TWENTY

5.3K 506 61
                                    

Ingat. Inituh fiksi!






"Sawadhee kub ma"

Nyonya Vee mengangguk membalas sapaan anaknya. Satu kata terucap setelahnya.

"Masuk"

Mew menghembuskan nafas, memandang sekeliling. Terasa sepi, penjaga yg biasa berdiri di sana juga tak kelihatan semenjak ia masuk.

Mew tak ambil pusing. Penjaga juga hanyalah manusia biasa, mungkin mereka lelah dan sekarang sedang beristirahat. Mew melangkah masuk lebih dalam mengikuti mamanya dari belakang.

Dan benar saja. Keadaan di dalam tidak jauh beda dengan di luar tadi. Mew mengerutkan keningnya. Apa tak ada yang melayani mamanya? Kemana semua maid di Mansionnya.

Nyonya Vee duduk di sofa ruang tamu. Mew juga ikut duduk menghadap sang mama.

Lama tak bersuara akhirnya Nyonya Vee mengeluarkan sebuah dokumen yang membuat Mew memandang bingung.

"Kau sudah siap menandatanganinya kan?"

Mew mendapat sedikit bayangan dari maksud mamanya. Dengan hati hati Mew menarik dokumen itu ke pangkuannya. Membuka lembar demi lembar. Mew sudah tau ini akan terjadi. Mamanya pasti tidak akan pernah melupakan hal seperti ini. Dan ia sepenuh hati akan menandatanganinya.

Dokumen itu berisi pemindahan alih seluruh harta Mew kepada Nyonya Vee. Tanpa terkecuali.

Mew dengan mantap meraih pen di sebelah dokumen tadi. Mengukir tanda tangannya dengan cepat dibawah tulisan pihak pertama.

Dan selesai.

Mew tersenyum bangga menyodorkan dokumen itu. Ini hal yang sangat diinginkan mamanya dari dulu. Jika ini bisa membuat sang mama bahagia maka menandatangani adalah hal sepele baginya. Toh harta masih bisa dicari lagi, menurutnya.

Tak berapa lama kemudian terdengar suara perintah yg lebih mirip suara radio rusak dari arah belakangnya. Belum sempat berbalik, Mew lebih dulu dihantam besi dengan keras. Jika saja tepat mengenai kepalanya maka dipastikan darah segar akan keluar dari sana, untungnya besi itu mengenai lehernya namun membuatnya terkapar tak sadarkan diri.

Bertepatan dengan itu Gulf tiba di depan mansion. Nafasnya tak beraturan. Degupan jantungnya terlalu cepat untuk diatur. Kakinya seakan mau patah karena berlari. Bahkan pakaiannya acak acakan tak ada rapi rapinya. Masih sulit bernafas normal Gulf menopang tubuhnya dengan tangan dilutut.

Merasa tak ada waktu lagi, ia segera masuk ke dalam. Mengabsen setiap sudut. Mencari keberadaan Mew. Satu ruangan mencuri perhatiannya. Percakapan antara seorang wanita dan lelaki yg ntah mereka siapa membuat Gulf semakin was was. dadanya semakin berdetak cepat. Pasalnya mereka membicarakan Mew.

"Aku sudah cukup bersabar. Dia anak haram yang tak pernah ku harapkan terlahir"

"Gara gara dia, suamiku rela meninggalkan ku tanpa uang sepeserpun"

Nyonya Vee berdecih. Mendekati tubuh Mew yg tak sadarkan diri. Memandang lama sosok pria yang dulu keluar dari rahimnya itu.

"Apa pelurunya sudah kau tambahkan" tanya Nyonya Vee kepada orang orangnya.

Lelaki di samping Nyonya Vee mengangguk dan menyodorkan benda berbahaya itu.

Gulf sudah tidak tahan. Meski ia tak mengerti apapun disini tapi ia tak akan membiarkan hal buruk apapun yang terjadi dengan Mew.

Disaat Gulf berusaha menerobos pintu didepannya, tiba tiba kedatangan Tongk membuatnya mundur selangkah. Tongk memberikan isyarat agar Gulf menyingkir kesamping. Dengan sekuat tenaga Tongk mendobrak pintu kokoh itu.

Semua penghuni ruangan menoleh karena terkejut. Nyonya Vee bahkan menjatuhkan pistol yang ada ditangannya tadi. Namun melihat siapa yang datang Nyonya Vee hanya tersenyum remeh dan kembali mengambil pistolnya.

Tongk ragu ragu melangkah masuk tapi Gulf yang sudah tak sabaran langsung berlari, membuang sembarang koran yang berisikan kronologi kematian Mew yang seharusnya terjadi hari ini. Saat itu juga hentakan jari Nyonya Vee di pistol berhasil meluncurkan satu peluru mengarah tepat di dada Mew.

Dor!

Gulf menggeleng. Lompatannya tepat jatuh diatas tubuh Mew. Peluru yang tadinya diniatkan membunuh Mew kini bersarang di punggung Gulf.

"Aaaaggghhh"

Gulf mengeraskan rahangnya menahan sakit. Jemarinya bergetar menepuk nepuk pipi Mew agar lelaki itu segera sadar. Semakin lama tubuhnya makin kehilangan tenaga. Peluru di punggungnya terasa lebih menyakitkan dari sebelumnya. Sedetik kemudian darah pekat ia muntahkan begitu banyak. Sudut matanya memerah merembes keseluruhnya.

Penglihatannya menggelap. Samar samar ia mendengar sirine mobil polisi dari luar, bersamaan dengan suara Mew yang memanggilnya sebelum nuansa hitam mengambil alih.













*
(N/: Mirip di Drakor yah.)











Dinginnya AC membangunkan Gulf dari tidur panjangnya. Badannya kaku bak telah terbaring Beratus ratus tahun lamanya. Suara bising dari orang orang di sekitar berhasil memaksa matanya terbuka.

Hal pertama yang ia lihat, foto seorang laki laki tua terpajang dengan berbagai persembahan didepannya. Banyak bunga putih mengelilingi ruangan itu. Kain kain putih juga ikut meramaikan suasana duka dan jangan lupakan suara tangisan orang orang di sebelah ruangannya.

Kesadaran Gulf belum terkumpul sepenuhnya. Memorinya masih tidak lengkap. Ia tak bisa merasakan apapun saat ini. Perasaannya campur aduk. Ada kesedihan yang mendalam yang belum ia tau penyebabnya.

Ia membalikkan badannya menatap sekitaran. Hanya tempatnya yang sepi sedangkan beberapa ruangan terbuka di samping bahkan di depannya terisi banyak orang orang dengan berbagai ekspresi. Dimana kebanyakan menampilkan mimik wajah sedih.

Tak salah lagi. Ia sedang berada di rumah sakit, tepatnya di ruangan khusus persembahan terakhir untuk orang yang sudah meninggal.

Ia kembali mengarahkan kepalanya ke depan foto yang terpajang disana. Anehnya ia bahkan tidak mengenal orang di foto itu. Lantas mengapa ia bisa berada di ruangan persembahannya. Gulf berusaha mengangkat kakinya berniat bangkit.

"Auwww" mati rasa.

Tak ada usaha lebih lanjut akhirnya ia menyerah dan memanggil salah satu orang yang ada disana. Meminta bantuan agar membawakannya kursi roda. Hanya itu cara yang sempat Gulf pikirkan.

















Tbc.

Tebak sendiri deh endingnya.

OUR WORLD 🔞 (END)Where stories live. Discover now