36. Bunga misterius

47.3K 5.1K 204
                                    

Hari ini Naya pulang ke rumah suaminya setelah dua harian menginap di rumah ibu yang baru saja pulang dari rumah sakit. Gibran dengan senang hati menjemput sang istri, menyambut kedatangannya. Tapi semenjak Naya pulang, Gibran lebih banyak diam dan menghindar.

Naya semakin yakin bahwa sedang ada apa-apa dengan suaminya.

Saat Gibran sedang membuka kulkas Naya memeluknya dari belakang. Tingginya tubuh Gibran membuat Naya seperti anak kecil yang tengah memeluk sang ayah.

"Mas Gibran kok diam aja, nggak senang ya ngeliat aku pulang?" bisik Naya, kepanya ia sandarkan pada punggung Gibran, menghirup aroma tubuh suaminya dengan rakus.

Tangan Naya yang melingkar pada perut Gibran dielus lembut oleh Gibran.

"Mas Alan waktu itu ngomong apa sama Mas Gibran? Dia manas-manasin Mas Gibran lagi?" tidak ada jawaban.

"Jangan terlalu difikirin ya Mas. Aku cinta banget sama Mas, jadi nggak akan pernah berpaling ke yang lain."

Tanpa Naya ketahui hati Gibran menghangat mendengar perkataan sang istri. Ia lepaskan pelukan Naya kemudian berlaih kini ia yang memeluk istrinya.

"Jangan tinggalin aku ya," kata Gibran.

"Ninggalin kemana? Aku nggak akan kemana-mana kali Mas." Naya terkekeh, tidak tahu saja Naya kalau suaminya itu tengah dihantui ketakutan karena perkataan Alan yang bisa dibilang sebagai ancaman.

"Ya ninggalin kemana aja, ninggalin sama cowok lain misalnya." Gibran memelankan suaranya.

"Ish sembarangan! Cowok itu ya kamu, aku mana mungkin ninggalin kamu kayak gitu, kamu aja udah lebih dari cukuk kok."

"Janji ya."

"Janji," kata Naya.

"Aku boleh minta sesuatu?" tanya Gibran sekali lagi.

"Apa?"

"Aku nggak suka liat kamu dekat-dekat sama Alan. Aku cemburu, Na. Aku takut kamu malah kepincut sama dia. Mau janji buat jangan dekat-dekat sama Alan?"

Naya melepaskan pelukan mereka, kedua tangannya berganti menangkup kedua pipi Gibran.

"Aku juga berusaha buat ngehindar dari dia, tapi aku tahu nggak setiap saat aku akan berhasil lolos, ada kalanya keadaan yang nahan aku buat dekat-dekatan sama dia. Aku sebenarnya mau banget menjaga perasaan kamu, aku takut kejadian waktu lalu terulang lagi, aku nggak mau kita kembali diposisi itu apalagi sampai pisah. Tapi satu hal yang Mas Gibran harus tau, kalau aku itu cinta banget sama Mas Gibran dan Mas Gibran harus percaya kalau aku cintanya cuma Mas Gibran doang."

Gibran merasakan ketulusan cinta yang mendalam dari mata Naya. Gibran sangat bersyukur memiliki istri seperti Naya.

"Pinter gombal ya." tangan Gibran memeluk pinggang Naya dengan possesive, tak mau kalah dengan sang suami Naya juga mengalungkan kedua tangannya di leher sang suami.

"I love you." Gibran mencium bibir istrinya sekilas.

"I love you to bapak Gibran yang ganteng." Naya terkikik.

"Kamu masih dapat kah?" pertanyaan Gibran membuat Naya refleks tersenyum malu-malu, bayangannya tiba-tiba saja mengarah pada sesuatu.

Tahu suaminya tengah menunggu jawaban Naya pun mengangguk malu-malu.

"Tapi nanti aja ya Mas selesai shalat isya, bentar lagi juga magrib, biar sekalian shalatnya." Gibran tampak kecewa dengan jawaban sang istri.

"Sabar ya." Naya menepuk kedua pipi suaminya pelan, ciuman pada pipi kanan Naya berikan, perlakuan itu bagaikan suntikan energi bagi Gibran, ia langsung tersenyum manis.

Sepupuku Suamiku Where stories live. Discover now