selalu terjalin baik-baik saja.

Sambil menata makanan di atas meja, Kiya bertanya pada abangnya itu. "Bang, akhir-akhir ini abang kayaknya sibuk banget. Emang di kantor lagi banyak kerjaan?"

Kafka menghela nafas panjang dengan pertanyaan adiknya itu. "Yah begitulah, sebagai bawahan kita bisa apa? Cuman ngerjain apa yang diperintahkan bos aja kan?"

Hari-hari yang mereka lalui, mereka memang selalu seperti ini. Saling perduli satu sama lain, dan juga sebenarnya mereka tak menyewa pembantu. Jadi rumah sebesar ini hannya dihuni mereka berdua. Hanya ada satpam yang memang selalu menjaga rumah mereka, itupun rumahnya tak jauh dari rumah mereka. sedangkan untuk membersihkan rumah, biasanya mereka saling bahu untuk itu. Atau memang dalam seminggu, ada sehari waktunya mereka memanggil tukang bersih rumah, yang tak lain dan tak bukan adalah istri dari satpam rumah mereka. jadi memang tak setiap hari, toh rasanya rumah juga tak kotor. Mereka berdua memang lebih suka begini, tak banyak yang mencampuri urusan mereka dalam hal apapun. Itu sebabnya juga, rumah mereka sering digunakan sebagai tempat kumpul bagi teman mereka masing-masing, selain tempatnya nyaman, tak ada orang lain yang bisa membuat mereka sungkan.

"Kayaknya udah siap ini, kita bisa makan sekarang." Kafka memberitahu adiknya jika persiapan makan malam sudah selesai. Dan ini waktunya untuk makan malam.

Akhirnya mereka makan dengan diam. Hannya ada suara sendok dan garpu yang saling beradu dengan piring disana.

"Dek, gak ada gitu yang pengen kamu ceritain sama abang?" Kafka memulai pembicaraan setelah mereka menyelesaikan acara makan malam itu.

"Gak ada lah, justru aku yang seharusnya nanya kaya gitu, ada yang yang abang mau ceritain sama aku? Bang, abang belom pengen nikah apa? Kerjaan juga udah mapan, umur udah pas, mau nunggu apa lagi coba?" Kiya menanyakan hal yang wajar, namun sepertinya sensitive untuk Kafka, bisa dilihat dari wajahnya yang langsung berubah.

"Kak Eva katanya belum siap. Abang udah ada niat mau ngajak dia lebih serius lagi, cuman dia masih mau fokus sama kerjaan kata dia." Kafka menjawab apa adannya pertanyaan adiknya itu.

"Tapi hubungan abang sama kak Eva baik-baik aja kan?" Yah gitu lah, baik sih, cuman kita emang akhir-akhir ini jarang punya waktu bareng. Saling sibuk masing-masing."

"Seharusnya abang harus bisa ngeyakini kak Eva untuk segera nikah. Kalian kan pacaran udah lama, jadi apa yang mau ditunggu lagi? Kalo masalah karir, setelah menikah itu masih bisa kalo mau berkarir. Tinggal kesepakatan bersama aja." Jika sudah seperti ini, terasa Kiya yang menjadi kakak sekarang. Ia memberitahu abangnya itu seperti sudah berpengalaman sekali.

"Kamu sendiri gimana? Udah bisa move on sama Adit?" Kafka kembali menanyakan hal yang sama dengan Kiya. Tampaknya pembahasan mereka mala mini memang tentang cinta.

"Bang, itu udah sangat lama. Tentu aku udah bisa lupa sama dia, lagian juga itu adalah satu hal yang paling aku sesali dalam hidup aku. Aku terlalu berharap jika sosok Dilan itu ada di dunia nyata, padahal itu cuman film buatan manusia." Kiya berkata seperti itu sambil membodohi dirinya sendiri, bisa-bisanya dulu ia begitu bodoh.

"Jadiin aja itu sebagai pelajaran Kiy. Lagian ya, kalo emang kamu udah move on, masa sampe sekarang kamu belom punya pacar sih? Gak laku?"

