7. Sebuah Fakta

93.8K 11.6K 477
                                    

"Aldi! Jangan main di deket kompor. Sana main di depan." Era melotot dengan pisau di tangannya.

Seharusnya sepulang sekolah Era bisa bersantai sambil menikmati air dingin yang mengguyur tubuhnya. Namun kali ini dia tidak bisa melakukannya karena mendadak bu Ratna ingin acara makan malam bulanan dilakukan hari ini. Di sini lah Era sekarang, membantu Bu Asih berkutat di dapur.

"Buk, ini kurang gurih," ucap Era saat mencicipi kuah bakso.

"Kamu ambil bubuk kaldu, masukin sedikit-sedikit sambil rasain." Era mengangguk dan melaksanakan perintah Bu Asih tanpa membantah.

Hanya mereka yang memasak di dapur ini. Setidaknya Era dan Bu Asih harus menyiapkan minimal 5 jenis makanan yang akan dihidangkan. Bukan ingin menghambur-hamburkan makanan, toh mereka yakin semua masakan akan habis, karena bukan hanya mereka yang menikmati, tapi orang-orang yang kurang beruntung di jalanan.

"Udah jam 5, masakan udah beres semua. Kamu langsung mandi, Ra. Biar Ibu yang potong bolu sama pudingnya."

Era mengangguk dan bergegas masuk ke dalam kamar. Dia harus membersihkan diri karena bau asap yang menempel di tubuhnya. Akhir-akhir ini Era melakukan banyak kegiatan yang menguras tenaga. Ditambah dengan tugas dari Aksa yang membuatnya harus tidak tidur semalaman. Tubuhnya benar-benar lelah. Seharusnya Era bisa menikmati waktu sorenya dengan tidur tapi dia tidak bisa. Dia tidak ingin mengecewakan bu Ratna.

***

Semua anak-anak, termasuk Era dan Bu Asih sudah berdiri di depan panti untuk menyambut bu Ratna yang baru saja datang. Mendadak Era merasakan sesak di dada. Biasanya ada pak Wijaya yang menemani Bu Ratna tapi sekarang wanita itu hanya datang sendiri bersama Bian.

"Bu Ratna kuat banget ya, Buk." Era berbisik di telinga Bu Asih.

"Bu Ratna itu wanita kuat."

Era mengangguk membenarkan. Ajaran Bu Ratna juga yang membuatnya menjadi seperti ini. Meskipun tubuhnya tidak mendukung, tapi Era tetap berusaha sebisa mungkin untuk berdiri tegak. Dia tidak bisa bersikap lemah di depan adik-adiknya.

"Anak-anakku." Bu Ratna tampak bahagia melihat anak-anak panti yang terlihat rapi dengan baju yang senada. Mereka tampak senang dengan kedatangan Bu Ratna dan Bian. Pria kecil itu tampak lucu dengan baju kodok yang dipakainya.

"Kak Era!" Seperti biasa, jika Bian datang yang pertama kali dia hampiri adalah Era.

"Bian, lucu banget sih. Gemes, pingin gigit!" Era serius dengan ucapannya. Dia tidak lagi ingin melainkan sudah menggigit pipi Bian gemas.

"Sakit, Kak!" Era tertawa melihat wajah cemberut Bian.

"Maaf, saya terlambat." Semua mata kompak melihat siapa yang baru saja datang.

Mata Era membulat saat melihat Aksa sudah berada di depan mereka dengan senyum manisnya. Iya manis, Era mengakuinya tapi tidak saat pria itu sudah berbicara, yang ada hanya hujatan yang keluar dari bibirnya.

"Papa!" Bian menghampiri Aksa dan memeluknya erat.

Era menunduk dan memejamkan matanya erat, berharap jika Aksa tidak melihatnya tapi tidak mungkin jika pria itu tidak melihatnya, karena mereka berdiri berhadapan.

"Era?" panggil Aksa yang membuat semua orang menatapnya bingung.

Era hanya bisa tersenyum dan menunduk. Takut jika Aksa akan menceritakan segala tingkah bodohnya pada Bu Ratna.

"Dia murid kesayangan papa, Ma."

Era mendongak dan menatap Aksa kesal. Sangat terlihat jika pria itu mengejeknya. Lihat senyuman itu. Ingin rasanya Era memukul wajah Aksa detik ini juga.

Harta Tahta Kesayangan Duda (SELESAI)Where stories live. Discover now