(1)

69.2K 2.4K 42
                                    

Dear Mas Duda


Main cast
Arya Zyan Putra
Ayra Auliani

Ayra Point Of View.

"Ayra pulang bukan untuk ini Bunda, kenapa satupun dari kalian gak ada yang mau ngerti? Ayra gak akan pernah bersedia menikah dengan Mas Arya, Ayra gak mau."

Gue beneran gak habis pikir dengan jalan pikiran Bunda dan keluarga gue sekarang, mereka semua menemukan rencana gila kaya gitu dari mana? Mereka berencana meminta gue menikah dengan Kakak ipar gue sendiri itu ide yang benar-benar gila, kenapa gue harus nikah sama Kakak ipar gue sendiri? Mereka semua pada mikir apa coba?

"Dek, Bunda mohon sama kamu untuk nikah sama Arya, kamu gak kasihan ngeliat Lia tumbuh tanpa kasih sayang dan sosok seorang Ibu?"

"Bunda, Ayra juga sayang sama Lia, Lia itu keponakan Ayra tapi kenapa harus nikah Bun? Masih banyak cara lain kenapa harus nikah? Kenapa harus sama Ayra? Ayra masih kuliah Bunda, Ayra belum sanggup untuk tanggung jawab sebesar itu."

Jujur gue sendiri sangat menyayangi Lia, apalagi menerima kenyataan kalau Lia harus kehilangan Ibunya disaat dia masih bayi kaya gitu, Kakak gue, Ibunya Lia meninggal ketika melahirkan Lia dua tahun yang lalu tapi apapun alasannya, kenapa gue yang harus nikah sama Mas Arya? Kakak ipar gue sendiri, cari calon lainkan bisa?

Merawat Lia, gue sama sekali gak akan pernah mempermasalahkan kalau gue harus ngerawat dan mengurus Lia seumur hidup gue tapi kenapa harus nikah? Gue gak akan pernah bisa kalau harus ngelakuin itu, gue gak mau dan gue gak akan pernah siap, gue punya kehidupan gue sendiri.

Oke, katakanlah gue bersedia tapi apakah Mas Arya bersedia menikahi gue? Gue tahu pasti kalau Mas Arya itu sangat mencintai Kak Airin jadi Mas Arya gak akan mungkin setuju dengan rencana gila keluarga gue sekarang.

"Kamu masih bisa kuliah walaupun udah nikah nanti, Bunda cuma gak mau Lia tumbuh tanpa sosok seorang Ibu, Bunda mau Lia tumbuh dengan keluarga yang lengkap Dek."

"Bun, Lia masih punya Ayahnya, walaupun Mas Arya anak tunggal tapi Lia juga punya kita jadi Ayra yakin Lia gak akan pernah ngerasa kehilangan sosok seorang Ibu apalagi sampai kekurangan kasih sayang."

"Pikirkan lagi baik-baik permintaan Bunda Dek, Bunda benar-benar berharap Adek bersedia menikah dengan Arya, Arya laki-laki baik jadi Bunda yakin kalau Arya juga bisa menjaga dan membimbing kamu." Gue hanya melenguh kesal dengan sikap Bunda, kenapa Bunda jadi maksa kaya gini?

Gue bangkit dan berlalu masuk ke kamar gue meninggalkan Bunda sendirian di dapur, gue bener-bener gak bisa, gue gak mau cuma jadi sosok pengganti Kakak gue, sama seperti gadis lain, gue punya pernikahan impian gue sendiri, gue mau memilih pasangan hidup gue sendiri, gak dengan cara dipaksa nikah kaya gini.

Okey, gak gue pungkiri kalau omongan Bunda mengenai Mas Arya itu juga bener, Mas Arya memang orang baik, mapan juga bertanggung jawab, itu yang terpenting tapi apa gue harus menikah tanpa dasar cinta sama sekali? Kalau Abang sana Kakak gue aja bisa memilih kenapa gue enggak? Itu gak adil, gue juga sama dengan kebanyakan perempuan lain yang ingin menikah dengan pilihan hati mereka sendiri, bukannya malah menjadi seorang sosok pengganti.

Gue ingin bersikap egois tapi kalau mengingat lagi ekspresi Bunda tadi yang benar-benar berharap gue mau menikah dengan Mas Arya juga membuat gue semakin merasa bersalah, selama ini Bunda gak pernah meminta apapun tapi sekalinya minta kenapa harus hal segila ini?

Kenapa gue harus dihadapkan dengan permasalahan seberat ini? Gue bener-bener gak bisa mikir sekarang, gue beneran bingung, gue harus gimana? Bisakah gue memandang Mas Arya sebagai sosok seorang suami? selama ini Mas Arya memang cukup baik tapi ya dia baik ke gue karena gue Adik dari mendiang istrinya tapi gimana kalau seandainya gue bener-bener nikah sama Mas Arya nanti? Akankah Mas Arya masih memperlakukan gue sebaik sekarang? Jelas belum tentu.

"Dek, turun dulu, kita makan malam." Panggil Mas Dika, dengan langkah gontai gue bangkit ikut turun tapi kembali memberhentikan langkah begitu mendapati meja makan udah cukup rame, ini ada apaan lagi sekarang?

Gak cuma itu, gue kembali harus narik nafas panjang begitu sadar kalau orang tua Mas Arya juga disini, jangan tanya tatapan Mas Arya sekarang, kosong dan dingin, ngeliriknya aja balik membuat perasaan gue makin gak enak.

"Bun, Lia sama siapa?" Memperhatikan Mas Arya sekilas, kalau Mas Arya ikut makan bareng kita sekarang, nah Lia sama siapa?

"Lia sama istrinya Mas mu, udah Adek duduk dulu, kita makan bareng." Gue hanya mengiyakan dan ngambil posisi duduk disebelah Bunda berhadapan dengan Mas Arya, bukan lagi modus tapi memang tinggal itu kursi yang kosong.

Sekilas tatapan gue sama Mas Arya bertemu tapi ini beneran aneh, kenapa tatapan Mas Arya berubah? Mas Arya terlihat jauh lebih dingin dari biasanya, gue salah apaan sampai kudu di tatap kaya gitu?

"Jadi gimana? Ayra sudah bersedia menikah dengan Arya?" Tanya Mama Mas Arya yang membuat gue keselek makanan, ini apaan lagi? kenapa mendadak Mama Mas Arya ikutan nanya gitu?

"Ma!" Mas Arya sendiri juga keliatan kaget sama pertanyaan Mamanya barusan.

"Kenapa Mas? Mama benerkan? Lebih cepat kalian menikah itu lebih baik."

"Ma, Arya belum siap untuk itu, gak akan pernah ada yang bisa ngegantiin posisi Airin dihati Arya, gak akan pernah ada Ma." Ucap Mas Arya yang ngebuat gue pribadi cukup merinding, tatapannya dingin banget Ya Allah.

"Mas, ini bukan hanya menyangkut masalah hati kamu tapi Lia juga butuh kasih sayang dan sosok seorang Ibu, kamu gak akan pernah bisa menjadi Ayah dan Ibu sekaligus untuk Lia, jangan egois sampai cuma mikirin perasaan kamu sendiri."

Setelah Mama Mas Arya ngomong kaya gitu, Mas Arya sendiri cuma bisa tertunduk pasrah, Mas Arya keliatan bener-bener hancur, tatapan dinginnya lebih melengkapi raut kehilangan yang masih ada diwajahnya walaupun kepergian Kak Airin udah lebih dari dua tahun.

"Terserah Mama." Uap Mas Arya pasrah dan berlalu ninggalin meja makan gitu aja, setelah Mas Arya naik seketika semua mata dimeja makan beralih ke gue.

"Karena Arya udah setuju, saya harap pernikahan Arya dan Ayra bisa dilangsungkan secepatnya, kita tidak perlu mengadakan resepsi berlebihan, yang terpenting cuma akad nikahnya saja."

Gue kembali melongo gak percaya sama ucapan Mama Mas Arya barusan, mereka udah pada kenapa? Kenapa gak ada yang nanyak pendapat gue dulu? Bersediakah gue? Perasaan gue sama Mas Arya kenapa seakan gak penting sama sekali untuk mereka? Gue sama Mas Arya bukan boneka yang bisa dipermainkan sesuka hati untuk ngikutin keinginan gila mereka.

Ini pernikahan, walaupun bukan pertama kalinya untuk Mas Arya tapi ini pertama kalinya untuk gue, semua gak segampang dan semudah yang mereka pikirkan, gue kuliah aja baru jalan semester dua, belum lagi umur gue yang terpaut jauh dengan Mas Arya, sepuluh tahun itu bukan perbedaan yang kecil, gimana dengan nasib rumah tangga gue kedepannya? Kalau berantakan mereka mau tanggung jawab? Enggak jugakan? Semaunya banget.

.
.
.

Ini adalah revisian dari story Adam dan Nawa yang dulu, semoga tidak mengecewakan dan happy reading ya 😊😊

Dear Mas Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang