FAKBOY | Satu

1.2K 70 7
                                    

Lucu. Saat masih duduk di bangku SMA dan dengan terang-terangan orangtua mengatakan perencanaan perjodohan. Zaman yang sudah meninggalkan adat-adat dan teknologi yang semakin canggih tidak membuat orangtua Syanaz Almeera meninggalkan kebiasaan itu. Mereka pikir, dengan perjodohan ini anak yang mereka besarkan dengan kasih sayang mampu melewati masa remaja.

Di ruangan ber-AC itu Syanaz merasakan detak jantung yang tidak normal, telapak tangan yang mulai basah dan perasaan tidak enak nanti jika tahu siapa yang akan dijodohkan dengannya. Entah seorang lelaki yang sedang kuliah, atau lelaki yang sudah mapan yang jelas akan berbanding jauh dengan umur Syanaz.

Harapan Syanaz, semoga saja saat lelaki itu melihat dirinya maka orang itu akan menolak. Syanaz tahu, hal utama yang dipadang lelaki ialah wajah, dan Syanaz memiliki nilai minus soalan itu, ia tahu dirinya tidak begitu cantik, bahkan bisa dibilang biasa-biasa saja dibanding dengan anak hits zaman sekarang.

Syanaz yang setia dengan pasmina menutupi rambut hingga dada, sudah jelas tidak akan dilihat dari banyaknya remaja yang mengumbar rambut juga memperlihatkan lekuk tubuh. Ini Syanaz, anak dari Almeera yang sudah sejak kecil diajar untuk menutup aurat. Hingga perlahan Syanaz semakin nyaman dan terbiasa.

"Mungkin mereka akan sedikit terlambat," kata Dirga–ayah Syanaz yang duduk di samping Vita, istrinya.

Mendengar itu Syanaz mengembuskan napas, setidaknya ia sedikit lega, dan akan lebih lega lagi jika orang yang dimaksud ayahnya tidak jadi datang dipertemuan keluarga besar ini.

"Assalamualaikum, maaf sedikit terlambat." Sepertinya harapan Syanaz hanya buaian semata.

"Wa'alaikumsalam." Dirga dan Vita terlihat bahagia menyambut kedatangan dua orang sebaya mereka.

Padahal, Syanaz sudah berharap agar orang-orang yang dimaksud ayahnya tidak datang, yang katanya sedikit terlambat nyatanya sudah duduk manis di depan orangtua Syanaz. Mereka terlihat sangat akrab, bercerita sedikit kendala di perjalanan dan Syanaz sudah mulai bosan di ruangan ini.

"Ini Nanas, ya?"

Saat namanya dipanggil, Syanaz sedikit mendongak dan tersenyum kecil pada teman ayahnya. "Iya, Om. Saya Nanas."

"Salam, Sayang."

Nanas menurut, menyalimi tangan orang tua di depannya dengan hormat. Sampai saat ini ia baru sadar kalau anak dari keluarga Mahardika tidak ada, atau tepatnya mungkin belum datang karena setelah itu pintu yang tertutup digesek oleh seseorang. Syanaz sontak menoleh ke arah pintu, keningnya mengerut melihat cowok yang tidak asing.

Ia mengerjap dan menggeleng pelan memastikan kalau yang ia lihat salah. Cowok tinggi pemilik lesung pipit, saat tersenyum akan terlihat sangat manis. Namun bagi Syanaz, itu tidak lain dari senyum mematikan yang akan menjerat siapa pun ke dalam jurang bernama patah hati.

"Hai," sapa cowok itu pada Syanaz.

Syanaz hanya menarik satu sudut bibir dengan ekspresi datar. Ia tahu betul siapa cowok yang saat ini duduk di hadapannya, seorang Arama Mahardika, cowok seangkatan yang terkenal playboy, penggoda dan pematah hati cewek.

"Cih!" Tanpa sadar ia berdecih memandang miris pada Rama yang sok akrab dengan orangtuanya.

Makan malam berjalan lancar, diselipi dengan candaan-candaan receh dari ayah Rama, juga beberapa cerita di sekolah Rama, yang katanya Rama adalah siswa dengan nilai tinggi, mampu membanggakan sekolah dengan prestasi di bidang akademik dan non akademik.

Syanaz akui Rama adalah siswa terpintar di sekolah SMA Nusantara, ia pernah dengar kalau Rama termasuk jajaran siswa dengan nilai tertinggi kedua setelah KETOS. Hanya saja, Rama sangat jarang mengikuti perlombaan kecerdasan atau semacamnya, cowok itu lebih aktif di bidang olahraga dan yang Syanaz simpulkan, Rama sengaja agar bisa tebar pesona. Memamerkan sixpack-nya yang tidak begitu terbentuk.

MY HUSBAND IS A FUCKBOYWhere stories live. Discover now