"Jangan melawan!"
Keberanian Garnayse benar-benar habis tak bersisa mendengar suara itu terus-menerus mengancam dirinya. Tubuhnya kaku dibawah penahanan tubuh siapapun yang saat ini berada di hadapannya. Tapi, yang Garnayse tahu sepertinya 'dia' adalah seorang laki-laki, karena postur tubuhnya berotot dan sangat kuat.
"Jangan takut. Kalau kau menjerit kita bisa terkena masalah." Ucapnya dengan nada yang jauh lebih tenang dan di detik selanjutnya Garnayse merasa tidak asing dengan suara tersebut.
Garnayse mengernyit kecil.
"Berjanjilah kau tidak akan membuat kegaduhan, maka aku akan melepaskan semua ini." Ucap dia lagi dengan nada yang jauh lebih tenang tanpa unsur tekanan dan paksaan.
Garnayse mengangguk cepat.
Perlahan-lahan segala penahanan yang diberikan oleh 'dia' mulai berkurang dan melonggar. Garnayse bisa bernapas lega, namun tak berani bergerak sampai ia tahu siapa sebenarnya orang yang membuat dirinya takut setengah mati. Tatapan Garnayse tidak terputus darinya untuk mencari-cari bentuk wajah laki-laki itu.
"Siapa kau?" Tanya Garnayse pelan.
Dia mendekat. Semakin mendekati Garnayse dan menghapus jarak di antara mereka lagi, namun laki-laki itu tidak melakukan hal sekasar sebelumnya. Dan di detik selanjutnya, ketika segala jarak telah dihapuskan, laki-laki itu mengeluarkan sesuatu dari saku celana nya.
Sebuah pemantik.
Ia menyalakan pemantik tersebut tepat di samping antara wajahnya dengan wajah Garnayse sebagai penerangan.
Pada akhirnya Garnayse semakin dibuat terkejut. Wajah itu terlihat jelas tepat di hadapannya. Sangat-sangat dekat sampai wajah gadis itu bisa merasakan hangat deru napas lelaki tersebut. Wajah seseorang yang beberapa hari telah menghilang dari sekitar Garnayse seperti ditelan bumi. Lelaki yang diam-diam Garnayse cari dan seringkali menimbulkan rasa gelisah dalam hati dan pikirannya.
"Brandon?" Garnayse mengerjap.
Brandon dengan tatapannya yang dingin dan wajahnya yang datar. Segalanya masih terlihat sama seperti terakhir kalinya mereka bertemu. Brandon pun pergi menjalani hukuman dari Jupiter tanpa berpamitan dengan Garnayse. Dia menghilang begitu saja dari hadapan Garnayse dalam waktu yang cukup lama. Dan sekarang sorot mata yang dingin itu hanya tertuju pada Garnayse--menatap langsung iris mata cokelat yang sudah lama tidak dia lihat.
Garnayse tidak tahan dengan tatapan itu dan memutuskan untuk menatap ke arah lain asalkan tidak bertemu pandang dengan Brandon. Dia berpikir Brandon sudah seperti ingin menelannya hidup-hidup. "K-kau ke mana saja?" Gumam Garnayse tergagap.
"Tidak sopan. Tataplah mata lawan bicaramu." Kata Brandon.
Garnayse menghela napas. Mau tidak mau dia harus menatap kembali mata sialan itu. Menakutkan sekali.
"Mengapa kau keluar tengah malam seperti ini?" Tanya Brandon pelan.
"Aku ingin buang air kecil."
"Di kamar mandi campuran? Tengah malam seperti ini?"
Garnayse buru-buru menggelengkan kepalanya. "Tidak! Aku diberikan kunci kamar mandi yang--"
"Khusus untuk kau pakai. Apa aku benar?"
Garnayse mengangguk pelan.
"Itu berarti kamar mandi yang ada di ujung lorong kanan."
Garnayse mengangguk lagi tanpa mengucapkan apapun.
Brandon mendengus meremehkan. "Gadis penakut sepertimu apakah bisa sampai ke kamar mandi tanpa kedua kaki yang gemetar?" Garnayse terdiam, "pergilah. Aku rasa keberadaanku malah membuatmu semakin takut." Brandon mematikan pemantik miliknya dan keadaan kembali ditelan kegelapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garnayse
Science FictionKehidupan di kota New York harus terbagi menjadi empat distrik atau mereka sebut empat daerah. Dengan di tengah empat daerah itu terdapat sebuah kota kecil sebagai penopang bernama Sentral City. Kehidupan tidak membaik meskipun New York di perkecil...