38

135 32 0
                                    

Angin malam berhembus kencang, dingin sekali sampai Jinri harus memeluk diri. Padahal ia sudah mengenakan jaket tebal dan membawa hot pack pada kedua kantongnya. Tentu saja Jinri tidak keluar rumah tanpa alasan. Di malam yang sudah larut ini ia mendapatkan panggilan dari Vernon yang memintanya bertemu di taman dekat apartemennya. Hal gila yang disungguhi Jinri karena Vernon mengancam tidak akan pulang sebelum menemuinya. Untung saja ia belum tidur, kalau sudah tidur entah apa yang akan dilakukan Vernon.

"Kenapa kau ke sini?" Tanya Jinri heran sembari duduk di besi sekitar ayunan, bersebelahan dengan Vernon yang juga tengah memeluk diri, menghalau rasa dingin yang menusuk tulang.

"Kau pacaran sama Kak Woozi?"

Jinri terdiam. Pertanyaan Vernon tanpa kata pengantar, tanpa aba-aba. Langsung ke inti sampai ia tidak berani menatap langsung ke pria yang sejak kemarin mengaku menyukainya itu.

"Benar, kan?"

"Siapa yang memberitahumu?"

"Kenapa harus dia?" Cecar Vernon yang menatapnya tidak percaya, seakan ia baru saja dikhianati. Padahal Jinri tidak punya salah apa-apa. Dari awal Jinri sudah menolak perasaannya, tapi Vernon tetap keras kepala menginginkannya.

"Apa aku harus memberitahukan alasannya kepadamu? Jangan kekanak-kanakan, Vernon. Perasaan bukan hal yang bisa kau paksa atau pastikan akan berlabuh ke mana."

"Aku menyukaimu lebih dulu, Kak."

"Bukan tentang siapa yang lebih dulu atau pun yang tercepat, Vernon." Jinri mendesah, ia memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening. "Kau datang ke sini hanya untuk membicarakan ini?"

"Eung..."

"Vernon,"

"Kak," Vernon menatap tepat ke arah matanya, tajam sekali seakan bisa menghunus ulu jantungnya. Jinri jadi gelagapan, ia tidak pernah melihat Vernon semenyeramkan itu. "Kalau aku yang melakukan proyek itu bersamamu, apakah perasaanmu akan berlabuh kepadaku? Bukan kepada Kak Woozi, kan?"

Ada jeda panjang antara keduanya meski mata mereka saling bertatapan. Jinri lelah sekali membicarakan soal proyek. Ia sudah muak dan enggan membicarakan hal yang sudah usai itu. Sudah cukup soal Ayahnya yang selalu misuh-misuh menyalahkan keputusannya bekerjasama dengan Woozi, kini Vernon juga ikut menyalahkannya.

"Vernon, kau tahu kenapa aku tidak akan bisa menerimamu?"

Vernon menaikkan kedua alis, ia penasaran dengan jawaban perempuan yang tengah berdiri di sampingnya itu, bersidekap dengan tatapan mata yang tajam. 

"Karena kau tidak jauh berbeda dengan Ayahku. Sikapmu yang terus memaksaku membuatku muak. Berhentilah... perasaanmu terasa palsu untukku." 

~~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~~

Woozi mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia baru saja tidur 30 menit yang lalu di studio sebelum Scoups menelpon, memberitahu kalau Vernon tengah berada di kawasan Universitas Hongik. Pria itu minta ditemani karena anggota Seventeen lainnya susah dibangunkan, tentu saja Scoups tidak ingin memberitahu manager atau ia akan kena getahnya, dimarahi karena kesalahan salah satu anggota termuda di Seventeen--Vernon.

"Dia ngapain malam-malam?" Tanya Woozi sembari bersandar di kursi penumpang di samping Scoups yang tengah mengendarai mobil.

"Jalan-jalan, katanya."

"Gila."

"Gila sekali sampai aku ingin menyumpahinya." Ujar Scoups penuh penekanan, Woozi menyeringai. Ketua grupnya itu memang gampang emosi--dan kalau ia berada di posisinya, mungkin ia juga akan bersumpah serapah. 

Bagaimana bisa Vernon keluar malam-malam, tertinggal bus dan kereta terakhir di Universitas Hongik yang jaraknya cukup jauh dari apartemen mereka, lalu membangunkan abang-abangnya untuk minta dijemput di kala besok mereka masih punya jadwal yang padat dalam rangka promosi album terbaru?

"Tunggu, Universitas Hongik..." Dahi Woozi mengernyit.

"Kenapa?"

"Dia tidak mungkin mendatangi Jinri, kan?"

"Lah? Memangnya untuk apa? Jinri si Gum itu? Dia tinggal di kawasan itu?" Scoups menyerubutnya dengan tanya. Woozi mulai berprasangka buruk, ia segera meraih ponsel, menelpon Jinri.

"Untuk apa anak itu mengunjungi Jinri? Bukannya kalian yang pacaran?"

Woozi berbalik menatap Scoups tidak percaya, ia pikir hubungannya dengan Jinri hanya diketahui orang-orang radio saja, ternyata sudah tersebar sejauh itu. Ia segera mengangkat tangan, meminta Scoups untuk berhenti bertanya karena sambungan teleponnya terangkat.

"Jinri?"

~~~

Jantung Jinri berdegup kencang. Baru beberapa menit yang lalu ia bertemu dengan Vernon di taman dekat gedung apartemennya, kini ia ditelepon oleh Woozi, malam-malam. Padahal ia pikir Woozi sudah beristirahat mengingat sebentar pagi hingga sore jadwalnya terlampaui padat. Tidak mungkin juga Woozi sengaja menghubunginya, membiarkan waktu tidurnya lewat begitu saja. Sangat tidak mungkin karena itu Woozi.

"Jinri?"

"Y-ya... Kau tidak tidur?"

"Apa Vernon baru saja menemuimu?"

Kaki Jinri lemas sekali, segera ia duduk di pinggir kasur, mencoba mengelak tetapi ia tidak bisa. Berbohong bukanlah keahliannya, Ayahnya saja sampai marah berkali-kali karena dirinya ketahuan aktif membuat lagu sebagai Gum di Soundcloud.

"Vernon baru saja menemuimu, kan?" Suara Woozi terdengar cukup tajam kali ini. Jinri segera menganggukkan kepala. Ia berdehem sebagai jawaban tanya itu.

"Dia ke apartemenmu?"

"Tidak. Kami hanya bertemu di taman dekat gedung apartemenku."

"Apa yang kalian bicarakan?"

"Sesuatu." Jinri menggigit bibir bawahnya. "Tolong, jangan marahi Vernon."

~~~

"Sesuatu." Jinri menjawab pertanyaan Woozi cepat. "Tolong, jangan marahi Vernon."

"Tidak bisa begitu." Kata Woozi emosi. Kantuknya tiba-tiba hilang, kini tubuhnya menegak di kursi dan Scoups heran melihatnya seperti itu. 

"Kau harus bilang padaku. Bagaimana bisa aku tidak memarahi kalian? Kau pacarku, Jinri? Apakah masuk akal aku tidak marah mengetahui kalian bertemu diam-diam berdua di malam hari!?"

"M-maaf." Jinri berkata lirih dan Woozi makin frustasi.

"Apa aku harus menemuimu sekarang juga agar kau bisa jelaskan padaku secara empat mata?" Woozi bertanya lagi. Kesabarannya sudah habis. Padahal mereka baru saja memulai hubungan, tapi masalah datang begitu cepat seakan tidak memberinya waktu untuk menikmati apa yang baru mereka mulai.

"Vernon bertanya padaku, mengapa aku menolak perasaannya dan menerimamu, Woozi. Apakah aku harus memberitahu hal itu!? Jangan marahi Vernon, suasana hatinya sedang tidak bagus karenaku. Anggap tidak terjadi apa-apa, aku tidak ingin membuat hubungan kalian memburuk karenaku."

"Bag--"

Belum sempat Woozi menyelesaikan kalimatnya, Jinri sudah memutuskan hubungan telepon mereka. Hati Woozi memburuk. Ia melempar ponsel di atas dashboard, membuat Scoups memekik terkejut.

 "Yaa! Dashboard-ku!!"

High Rises [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang