sedikit lupa

913 65 1
                                    

Sesampainya di rumah, Kiya langsung menuju kamar kebesarannya itu. Rumah masih sepi, itu artinya abangnya itu pasti juga belum pulang. Kiya memejamkan matanya sejenak, semenjak ia kembali lagi ke Indonesia dan bertemu dengan dosen menyebalkan itu, rasanya ketenangannya memang selalu di usik.

Ia menggulingkan badannya kesana kemari sampai tak sengaja kakinya itu menendang meja di bawah kakinya yang menyebabkan beberapa barang jatuh dari sana. Lantas Kiya segera memungut semua barang yang jatuh itu, salah satunya ada novel yang masih dalam bungkus, dalam artian belum sempat di bacanya.

Ananta, itu yang pertama dilihatnya di cover novel itu. Melihat novel itu, ia jadi ingat dengan Ridho yang menghadiahkan novel itu padanya. Mungkin dengan membaca novel ini resahku perlahan bisa menghilang. Begitulah pikir Kiya.

Kiya membuka buku itu, hal pertama yang ia lihat adalah, siapa penulis novel ini. Namun ia tak menemukanya, karena sang penulis menggunakan nama pena. Yaitu Pria di Ujung Waktu.

Tak banyak berpikir tentang siapa penulis novel itu, Kiya mulai membuka lembar demi lembar yang selalu membuat penasaran. Menurutnya, kisah yang di tulis ini sangat unik, membuat kita semakin penasaran apakah pada akhirnya mereka bersama atau tidak.

Sebuah cerita tentang pria yang mengagumi seorang wanita yang selalu datang ke toko buku miliknya. Namun pria itu hanya memendam, hingga pada akhirnya mereka bisa berteman. Mereka cukup akrab, meski sang wanita tak tau sama sekali jika pria itu menyukainya. Yang ia tau, jika pria itu memang selalu baik padanya. Bahkan ia hanya berpikir, pria itu baik hanya karena ia adalah langganan tetap di tokonya ini.

Kiya hanyut dalam tulisan di lembar demi lembar dalam novel itu. Bahkan ia sampai tak sadar jika di luar sudah hujan sekarang, langit juga sudah mulai gelap pertanda malam sudah tiba.

Bahkan ia tak tau bahwa banyak teman-teman sekelasnya tengah menghubunginya sekarang. Ia sudah melupakan bahwa sebelum ini, ia barus saja selesai dari masalah yang sangat besar. Ia meninggalkan pertanyaan besar pada teman-temannya.

...

"Sumpah ya, gue pengen ngumpat rasanya. Sampe jam segini lo si Kiya itu gak bisa di hubungi juga. Dia kan bisa tinggal bilang aja gitu gimana nasib nilai kita, gak ngilang gini." Dimas sedari tadi masih gelisah, tak ayal juga dengan teman-teman yang lainnya.

Karena sekarang mereka sedang berada di café hanya sekedar menunggu kabar dari Kiya saja. Sudah ada berbagai mimik kesal yang mereka tunjukan, dan bisa di jamin jika Kiya muncul di tengah-tengah mereka semua sekarang pasti ia sudah di maki habis-habisan dengan mereka semua.

Evan mengerti kegelisahan teman-temannya, namun ia juga mengerti apa yang Kiya rasakan. Entah kenapa, feeling-nya mengatakan jika semuanya itu baik-baik saja. Karena muka pak Zafran tadi juga saat keluar sepertinya juga biasa saja. Kiya juga saat pertama keluar, mukanya itu biasa saja. Ia hanya mengira, jika Kiya masih butuh ketenangan sekarang, sampai ia bisa menceritakan segalanya.

"Guys, ini kan udah mau malem ni, gimana kalo kita pada pulang aja dulu. Gue yakin lah, nanti kalo Kiya udah tenang, Kiya juga pasti ngabarin kita kok. Percaya sama gue, nilai kita pasti baik-baik aja kok." Evan berusaha lagi menenangkan teman-temannya meski sudah berulang kali ia lakukan namun selalu gagal.

"Ngomong enak aja Van, lagian kita semua maunya ya baik-baik aja lah. Cuman ya gimana, sampe sekarang itu kita belum dapat kabar apa-apa."