"Bang, dengan kejadian itu aku jadi sadar, kalo sebuah hubungan itu sebenarnya gak bisa cuman main-main aja. Maksudnya gimana ya, yah... intinya harus di liat baik-baik lah. Gak kaya aku dulu, sekarang aku mau fokus dengan yang aku jalani aja. Lagian kan aku sekarang itu masih muda, umur aku belum genap 20 tahun kan, jadi masih jauh lah. Dulu juga, itu semua terjadi mungkin salah satuannya juga karena umur aku memang yang masih terlalu kecil. Semua itu kan ada waktunya, ntar kalo udah waktunya, pasti juga bakalan datang sendiri." Sesuatu yang ia katakan sekarang tak sepenuhnya salah, tapi juga apa yang ia katakan sekarang itu membuktikan bahwa dia memang benar-benar belajar dari kesalahan yang pernah ia lakukan.

"Hebat deh ya adik abang sekarang. Omongannya mantep banget lah pokoknya. Ya terserah kamu aja sih ya, yang penting ini semua bikin kamu happy. Kalo ada apa-apa jangan pernah sembunyikan dari abang. Kita ini sodara, jadi jangan ada yang ditutup-tutupi."

"Iya bang iya, jadi sayang deh sama abang." Kiya lantas berdiri dari duudknya itu menghampiri abangnya lalu memeluknya.

"Kamu masih aja manja kaya gini ya Kiy? Tapi abang seneng kok. Tetep kaya gini, kita harus tetap kompak kaya gini. Mama sama papa nitipin kamu sama abang, jadi jangan sampe abang disalahin lagi seperti kejadian dulu itu." Kafka berkata seperti itu sambil mengelus lembut rambut adiknya.

...

Di perjalanan menuju kelas, Kiya bertemu dengan Zafran yang sepertinya akan mengajar di kelas biasa. Saat berpapasan Kiya hanya menundukan kepalannya sedikit tanda hormat tanpa mengatakan sepatah katapun. Begitupun dengan Zafran, yang hanya berlalu begitu saja.

"Lah San mau kemana? Baru aja aku datang." Kiya sampai di depan kelas tapi ia justru melihat teman-temannya itu berhamburan kemana-mana.

"Telat Kiy, dosen gak masuk hari ini. Jadi ya anak-anak pada mau balik lah. Lagian tumben banget tu ibu gak masuk tapi gak ngasih tugas yang ribet. Kesenengan tuh anak-anak padamau langsung pulang katannya." Santi menjelaskan pada Kiya apa yang sebenarnya terjadi.

"Oh gitu? Ayudah kalo gitu aku mau jalan-jalan aja deh. Yuk San? Kita ke mall, udah lama tau gak kesana?" Kiya mengajak Santi untuk refreshing, rasannya udah lama juga ia tak melakukan hal itu.

"Yakin mau jalan-jalan? Apa kamu mau ke took buku aja? Kamuu kan kebiasaan kaya gitu." Santi tampak tak bersemangat dengan ajakan Kiya saat ini.

"Ya iya juga sih, yakin gak mau?" Kiya kembali bertannya pada Santi prihal tawarannya.

"Gak deh Kiy, aku balik aja lah. Kayaknya juga aku lebih milih tidur deh buat hari ini. Gatau kenapa tapi rasannya capek aja gitu." Santi tumben sekali menolak, hari ini ia memang tak tampak sedang dalam kondisi baik.

"Kamu sakit San? Gak semangat gitu sih? Kalo gamau ya gak masalah sih."

"Iya, gak ikut Kiy, lagian aku gak kenapa-napa kok. Cuman lagi mau istirahat aja. Lagi banyak pikiran nih, mana tugas aku banyak yang belum selesai. Kamu tau sendiri aku kana da mata kuliah tambahan gara-gara yang dulu itu?" Santi tampak semakin lesu membayangkan tugas-tugasya itu yang menumpuk belum terjamah.

"Yada deh kalo gitu, kalo kamu gamau aku berangkat sendiri aja lah. Tapi San, kalo kamu sakit kabarin aku ya? Kamu sendiri kan yang bilang gak boleh ada yang disembuyiin diantara kita."

"Iya Kiy iya, gih sana berangkat. Kayaknya anak-anak juga lagi banyak yang mau nongkrong tapi gatau mau kemana." Santi lantas memberitau Kia jika teman-teman yang lain pun berencana ingin nongkrong, karena jarang-jarang mereka mendapatkan waktu free seperti ini.

Akhirnnya Kiya berangkat seorang diri menuju tempat yang akan ia tuju. Tempat pertama tentu saja took buku, namun selanjutnya entahlah belum terpikirkan olehnya. Tapi ia ingin hari ini menghabiskan waktunya seorang diri, untuk melakukan apapun atas kehendaknya sendiri.

...

@ Nurhidayah202
Follow Ig author.👆

DOSEN IDOLA (END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang