Tiga Puluh Tiga

572 47 12
                                    

Kantia's POV

Sudah tiga hari semenjak Gusna pergi menemui ibunya, sekarang ia berubah menjadi pribadi yang pemurung. Pola makannya berantakan, dan seringkali insomnia. Aku cukup khawatir dengan hal itu, bahkan kemarin sewaktu latihan basket Gusna sangat tidak fokus dan beberapa kali mendapat teguran.

Aku belum mengetahui dengan pasti apa yang terjadi dengan dirinya karena ia memilih untuk bungkam, tetapi aku yakin apa yang ibu Gusna sampaikan kepadanya bukanlah perihal baik. Tiga hari lalu ia pulang ke rumah dengan keadaan yang berantakan, pucat pasi dengan mata yang sembab. Belum juga aku sempat menanyainya, ia langsung merangkul tubuhku, mendekapku dengan sedemikian eratnya.

Ia tidak makan, padahal sebelum berangkat bertemu ibunya ia mengeluh lapar. Tanpa berucap apapun setelah merangkul tubuhku sekitar tiga menit lamanya, ia lalu bergegas menuju kamar mencoba memejamkan matanya. Padahal aku tahu, dia sama sekali belum merasakan kantuk atau hal semacamnya. Ketika aku terbangun tengah malam, Gusna tidak ada di sampingku. Aku mendapatinya tengah duduk melamun di atas loteng dengan earphone yang terpasang di kedua telinganya.

Aku memaksanya untuk kembali ke kamar, tanpa penolakan atau apa ia hanya mengangguk lalu kembali meringkuk di atas kasur. Aku memeluk tubuhnya, lalu mencoba kembali mengajukan pertanyaan sama yang aku katakan padanya tepat ketika ia pulang dengan keadaan pucat pasi. Ia hanya menggeleng pelan sambil menghela napas "aku bakal bilang kalau aku udah siap" jawabnya. Aku hanya mengangguk dan mencoba menerima keputusannya.

Hari ini aku mendapat panggilan dari kakakku, ia bilang bahwa bapak ingin bertemu denganku. Bel istirahat sudah berbunyi, aku mencari Gusna di taman dan aku menemukannya tengah duduk sambil menyantap makan siang yang aku buat untuknya pagi ini.

"Gus?" panggilku, ia menoleh lalu menepuk kursi di sampingnya "sini duduk" titahnya langsung aku turuti begitu saja.

"mana makan siang kamu?" tanyanya.

Aku menepuk kepalaku "ah iya, ketinggalan di kelas aku lupa" ia lalu menyimpan tempat makannya "aku ambilin dulu, kamu simpen di mana?"

"a-aku simpen di kolong meja" jawabku " tunggu ya" Gusna langsung bergegas menuju kelasku, tidak butuh waktu lama ia langsung kembali dengan kotak makanku dan satu botol penuh air mineral.

"thank you so much" ucapku mengambil bekal makan siangku dari tangannya "sama-sama" Gusna lalu tersenyum, ah bahagia sekali ketika mengetahui senyuman mempesonanya telah kembali.

Tiba-tiba aku teringat ucap kakakku beberapa waktu lalu di telepon "Ah iya Gus, kamu bisa bantu aku gak?"

Gusna menoleh "Bantu apa?"

"Sepulang sekolah anter aku ketemu sama bapak ya, bisa?" Gusna tiba-tiba saja menghentikan sarapannya.

"kenapa Gus?" tanyaku, dan ia menatapku.

"Aku merasa syok, aku malu ketemu bapak kamu. Aku takut ditanyai macem-macem" jawabnya.

Aku tertawa mendengar jawabnnya "memangnya bapak aku jaksa?! Kamu cukup anter aku aja dan duduk manis di ruang tamu"

Gusna menggeleng "gak bisa kayak gitu. Kamu bisa bayangin kan betapa syoknya aku ketika harus bertemu orang tua dari orang yang..." Gusna menghentikan kalimatnya lalu menoleh ke setiap penjuru seperti takut ada orang yang mendengar percakapan kami.

Ia sedikit mencodongkan tubuhnya kea rah telingaku "aku cintai" bisiknya. Tawaku semakin mengkekeh, sedangkan dia cemberut melihat responku.

"gak akan apa-apa, kecuali bapak tau kalau kita..." aku melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan olehnya, mencondongkan tubuhku ke arah telinga Gusna "pacaran" bisikku.

The Time [GirlxGirl] (Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang