58. Ujian

708 129 14
                                    

3 tahun kemudian..

Ya..waktu terus berjalan tanpa lelah, waktu keluarga Jeno yang terus diisi momen-momen manis mereka. Pantas banyak orang yang iri melihat keluarga mereka yang sudah menjadi impian setiap keluarga.
Dan kini Jaemin tengah disibukkan oleh ujian akhir semester, anak itu membaca buku pelajarannya berkali-kali seakan tidak lelah, menghiraukan matanya yang mulai lelah

"Na.."

"Tunggu, aku lagi belajar"
Jeno mengerucutkan bibirnya sejenak lalu masuk ke kamar anaknya yang sedikit dirubah agar terlihat lebih luas. Duduk dipinggir kasur menatap punggung anak satu-satunya. "Na, kemari sebentar"

Jaemin menutup bukunya. Ia memang di didik tidak pernah menunda perintah orangtua. Walaupun tak sedikit yang memberikan komentar negatif melihat Jaemin yang begitu dimanja, seperti perkataan Jong-hoon. Jeno punya cara sendiri untuk mendidik anaknya sampai bisa seperti ini. "Dengarkan papa, tidak apa-apa kamu tidak menjadi juara. Tapi papa mohon jangan paksakan dirimu seperti ini. Itu menyiksa dirimu, tubuhmu juga bisa lelah jika dipaksakan belajar terus menerus. Papa yakin kamu bisa, tidak mau perlu menjadi juara. Gagal coba lagi, jangan menyerah. Asal satu, jangan dipaksakan seperti ini mengerti?"

"Aku tidak mau membuat papa atau mama kecewa"Jeno tersenyum, anaknya sudah mulai dewasa. Tapi baginya tidak, Jaemin tetaplah malaikat kecilnya. Digenggamnya lembut tangan Jaemin lalu berkata, "papa pernah bilang apa sama kamu selama ini?"

"Aku sudah membuat papa dan mama bangga"

"Iya, selama ini kamu sudah membuat papa bangga begitupun dengan mama. Kamu, Na Jaemin, yang berhasil membuat papa menangis kala itu ingat? Itu karena papa benar-benar bangga padamu. Belajar boleh, tapi jangan berlebihan. Sesuai porsinya saja. Untuk ujian kamu juga masih bisa belajar sesuai porsinya, tidak dengan memaksakan pelajaran masuk ke otakmu.
Ini, otakmu juga punya rasa lelah"Jeno menyentuh dahi Jaemin. Ia tidak mau Jaemin seperti dulu, terus saja belajar tanpa henti.
Jeno benci jika mengingat nya.

"Jadi, jangan seperti ini. Istirahat lah sejenak. Perjalanan mu masih panjang, jangan sia-siakan waktumu. Kamu sudah belajar dengan baik selama ini"

"Papa"

"Iya?"

"Nana tidak paham semuanya, hanya sedikit"aku Na Jaemin yang sejak tadi berusaha mencerna ucapan Jeno. "Pokoknya nanti kamu juga paham. Sekarang istirahat dulu saja ya?"

Jaemin mengangguk. Ia memang ada rencana membuat origami namun sering tertunda. Jeno menatapi Jaemin yang duduk di lantai dan sibuk melipat kertas berwarna-warni tersebut. "Waktu terlalu cepat Na.. umurmu juga sudah sembilan tahun, sebentar lagi sepuluh tahun."

"Artinya aku sudah dewasa"

"Tidak bagi papa. Kamu masih bayi nya papa"ucapnya menyerbu Jaemin dengan pelukan hangat dan ciuman. Ia tidak rela melihat anaknya nanti sampai seumuran dengan adiknya dulu, sebelum benar-benar hilang.
"Papa tidak jemput mama?"

"Kata mama pulangnya agak telat. Jadi nanti dijemput nya, papa mau main sama anak papa dulu"

"Ayolah.."rengek Jaemin karena Jeno terus mengganggunya dan membuat ia tidak bisa menyelesaikan origami nya. "Wah! Hujan!"

Jaemin mengambil perahu kertas yang sudah dibuatnya dan berlari keluar rumah. Mengabaikan Jeno yang terus menyuruhnya agar tidak bermain hujan. Anak itu menaruh perahunya di genangan air.
"Na Jaemin!"
Jeno berhasil menarik tubuh Jaemin sebelum mobil menyerempetnya. Dia tidak sadar dengan mobil itu karena terlalu asik bermain perahu kertas.

"Na, kalau main jangan seperti itu. Lihat sekitarmu"

"Maaf, papa. Nana tidak tau"lirih Jaemin menatap Jeno. Matanya menyipit karena air hujan mengenai wajahnya. Terasa sedikit perih namun Jaemin suka rasanya.
"Papa sudah basah, ayo main hujan"

Call Him NanaWhere stories live. Discover now