37| Takut

501 33 4
                                    

Varo sudah mencari kemana-mana dan ia tidak menemukan istrinya. Ia menelpon Juna dan Galvin untuk memberitahu Zura hilang. Lalu ia teringat bahwa GPS hp Zura tersambung padanya, ia langsung memeriksanya.

"Anjir! Gue gak akan kasih lo ampun!" Marah Varo yang langsung melajukan mobilnya menuju tempat disekap Zura, diikuti mobil sahabatnya.

Sesampainya di sana, ia melihat gedung tua yang tidak dihuni. Langkahnya sedikit demi sedikit memasuki gedung itu.

"Anjir serem banget." Gumam Alvian yang berpegangan dengan Elina.

Mendengar perkataan Alvian, Rafael memutar bola matanya malas, "Lo cowok bukan? Gini aja takut!" Sindir lelaki itu.

Didalam gedung, Varo dikejutkan dengan Raka yang sudah akan membuka 1 kancing seragam Zura.

"Brengsek!!!"

Varo menghajar Raka membabi buta, ia tidak akan melepaskan Raka sampai ia mati terkapar. Emosi Varo sudah kelewat batas.

Elina dan Jovita langsung memegang Bella agar tidak kabur, sedangkan Keira melepas ikatan Zura yang ada di kursi, mengancingkan seragam Zura, dan memakaikan jaket ke tubuh Zura.

Zura memeluk Keira, ia sangat takut diperkosa oleh Raka. Sembari menangis ia melihat Varo yang menghajar Raka tanpa ampun.

"Anjing lo!! Mati aja lo bangsat!! Gak guna lo hidup cuma bikin rumah tangga orang hancur!!" Varo terus menghajar, menginjak perut Raka sampai terkapar lemah dan berdarah-darah.

Fadel melihat Raka yang sudah terkapar bersimbah darah langsung menghentikan Varo, tetapi ia tidak mau berhenti memukuli walaupun sudah ditahan juga oleh Renal dan Rafael. Alvian yang kembarannya saja hanya melihat itu ngilu.

"Varo... Udah..." Suara pelan Zura menghentikan kegiatan menghajar Raka. Ia sadar dan menoleh ke istrinya yang menangis takut.

Alvaro menghampiri istrinya dan langsung mendekap tubuh Zura sangat erat. "Udah sayang jangan nangis, aku disini."

Suara tamparan mengalihkan perhatian mereka, Elina lah yang menampar Bella. Sampai pipi gadis itu memerah karena tamparan Elina.

"Dasar pelakor! Lo sick banget anjir!! Mau gue telpon rumah sakit jiwa biar lo di kurung di sana hah?!!" Marah Elina.

Bella tersenyum kecut, "Gue gak akan nyerah bikin lo jadi milik gue, Var!" Seraya menatap Varo.

Braaakkk...

Juna dan Galvin melihat Bella di sana langsung menghampiri dan ingin menampar pipi gadis itu, tetapi Bella langsung mengeluarkan pisau lipat dari kantong rok nya.

Ia menyodorkan pisau ke Juna dan Galvin. Mereka kaget dan spontan memundurkan langkahnya.

"Cewek gila!"

Jovita yang sedikit melangkah maju tanpa sepengetahuan Bella langsung memegang dengan kuat pergelangan tangan Bella didekat urat nadinya agar ia melepaskan pisau itu.

Lama kelamaan pisau itu jatuh dan ia langsung memelintir tangan Bella ke belakang. "Bang lo udah telpon polisi atau RSJ belum?" Tanya Jovita pada Galvin.

"Gue udah telpon polisi." Ujar Galvin yang diangguki Jovita. Tetapi saat Jovita lengah, Bella melepaskan diri dari Jovita dan langsung mengambil pisau itu kembali.

Sirine polisi terdengar sampai ke dalam gedung itu, Bella gelagapan. Ia berlari menuju belakang gedung, Jovita, Elina, Rafael dan Alvian mengejar Bella. Hingga ia menemukan jalan buntu dan tidak bisa lari dari mereka berempat.

"Serahin diri lo ke polisi sekarang atau gue bikin lo nyesel hidup sebagai pelakor?!" Ancam Elina yang sudah sigap menangkap gadis itu.

Rafael dan Alvian saling berpandangan, mengapa para gadis itu berani dengan Bella sekalipun ia membawa pisau? Sedangkan mereka saja ingin menjaga jarak.

Saat Elina maju memegang tangan Bella, Bella refleks menggoreskan pisau itu dan terkena tangan Elina. Bella sebenarnya tidak ingin menyakiti siapapun, ia menggunakan pisau hanya untuk menakuti mereka.

"El... Tangan lo..." Ujar Bella menunjuk lengan Elina yang berdarah. Seketika Bella langsung menjatuhkan pisau itu.

Alvian kaget dan langsung merobekkan seragamnya untuk menahan darah yang keluar dari lengan Elina. Bersamaan dengan polisi yang datang dan membawa Bella dan Raka pergi.

******

Zura dan Elina didalam ruang rawat yang sama. Mereka sedang di periksa dokter.

Varo hanya mondar-mandir tidak tau arah, hingga sahabatnya pusing melihatnya. "Lo diem duduk bisa gak Var? Pusing gue ngeliat lo mondar-mandir udah kayak setrikaan."

Varo tak mengindahkan ucapan Fadel. Satu orang yang ada dipikirannya saat ini,  istrinya. Saat dokter keluar dari ruang rawat, mereka semua refleks berdiri.

"Dok, Zura gak apa-apa kan?" Tanya Clarissa yang baru saja datang, ia baru menerima telpon dari suaminya, Juna. Bahwa Zura diculik oleh Bella dan Raka.

"Pasien tidak apa-apa, tetapi trauma nya cukup berat. Saat ini biarkan pasien istirahat dahulu, saat bangun jangan ditanya-tanya dahulu tentang kejadian yang membuatnya ketakutan." Jelas dokter itu.

"Oiya dan temannya pasien, Elina ya? Dia tidak apa-apa. Lukanya sudah ditangani. Untung tadi cepat ditangani, karena dia sudah pucat." Lanjut dokter itu dan permisi untuk pergi.

Mereka semua bernafas lega, tetapi tidak dengan Varo. Ia terus mengingat perkataan dokter tentang mental Zura.

Setelah Zura terbangun, ia melihat Varo dan langsung memeluknya. "Var... Aku takut... Aku takut dia..."

"Dia udah di penjara, dia gak akan nyakitin kamu lagi. Aku janji bakalan selalu ada disamping kamu sekarang. Aku gak akan biarin kamu pergi sendiri. Udah ya jangan nangis..." Varo mengelus rambut Zura dengan lembut, Zura menenggelamkan wajahnya di dada suaminya.

Isakan Zura sudah tidak terdengar, Varo menatap istrinya sendu. Ketika ketukan pintu terdengar, ia menyahut dan muncul sahabat-sahabat Varo yang tersenyum melihat Zura.

Seketika tubuh Zura bergetar, ia ketakutan dan langsung memeluk Varo. "Pergi lo!!! Gue gak mau ketemu lo Raka!!"

"Sayang, itu bukan Raka, itu sahabat aku. Ada Fadel, Renal, Rafael. Mereka bakalan ikut bantu jagain kamu. Jadi kamu gak perlu takut ya sama mereka." Varo kembali mengelus rambut dan punggung Zura agar istrinya kembali tenang.

"Jadi boleh masuk gak nih?" Tanya Rafael memecahkan keheningan.

Zura menatap mereka dan mengangguk.

Bad Girl is NerdyWhere stories live. Discover now