Special Chapter : Pelangi (2)

3K 578 128
                                    

.
.
.

“Bang Kasa!” Juna gerak cepat menggapai tubuh lemas itu mencoba mengangkatnya. Para kating juga mendekat,berusaha ikut membopong.

Lagi,untuk kesekian Sam melihat tubuh Kasa jatuh begitu aja. Mood nya seperti roolercoaster yang menikung jauh ke bawah. Kakinya perlahan melangkah, mengikuti kata hatinya untuk ikut, ikut membawa Kasa. Apapun itu, dirinya harus ada di samping Kasa.

Tapi langkahnya terhenti,bahunya ditahan oleh Reki. Katingnya itu menatapnya teduh,nggak sinis juga melanyak seperti yang lain.

“Kembali ke barisan,Sam,” titahnya pelan.

Sam menggeleng pelan,matanya masih mengikuti Juna juga rombongan itu membawa Kasa entah kemana.

“Tapi dia…,dia sahabat saya,Bang.” Sam menatap penuh melas ke kating itu,berharap ada sedikit keringanan untuknya.

Namun Reki menggeleng,mendorong bahu itu kembali ke posisinya semula. “Ada Elang di sana,lo tenang aja.” Reki tersenyum tipis sebentar sebelum kembali berjalan ke depan.

Sial,meski begitu hati Sam tetap nggak tenang. Benar-benar nggak tenang. Satu-satunya yang membuatnya sedikit tenang hanya karena Juna juga Elang ada di sana,sisanya doi masih khawatir.

Tentu aja Kasa pasti terkena demam tinggi karena kehujanan,belum lagi semua bajunya basah total hingga ke sempak terdalamnya dan musti ikut berdiri bersama mereka semua.

Sam melirik derai hujan deras yang belum mereda barang sedikit. Dalam hatinya menyalak kacau, posisi angkatan mereka yang terancam gagal diluluskan, juga tentang kondisi Kasa, sahabatnya.

Memang benar, hujan akan selalu diliputi kesedihan, sendu, juga ketakutan. Setidaknya itulah yang Sam tau tentang hujan versinya.

Baginya hujan akan selalu sama, hanya akan menimbulkan hawa dingin yang menusuk, suasana yang kelabu, juga riuh ribut kilatan petir yang saling bersahutan.

Dirinya benci itu, semua hal yang berbau hujan. Bahkan sampai ke aroma yang banyak disukai orang-orang,Sam membenci itu. Karena sekali lagi, Sam hanya mencium bau anyir tembaga dari hujan itu sendiri. Nggak lebih, nggak kurang.

Hujan akan selalu kelabu bagi Sam. Air yang jatuh akan selalu bersanding dengan air matanya, gemuruh petir akan bersahutan dengan teriakan hatinya. Tidak ada bahan bahagia dalam komposisi terbuatnya hujan.

Tidak ada.

Seolah hujan diciptakan hanya untuk membuat Sam membencinya.

Sial.

Eval setelahnya hanya seperti angin lalu,hanya lewat begitu aja. Semua maba berlomba untuk menyuarakan ketidaksetujuannya,dan Sam memilih diam. Doi memang nggak mau mengeluarkan emosi terlalu banyak untuk berkoar ini-itu,ya katakan aja doi nggak solid. Tapi jujur aja,raga Sam memang di sana namun nggak dengan pikirannya.

Doi tau ulang tahunnya udah terlewat,dan memang sengaja untuk nggak diberi tau kepada member kos yang lain,hanya Kasa yang tau. Pun hanya Kasa yang tau alasan kenapa doi tetap menjaga tanggal itu agar nggak tersebar.

Waktu itu dimensi rahasia. Nggak ada yang tau kalau apa-apa di masa lalu, bisa terjadi lagi di masa depan.

Seenggaknya doi harus bertahan di eval ini untuk sementara waktu,dan semoga angkatannya nggak bener-bener mengulang kader lagi.

Itu mimpi buruk sekali.

***

“Emmh,” Kasa mengernyit, juga bahunya yang sedikit menaik. Kepalanya pusing, pening sekali seperti terputar-putar. Awalnya Kasa mengira dirinya berubah menjadi gasing, sampai suara abangnya menyapa.

Balada Mahasiswa Teknik [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now