sweet night; perkara tas merah muda

137 17 0
                                    

"Sial, capek gue woy!"

Nara berdiri berkacak pinggang sambil menetralkan napasnya yang masih tersengal-sengal akibat berlari.

"FANO! BERHENTI GAK LU!" teriak Nara dengan jari yang menunjuk tepat pada Fano yang masih saja berlari dengan Clara yang mengejarnya dari belakang.

Masa bodoh dengan siswa atau pun siswi yang melihatnya teriak-teriak di koridor. Ia tidak peduli. Siapa suruh manusia bernama Fano itu memiliki sifat yang mintanya diteriakin terus-terusan?

"GAK MAU! NI TAS BAKAL GUE KASIH KE KETOS! SIAPA SURUH BAWA-BAWA BEGINIAN?!" teriak Fano sambil menoleh ke belakang, lalu ia tertawa bahagia setelahnya.

Sumpah demi apapun Nara dan Clara tidak mau hal itu terjadi. Di dalam tas berwarna merah muda itu ada berbagai alat make up mereka. Yang memang belum mereka pakai sama sekali. Daripada mubazir, lebih baik mereka jual kembali pada orang lain.

Sialnya Fano mengetahui bahwa keduanya membawa alat make up yang akan dijual pada kakak kelas mereka hari ini. Tentu saja jiwa jahil Fano langsung muncul.

Kejahilannya kali ini adalah ia akan memberitahu Ketua OSIS mereka bahwa Nara dan Clara membawa make up ke sekolah.

Bisa tamat mereka jika hal itu sampai ketahuan Ketua OSIS mereka. Sebab Ketua OSIS SMA Bakti Agung sangatlah disiplin. Dan salah satu peraturan di sekolah ini adalah dilarangnya membawa alat make up ke sekolah.

"MINTA DI SLEPET LO HAH?!" Clara ikut-ikutan berteriak masih sambil berlari, padahal ia sudah sama lelahnya dengan Nara.

"MINTA DILEMPAR SEPATU LO YA?!" teriak Nara lagi.

Beberapa orang sudah mulai menatap Nara dengan tatapan aneh. Awalnya ia merasa masa bodoh, tapi akhirnya ia malu juga.

Nara kembali berlari mengejar Fano yang lumayan cepat melangkah. Ia sudah lelah sebenarnya, tapi mau dikata apa, jika tas itu sudah berpindah tangan ke Ketua OSIS-nya, akan tragis pasti hari ini bagi Nara dan Clara.

"BERHENTI GAK LO MUHAMMAD FANO MAHENDRA!"

Nara dan Clara terdiam saat sepatu hitam berhasil mengenai tepat pada kepala Fano. Sepatu hitam itu milik Nara, dan Nara pulalah yang melempar sepatu itu ke arah Fano.

Padahal tadi niat ia hanya melempar ke arah punggung atau kaki laki-laki itu saja, tapi sasarannya salah, malah kepala berambut tebal itu yang menjadi sasarannya.

Nara berjalan lambat menghampiri Clara yang terdiam di depannya. Menjadikan punggung Clara sebagai tempat teraman baginya. Ia takut jika Fano marah, apalagi setelah kepalanya terkena lemparan sepatunya itu, Fano malah terdiam di tempat. Nara jadi ngeri sendiri.

"Sumpah, tu anak kenapa dah, gue takut, Ra," Nara mengeratkan cengkramannya pada seragam belakang milik Clara. Ia cuma takut kalau Fano marah. Marahnya seseorang yang suka bercanda itu enggak pernah main-main.

Clara menepuk kepala Nara yang bersembunyi di bahu kanannya, "gak papa, tenang aja."

"Ih, tenang gimana maksud lo? Itu dia diem aja, marah ini pasti," bisik Nara.

Akhirnya setelah kurang lebih dua menit ketiganya terdiam di koridor lantai dua ini, laki-laki berkulit putih itu memulai pergerakannya. Tangan kanannya dengan perlahan mengambil sepatu hitam Nara yang ada di dekat kakinya.

Dengan senyum mengembang ia menoleh ke belakang. Wajah jahilnya itu mulai muncul kembali terlebih saat tangannya melemparkan sepatu hitam itu ke bawah, lalu jatuh ke lapangan luas yang sering mereka jadikan sebagai tempat upacara bendera di hari senin.

Nara menoleh ke arah bawah, "yah, anjir emang!"

Nara menatap nanar sepatunya yang baru saja menghantam tanah dengan tragis.

sweet nightWhere stories live. Discover now