"Ok gini deh, sekarang kalian pulang dulu. Gue akan ke rumah Kiya buat nanyain sama dia apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana juga nasib nilai kita semua."

"Nah gitu kek dari tadi, kenapa gak kepikiran juga sih buat kerumah Kiya? Ok deh gue balik, tapi cepet kabarin ya biar hati gue cepet tenang atau kalo kaget, kaget aja sekalian. Gak di gantungin kaya gini." Siska beranjak dari duduknya diikuti beberapa anak lainya dengan gerakan lesu. Evan sangat tau, sebenarnya mereka itu sudah lelah, namun hati mereka belum bisa tenang. Karena citra juga dong jika kelas internasional ngulang sekelas.

Satu persatu mereka pergi meninggalkan café, begitu juga Evan yang langsung meluncur pergi ke rumah Kiya. Evan sebenarnya juga dari tadi mencari keberadaan Santi, wanita itu seperti menghilang di tengah kepanikan bersama.

Bel berkali-kali Evan tekan, namun tak kunjung juga ada balasan dari sang pemilik rumah. Rumah juga terlihat sangat sepi, bahkan lampu pun tak di hidupkan. Namun Evan yakin jika Kiya pasti ada di dalam sana. Di telfon pun percuma, karena sudah berkali-kali tak kunjung juga ada jawaban.

Evan sudah ingin pergi sebelum sebuah mobil yang datang menahan langkah kakinya.

"Evan? Kenapa?" Kafka turun langsung bertanya pada Evan takut-takut terjadi sesuatu dengan adiknya itu.

"Eh bang, ini aku nyari Kiya tapi kayaknya dia gak ada di rumah ya? Soalnya rumah juga gelap gini." Evan jujur menjawab, semoga juga Kafka bisa membantunya bertemu Kiya.

"Masa sih dia gak ada di rumah? Biasanya hari jum'at gini dia udah ada di rumah kok jam segini. Mungkin dia tidur sampai gak denger bel, lampu juga lupa di hidupkan. Bentar ya," Kafka coba membuka pintu dan menghidupkan semua lampu. Tak lupa juga ia mempersilahkan Evan menunggu di ruang tamu.

Ternyata benar dugaanya, Kiya sudah tertidur sambil memeluk novel Ananta. Pantas saja lampu rumah, bel, suara telfon sekalipun tak di hiraukanya.

"Dek, dek bangun. Udah malam ini, kebiasaan kamu ya baca novel sampe ketiduran gini." Kafka coba membangunkan Kiya dengan mencubit pipi tembemnya itu.

"Bentar bang, 5 menit lagi deh ya. Aku lagi mimpi indah ini."

"Heh mandi sana gih, terus makan. Kamu pasti kelaamaan baca novel ini sampe ketiduran gini." Kafka menarik tangan Kiya agar bangun dari tidurnya itu. "Dek bangun, kamu di cariin Evan itu di bawah."

Kiya mengerjap-ngerjapkan matanya, "Evan? Ngapain dia kesini?"

"Ya mana abang tau lah, abang belum sempat nanya, soalnya abang juga baru pulang ini. Kamu tuh, di rumah tapi udah malam gini lampu semua masih mati, di telfon juga gak di angkat, Evan beberapa kali mencet bel juga gak denger. Dasar kebo ya kamu emang."

"Namanya juga orang tidur, ya mana denger lah bang."

"Yaudah mandi sana, terus temuin Evan di bawah. Kayaknya ada hal penting tu, sampe muka dia lusuh banget gitu. Kamu gak lagi punya masalah kan?"

Mendengar kata masalah, ia lantas teringat lagi dengan sesuatu yang beberapa saat ini ia lupakaan. Ia baru ingat jika masih menggantukan teman-temannya itu dalam kecemasan. Evan datang kesini pasti ingin menanyakan tugas itu.

"Astaga bang, Kiya baru ingat sesuatu." Kiya menepok jidatnya sendiri lantas berlari keluar. Tujuanya saat ini adalah untuk menemui Evan, pertama kali yang harus ia lakukan tentu saja minta maaf.

"Kamu__?"

...

Rabu, 2 Desember 2020
Update lagi nih, gimana?

...

Jangan lupa tinggalin jejak vote and coment nya ya.

DOSEN IDOLA (END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang