XVII. Phoenix

2.9K 516 54
                                    

Pandangan Leah menerawang, terarah pada bulan purnama yang besar malam itu. Cahayanya memantul pada iris gadis itu. Bulan yang membola penuh punya kecantikan yang tenang. Padahal dia hanya diam di sana, tidak melakukan apa-apa.

Leah mengingat bagaimana ketika bulan purnama ada, dongeng yang diceritakan ayah ibunya akan lebih kuat terpatri dalam ingatannya yang masih seorang bocah kecil. Bulan memiliki kekuatan magisnya, membuat segala sesuatu yang terjadi pada saat itu, akan selamanya ada dan tidak pernah terlupa.

Termasuk bagaimana prajurit-prajurit Allaghur menerobos kastilnya, untuk menangkap ayah dan ibunya. Ayahnya tewas karena mencoba melawan. Sementara sang Ibu dijebloskan ke penjara, namun akhirnya bunuh diri.

Mereka sedikit merenggangkan perlakuan kasar pada Leah, namun tempat gadis itu dikurung tidak ada bedanya dengan pasungan yang keji. Sekalinya terbebas, dia diberitahu jika dirinya terpilih menjadi salah satu kandidat permaisuri pangeran Allaghur.

Leah nyaris tidak bicara, jika tidak dirasa perlu. Namun ketika kabar itu datang, hatinya tertawa. Tawa yang keras. Tawa terbahak-bahak. Campuran kemarahan, kesedihan, dan sumpah serapah yang menurutnya pantas untuk Allaghur yang tega menyingkirkan kesetiaan keluarganya.

"Tidak bisa tidur lagi?"

Leah hanya menoleh sebentar ke samping lalu kembali berkutat dengan pikirannya.

Arm duduk di sebelah gadis itu. Mereka berada tidak jauh dari tepian labirin Hitam, hanya saja area itu termasuk bagian luar Hintarn.

"Kau berkali-kali lipat lebih sibuk dari hari pertama kembali ke sini. Jangankan aku, siapa pun tahu kau sedang berusaha keras mewujudkannya. Menjadi Ratu Allaghur kelak ... apa kau benar-benar yakin bisa membersihkan nama keluargamu ?"

"Apa pilihan yang kudapat sekarang?" tanggap Leah setelah memejamkan mata beberapa detik.

Pertanyaan Leah, justru adalah jawaban tepat. Dengan kuasa apalagi dia bisa membersihkan nama ayahnya, selain dengan mendapatkan kursi ratu? Sejak awal dia tidak pernah peduli pada Galadrim. Pernikahan politik tidak memerlukan perasaan apa pun, bahkan jika benar laki-laki itu tengah menaruh hati pada Caral.

Mereka terlihat begitu jelas. Apakah sebaiknya Leah juga menganggap gadis biasa itu sebagai ancaman?

Dashana pun sama. Putri Tamaryn yang memiliki kekuatan besar dan status yang tinggi, benar-benar punya ambisi yang sama dengan Leah. Keduanya tidak jauh berbeda. Di balik mata Dashana yang berkilat antusias ketika melihat Galadrim, gadis itu memiliki tujuan tersembunyi.

Setelah melalui keheningan yang panjang, Leah beranjak.

"Aku harus kembali," katanya.

Arm tidak menyahut, hanya melihat punggung jubah Leah yang semakin lama semakin menjauh hingga menghilang.

Melewati pinggiran telaga, Leah terlambat menyadari kalau dia tidak sendirian. Sosok itu bergerak cepat, muncul di hadapannya, kemudian seutas tali menjerat leher gadis itu.

Darah memercik, bergabung dengan telaga yang membisu.

***

Di tengah membaca sebagian berkas-berkasnya, Galadrim mengerjap mendengar bunyi berisik di luar pintu balkon ruangannya. Dia lantas beranjak memeriksa, menemukan rajawali yang harusnya tengah bersama Caral tengah bertengger di atas pagar. Gal mendekati burung itu, kemudian menatap jauh ke dalam matanya.

Tampak di penglihatan Galadrim, Caral melenyapkan sebuah sosok yang jelas-jelas adalah jiwa buangan yang dimanfaatkan seseorang. Tapi di mana itu? Kenapa tiba-tiba Galadrim memiliki firasat aneh?

Lady of PerishWhere stories live. Discover now