Perkara kuaci

9.7K 379 44
                                    

Adinan merasa sangat kesal dengan Fabian. Sahabatnya itu sering sekali membuatnya naik pitam hanya karena hal sepele yang bisa diselesaikan dengan santai.

Seperti sekarang ini, lelaki itu sibuk marah-marah di kosannya karena cangkang kuaci yang Adinan kumpulkan di atas karpet bulu berwarna abu-abu tua miliknya. Bukan hal besar sebenarnya mengingat Fabian juga bukan tipikal orang yang selalu harus bersih di manapun dan kapanpun.

"Demi Tuhan, lu lebay banget brou," ujar Adinan. Pemuda keturunan Chinese dan Sunda itu terus saja memakan kuacinya tanpa mengindahkan suara berat Fabian yang terus memaki dirinya.

"Sia mah sok tara diberesan deui atuh da. (Lu tuh gak pernah diberesin lagi nantinya)" 

Fabian mencak-mencak lagi sambil berdiri, mengusak rambutnya sebal lalu mengambil bungkusan kuaci rebo yang ukuran besar dari tangan Adinan lalu menyembunyikan bungkusan itu di belakang tubuhnya.

"Naon (apa) sih anjir?!" sentak Adinan lalu bangkit dan mendorong tubuh Fabian hingga terjerembab di atas sofa.

"Sia nu naon! (lu yang apa!)" timpal Fabian sedikit bersungut lalu berdiri dan balas mendorong tubuh Adinan dengan salah satu tangannya sambil terus tetap menjauhkan bungkusan kuaci itu dari tangan Adinan yang akan kembali merebutnya.

"Cik atuh lah, da bisa disapu engke oge. (Yang bener deh, nanti juga bisa disapuin)" Adinan masih keukeuh berusaha merebut kuaci yang Fabian sembunyikan di balik tubuhnya.

"Kadieukeun! (kesiniin!)" sentak Adinan. Fabian masih keras kepala menahan bungkus kuaci itu agar tidak dimakan kembali oleh kelinci bongsor ini dan membiarkan sahabatnya semakin menambah parah kekacauan di kamarnya—sekali lagi, yang tidak seberapa.

"Fabian Adriansyah!" ujar Adinan penuh dengan dominasi di suaranya. Matanya menatap Fabian nyalang, kental sekali dengan emosi yang sudah sampai ubun-ubunnya.

Fabian takut? Tentu saja tidak. Pemuda itu malah melangkah dan mendorong badan Adinan dengan dadanya. Bertingkah seperti anak kecil yang berusaha mengajak temannya berkelahi.

Adinan cukup muak kali ini, ia menangkap leher Fabian lalu mencengkramnya cukup kuat dengan kedua tangan. Mencekiknya lalu mendorong tubuh Fabian hingga dia kembali terduduk di atas sofa dengan Adinan di pangkuannya.

"A-anjing! lepas aing (gua) gak bisa napas," pinta Fabian seraya menepuk-nepuk lengan Adinan. Menyiratkan jika dia sudah mengaku kalah kali ini.

"I-Iya Nan, iya ini kuaci maneh. (lu)"

Adinan melepaskan tangannya dari leher Fabian dan langsung menyambar bungkus kuaci miliknya.

"Anjir, sia mau bikin cerita ini jadi cerita pembunuhan, Nan? Sia udah gak mau ngeway sama aing lagi emangnya?" Fabian berusaha mengatur nafasnya lalu merebahkan badannya di atas sofa. Kepala pemuda itu menjuntai melewati lengan sofa, membuatnya terlihat seperti di gantung.

"BIAN DUDUK YANG BENER, ANJING!" seru Adinan saat melihat posisi Fabian yang membuatnya spot jantung.

Banyak sekali tingkahnya bapak Fabian ini ya, yorobun.

"Gak mau. Sini cium dulu baru nurut," ujar Fabian.

Adinan yang memang mauan sih ya, langsung saja menghampiri sahabatnya itu. Menahan kedua sisi wajah Fabian lalu mengecup bibirnya. Spiderman kisses. Posisi kepala Fabian yang tidak sejajar dengannya, membuat hidung lelaki itu tepat berada di atas dagunya. Setiap Fabian mengedip, bulu matanya menggelitik bawah dagu Adinan membuat dia sedikit kegelian.

Friend with benefits - TAEKOOK SWITCH [Smut 21+] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang