Pagana

30 6 2
                                    

Kami pindahan dari luar kota. Sudah tiga hari tinggal di kampung ini. Disini nyaman, apalagi tiap malam terdengar alunan biola dari seorang misterius.

Pagi ini, Mama beli teh di warkop dekat rumah. Berhubung teh di rumah habis. Aku ikut, karena setelah itu kami pergi ke pasar.

"Pak, apa anda tau orang yang selalu melantunkan biola malam-malam di sini?" tanya mama pada si penjual.

"Oh, itu, dia Pagana. Itu biasa mah tiap malem main biola sambil jalan-jalan," jawab si penjual.

Mama hanya ber-oh-ria. Sedangkan aku nyengir kuda karena tahu ternyata dia Pagana. Menurutku, dia adalah pemain biola terhebat yang pernah ku temui. Lagu-lagu yang dilantunkan nya bisa membawa perasaanku. Aku ingin belajar darinya. Rencananya aku akan menemui Pagana nanti malam.

___

Tak terasa malam pun tiba. Bulan menampakkan cahayanya di langit. Aku berusaha untuk terjaga, menunggu Pagana datang dan menggesekkan senar biola ajaibnya.

Aku terduduk di dekat jendela kamarku lantai dua. Lama sekali dia datang. Sampai jam dua belas, suara biola pun terdengar. Segera membuka setengah jendelaku. Aku belum nampak orangnya.

Suaranya mendekat, sampai aku lihat jelas lelaki itu. Begitu elegan Si Pagana dengan gamis panjang warna krem yang dikenakannya. Aku terpesona.

Pagana mendekati rumahku, tetapi dia berhenti di rumah sebrang jalan yang hanya beberapa meter dari sini.

Ia berdiri dekat jendela seseorang. Ia memainkan lagu yang berbeda. dengan tempo lamban dan romansa.  Oh, musik rayuan, aku baru pertama kali melihatnya. Ya, mungkin musik rayuan.


Lantas, seorang wanita keluar dari jendela itu. Pagana menghentikan aksinya. Beberapa detik kemudian wanita itu kembali menurunkan jendelanya.

Pagana mendekati rumahku, berdiri dekat jendela. Tak sengaja, kami bertatapan. Aku melambaikan tangan dan menyunggi gigi ku. Dia hanya tersenyum menanggapi itu.

Aku menutup jendela dan mengendap-endap keluar kamar menuju ruang tamu. Gelap ku lalui, sampai di depan pintu yang terkunci. Aku tak tahu kuncinya diletakkan dimana. Alhasil langsung pergi ke jendela ruang tamu. Aku dan Pagana sedikit dekat. Wanita itu datang.

"Apa kamu sudah menolaknya?" tanya Pagana. Aku tak sengaja mendengar, rencana ku mungkin gagal malam ini.

Wanita itu menggeleng. Entah selanjutnya dia bicara apa, kemudian memeluk Pagana.

Wanita itu berlari ke rumahnya. Aku menutup tirai jendela, lantas pergi ke kamar.

___

Aku yakin malam ini bisa ketemuan.
Alurnya seperti kemarin. Sekarang mereka membicarakan sesuatu. Aku masih di jendela. Okay, mungkin tak bisa malam ini, nanti mungkin.

"Aku sudah menolak, ibu
menghiraukannya. Ayah berceletuk 'besok pagi dia akan datang melamar mu, bersiaplah pagi-pagi sekali'" ujar wanita itu.

Pagana langsung menjawab, "tenang, besok pagi-pagi sekali bersiaplah segera. Kita tetap di rencana awal, bertemulah di sini."

Mereka pergi. Ah, kelewatan lagi, mungkin karena keasikan mendengar mereka.

___

Pagi-pagi sekali aku tak sengaja terbangun karena alunan biola Pagana. Pagi sekali, baru sejam tidur sudah dibangunin. Ku buka jendela kamar, melihat matahari yang belum muncul.

Pagana dan wanita itu pergi berbarengan menjauhi rumahnya. Aku kebingungan dan melanjutkan tidur kembali.

___

Matahari muncul bukan dari barat, aku terbangun membuka jendela dan langsung mendapati kabar jika wanita itu hilang. Pencarian dadakan diadakan. Pelamar itu juga bernasib sama denganku. Baru datang sudah mendengar kabar jika wanita yang dilamarnya menghilang. Tanpa surat atau jejak. Keluarga wanita itu dan pelamar kecewa dan bersedih. Aku mulai mengerti maksud mereka sedari kemarin.

Beberapa jam berlalu. Pagi berganti sore menjelang malam. Pagana dan wanita itu kembali dengan membawa bukti perkawinan mereka.

Keluarga wanita itu marah dan mengutuk keduanya. Wanita itu bilang jika dia mencintai Pagana, bukan pria pilihan ibunya. Ia tak mau menikahi pria beristri dua. Ia tak mau dan tak mau.

Terjadilah keributan di depan rumah. Antara anak dan ibu. Banyak warga yang memihak sang ibu. Akhirnya suami istri itu diusir dari kampung. Padahal aku memihak mereka. Aku tahu lewat lagu Pagana yang dilantunkannya setiap malam. Aku bisa mengerti isi lagu-lagu tersebut setelah memahami percakapannya kemarin. Pagana mengutarakan perasaannya lewat lagu-lagu itu. Namun aku hanya diam, menyaksikan mereka angkat kaki dari kampung ini. Aku bersedih. Pagana menengok ke arahku, dia tersenyum dan melambaikan tangan untuk ke terakhir kalinya. Aku juga.

Mama datang kepadaku.

"Bersiaplah besok pagi-pagi sekali. Kau harus bertemu tamu spesial besok. Dandan yang cantik." kata Mama, "Nathan dan keluarganya akan datang besok."

Ku tunjukkan gigi selagi tersenyum. Bersorak ria di dalam. Harapanku terkabul juga. Akhirnya dia datang.

"Eddie nggak akan datang besok. Mama sudah minta ke keluarga

Aku bergeming. Memikirkan kedepannya. Apa kisah cintaku akan sama seperti Pagana dan istrinya?
Ah, mungkin.

___

thank you for reading and voting on this story 🌝

dukung terus saya dan cerita saya. Kalo mau feedback gapapa kok 😗 saya ikhlas, kalo nggak ikhlas nggak saya lakuin.

Stay safe ya anda ✨

NOVEMBERWhere stories live. Discover now