[2]

771 129 10
                                    

Orang bilang hidup itu berwarna-warni. Ada merah, kuning, biru dan sebagainya. Tapi, kenapa hanya hitam yang bisa San lihat di hidupnya?

Malam itu area belakang Cafè tampak sangat sibuk. Para pegawai yang berjalan kesana-kemari menyiapkan pesanan pelanggan. Kebetulan malam ini malam minggu, pengunjung Cafè jadi membludak. Bahkan sang Manager pun harus ikut turun tangan.

Cklek.

Yeosang menolehkan wajahnya saat mendengar pintu belakang yang terbuka. Matanya bisa menangkap lelaki berperawakan mungil yang memakai sweater oversize memasuki area belakang Ocean's Cafè.

Si kecil --begitulah Yeosang memanggil satu-satunya pekerja part-time di Cafè ini-- melangkahkan kakinya ke ruang ganti karyawan. Beberapa menit kemudian Dia keluar dengan setelan khas barista.

Yeosang menghentikan langkah San, menelisik wajah bocah SMA itu dengan seksama. Kemudian menyerahkan selembar masker padanya, "Gue tau umur segitu emang lagi sedeng-sedeng nakalnya, tapi tetep aja Lo harus jaga penampilan di depan pelanggan."

Setelahnya pria bermarga Kang itu langsung pergi karna mendengar teriakan sang Manager Cafè.

San menatap masker di tangannya dengan pandangan datar, tangan lainnya menyentuh sudut bibirnya yang terluka. Memar, sobek juga mengeluarkan darah.

".... Ini bukan karna berantem," lirih San.

Namun Dia tetap memakai masker itu. Kemudian berjalan ke pintu depan, hendak memulai pekerjaannya sebagai barista.

-o0o-

"Lo kenal orang yang duduk di meja 14?"

San menghentikan gerakannya yang tengah meracik kopi, melirik Yeosang lewat ekor matanya. Lalu kembali meneruskan pekerjaannya tanpa menjawab pertanyaan Yeosang.

Si Kang hanya bisa mendengus melihat tingkah bisu rekan seprofesinya.

"Dia tadi nanyain Lo. Gue pikir itu temen Lo," ujar Yeosang lagi.

San menyerahkan secangkir frappuccino ke arah Yeosang.

"Lo aja yang nganterin, meja nomor 14. Gue lagi dipanggil kak Seonghwa."

San mendelik, jelas sekali tidak terima. Tapi Yeosang tidak terlalu peduli, sangat tidak peduli lebih tepatnya.

Dengan terpaksa San mengantarkan pesanan itu ke meja 14. Satu-satunya hal yang sangat San hindari ketika bekerja di sini adalah berinteraksi dengan pelanggan. Dia tidak suka ketika harus beramah tamah dengan orang-orang asing itu.

"Pesananmu, Tuan."

Oh, San menemukan hal lain yang dibencinya sekarang. Dia benci ketika manik hazel itu mengunci pandangan, membuatnya terjatuh pada manik indah itu.

Si pelanggan memutus kontak matanya lebih dulu, membuat San ikut tersadar dari lamunan konyolnya.

San meletakan pesanan pelanggannya ke meja, lalu bergegas pergi.

San tidak suka dengan debaran aneh ini.

-o0o-

Pukul 22.00 tepat, San mengakhiri siftnya. Dia ke ruang ganti karyawan, lalu keluar beberapa saat kemudian. Suasana Cafè sudah sepi karna hampir seluruh pekerja sudah pulang. San mungkin yang terakhir.

Ah, tidak juga.

"Hyung, Aku pulang ya!" pamitnya pada sang Manager.

Park Seonghwa yang masih berkutat dengan kertas-kertas struk itu hanya berdehem singkat.

[✓] The TargetWhere stories live. Discover now