karena cinta

686 53 1
                                    

Hari ini Kiya ada janji dengan Zafran. Setelah selesai perkuliahan maka ia harus segera menemui Zafran di ruangannya. Meski Kiya sudah memberitahu jika hari ini jadwalnya sedikit padat, namun Zafran tetap tak ingin membatalkan janji itu ataupun meng-cancel di hari lain. Padahal Kiya juga tak tau ada apa lagi ini, yang ia tau Zafran hanya mengajaknya bertemu.

Akhir-akhir ini kuliah memang sedang sibuk-sibuknya. Karena sebentar lagi akan ujian akhir, maka dosen yang selama ini sering tidak masuk, sedang heboh-hebohnya kejar target. Pertemuan pun semakin banyak, belum lagi tugas yang semakin tak ada ampun.

Benar-benar seakan dosen itu maha segalanya. Mahasiswa bisa apa selain hanya harus mengikuti saja intruksi yang diberikan. Seakan semua dosen itu memang janjian untuk memberi tugas bersamaan, hanya agar mahasiswanya itu kewalahan. Memang mental juga yang paling banyak di uji ketika kita menjadi seorang mahasiwa.

Seketika Kiya jadi berpikir, jika ia benar-benar dengan Zafran, maka apa yang akan terjadi? Harus bertemu sosok dosen itu dalam waktu 24 jam sehari. Memang tiada hari tanpa bertemu dosen. Kiya jadi senyum-senyum sendiri membayangkan itu, seperti judul FTV saja, dosenku adalah suamiku.

tak di sangka, pikirannya sudah sejauh ini. Apa itu artinya Kiya sudah yakin dengan Zafran? Apa benar-benar Zafran sudah mampu membuat keraguannya selama ini menjadi sebuah kepercayaan yang besar?

"Gila' sih ini capek banget. Emang jadi dosen itu enak aja ya, nyiksa secara gak langsung gini. Beneran nyesel aku dulu selalu bilang pengen jadi mahasiswa. Kalo aku tau bakalan sesulit ini." Santi mengangkat kedua tangannya ke atas, meregangkan otot-ototnya yang sudah kaku sejak tadi. Benar-benar 4 jam tiada henti berada di kelas yang cukup membosankan.

Sambil mengemasi barang-barangnya, Kiya berujar. "Sabar aja San, ya mau gimana lagi selain kita hanya harus menjalani aja? Toh mau kita ngeluh segimanapun, ujung-ujungnya kita tetap mampu kan menyelesaikan semuanya? Apalagi kalo udah mepet deadline, selalu ada jalan ninja tu kalo udah kaya gitu."

Benar juga apa kata Kiya. Selama ini para mahasiswa memang banyak mengeluh capek, mengumpat juga apapun itu. Cuman pada akhirnya, mereka tetap bisa menyelesaikan itu semua. The power of deadline emang jitu sih.

"Lah mau kemana Kiy?" Santi yang melihat Kiya sudah rapi dan bersiap pergi itupun heran. Biasanya ia akan bermalas-malasan dulu di kelas jika sudah seperti ini, karena selanjutnya ia pasti akan lembur jika sudah pulang ke rumah dengan tugas yang tiada ampun ini.

"Ada janji sama pak Zafran."

Santi terdiam, ia melihat ke sisi kirinya namun sudah tak ada Evan di sana. Memang semenjak saat itu, Evan lebih memilih jaga jarak. Mungkin ingin meyakinkan dan menenangkan hatinya sendiri, jika apa yang ia inginkan memang tak bisa ia dapatkan.

"San aku duluan ya." Kiya menepuk singkat bahu Santi sebelum berlalu pergi.

Santi sendiri lagi, ia merasa teman-temannya telah berubah. Hanya karena satu hal, dan sekarang ia lebih sering ditinggal sendiri seperti ini. Kenapa jika membahas masalah cinta, memang tak ada titik baiknya.

...

"Permisi mas." Ucap Kiya karena sebelumnya ia memang dipesan langsung masuk saja tanpa mengetuk terlebih dahulu. Ia kini juga sudah mengubah panggilannya jika hanya ada mereka berdua saja. Sejak beberapa hari yang lalu, tepatnya setelah kejadian di toko buku, Kiya memang sudah mulai mengubah panggilannya itu.

Zafran tersenyum melihat kehadiran Kiya yang mungkin memang sudah di natikanya sejak tadi.

Zafran membuka kacamata yang di pakainya, dan entah kenapa, itu membuat ketampananya sedikit bertambah. Karena rasanya, dalam gaya apapun, Zafran memang selalu terlihat tampan.

Sedari tadi ia juga tengah fokus menatap layar laptopnya, entah apa juga yang tengah ia lakukan. Namun dengan kehadiran kiya, Zafran segera menyudahi itu semua dan mempersilahkan Kiya untuk duduk.

"Duduk dulu Kiy." Ucapnya singkat.

Kiya mengikuti perintah itu dan langsung duduk pada kursi di hadapan Zafran. Sedikit kasar mendudukkan bokongnya juga menghembuskan napasnya pelan, pertanda ia memang sedang lelah sekarang.

"Kenapa? Capek ya pasti? Banyak tugas?" Zafran yang mengerti itu langsung berdiri dari duduknya dan menghampiri Kiya.

Kiya hanya mengaguk menjawab pertanyaan itu.

"Udah jangan pasang muka gitu deh. Kita kerjain bareng gimana? Saya bantuin deh, janji." Ucap Zafran sambil memberikan jari kelingkingnya.

Ekspresi Kiya seketika berubah. Ia berbinar mendengar ucapan itu. "Yakin mas? Tapi__ tapi kan mas katanya mau ngajak apa itu? Oiya mas mau ketemu mau ngapain?" Kiya belepotan sendiri dengan kata-katanya.

"Uh kalo ngomong kenapa sambil mikir gitu sih?" Zafran mengacak rambut Kiya geram. "Saya jadi makin sayang sama kamu."

Kiya terbelalak dengan tingkah dosennya ini. "Mas kenapa sih? Aneh banget tau."

"Gak ada, saya cuman makin sayang aja sama kamu. Oiya saya sengaja ngajak kamu ketemu emang buat bantuin kamu negerjain tugas. Saya sudah tau kalau kamu bakalan dapat tugas yang bertumpuk gini."

Kiya bahagai, tentu saja bahagia. Zafran sudah memikirkan hal ini dari kemarin. Zafran sangat memikirkan dirinya. Seketika ia meralat khayalanya yang di kelas tadi, bahwa 24 dalam sehari selau bersama Zafran rasanya tak apa jika sikapnya selalu semanis ini.

"Yaudah yuk kita berangkat." Zafran beralih mengambil barang-barangnya. Tak banyak, hanya jaket yang tergantung dan kunci mobil yang berada di atas meja.

"Kemana mas?" Tanya Kiya yang masih belum paham-paham juga dengan Zafran yang selalu main teka-teki seperti ini.

"KUA mau?" Zafran malah balik bertanya bukanya menjawab pertanyaan itu.

"Serius mas, ini mau kemana? Tugas Kiya deadline nya besok loh ini. Ya mana bisa kalo kita main-main gini." Kiya masih menatap Zafran butuh jawaban. Dengan asiknya Zafran tak merasa bersalah, ia masih mengemasi barang-barangnya di atas meja.

"Tuh, kamu aja minta di seriusin. Yakin udah siap?" Zafran mengedipkan matanya singkat.

"Gak lucu, bercandanya itu gak lucu." Kiya kesal karena merasa dipermainkan sedari tadi.

"Iya, iya, kita bakalan pulang ke rumah kamu sekarang. Kan katanya mau di bantuin ngerjain tugas. Jadi gak di bantuinya?" Zafran sok-sok memberikan tawaran, padahal jikapun tidak di izinkan, ia pasti akan tetap pergi ke sana. Karena demi momen sederhana ini, ia sudah lembur dari tadi malam hingga beberapa menit barusan untuk mengerjakan tugasnya sendiri.

"Jadi lah jadi. Cuman kenapa di rumah? Maksudnya, bang Kafka?" Tanya Kiya tak enak. Sebenanya ia juga tak tau pasti, apakah hubungan abangnya dan dosennya ini sudah baik-baik saja. Apakah sejauh ini Kafka juga sudah benar-benar percaya dengan Zafran?

"Udah jangan di pikirin. Lagian dia juga kok yang nyuruh kita di rumah. Yaudah ayo, daripada banyak waktu yang terbuang hanya karena kamu melongo seperti ini." Zafran menarik Kiya dari duduknya, mengambil alih tas wanita itu. Dan menggandeng tangannya seolah tak ingin lepas.

Ini sudah sore, kampus juga mungkin sudah sepi. Terebih mereka melewai koridor khusus dosen, jadi tak khawatir jika akanbertemu orang lain.

Kiya menikmati saja hal seperti ini. Ia selalu berharap dalam hatinya, jika ini bukan mimpi. Jika ini adalah kebahagiaan yang nyata.

...
21 Desember 2020
Update lagi nih
....
Jangan lupa jejak vote and coment nya ya

DOSEN IDOLA (END)✅Où les histoires vivent. Découvrez maintenant