two

543 86 14
                                    

Cai Ding pulang dalam keadaan mood yang kurang baik---mengomel di sepanjang perjalanan menuju rumah. Toko buku tempat Cai Ding bekerja, kebetulan tidak terlalu jauh dengan perumahan sederhana di salah satu sudut kota yang ia tempati.

"Bisa-bisanya orang itu bicara sembarangan seperti membuang sampah!" Cai Ding menendang-nendang udara seraya bibir merengut. Tangannya sibuk membenarkan tas punggung yang tersampir di bahu sempitnya.

"Manusia macam apa dia itu, sih!" Cai Ding berdecak, mempercepat langkah hingga mencapai belokan menuju gang. Hari yang mungkin bisa jadi sangat melelahkan untuk pemuda manis itu. Kehidupan sederhana yang ia jalani, membuat ia harus sedikit bersabar dengan kebutuhan hidup yang sewaktu-waktu bisa saja mencekik leher. Ia bekerja paruh waktu ketika jam kuliah telah usai.

"Aku pulang!" Ia membuka pintu, memasuki rumah dengan wajah lesu, melepas sepatu perlahan dan mengganti dengan sandal rumah.

"Eh, ada apa dengan wajah anak Mama yang tampan?" Nyonya Cai meminta tas punggung yang tengah dibawa putranya dan meletakkan di sofa.

"Hari ini sangat melelahkan, Ma." Cai Ding duduk di sofa dan menyandarkan punggung serta kepala yang terasa tertindih batu.

"Mandilah dulu, lalu makan dan segera beristirahat." Nyonya Cai meninggalkan putranya, menuju kamar mandi untuk menyiapkan air hangat.

Malam cukup cerah hari ini. Bintang terlihat menampakkan rupa, berkedip seolah saling melontar tanya. Langit sewarna arang kian indah dengan beberapa titik-titik kecil dan bulan yang terlihat penuh.

*****

"Apa ada sesuatu yang terjadi hari ini, Kapten Chen?" Letnan Liu meletakkan satu cangkir kopi hangat di meja kerja kapten Chen yang terlihat sedang tersenyum-senyum seraya memutar pena di jarinya.

"Apakah sangat terlihat di wajahku?" Kapten Chen memutar kursi, menghadap letnan Liu yang sedang menyesap kopi miliknya.

"Tiba-tiba aku ingin menjadi seorang penguntit, Letnan Liu." Kapten Chen menahan senyum. Ia meletakkan pena di meja dan meraih kopi untuk ia minum setelahnya.

Dua perwira polisi yang terlihat sangat akrab meskipun berbeda pangkat. Mereka sering kali melakukan obrolan ringan di sela-sela pekerjaan yang bisa jadi sangat memusingkan. Sedikit candaan serta kekehan ringan mengisi jam malam yang seharusnya sudah menjadi waktu untuk beristirahat.

"Masih ingin di sini atau---" Kapten Chen beranjak dari duduk dan mengambil tas yang tersampir di sandaran kursi.

"Aku tahu, Letnan Liu. Kamu hanya ingin mencari tumpangan gratis." Mereka terbahak dan berjalan keluar kantor untuk menuju garasi. Obrolan ringan menemani langkah mereka yang terdengar samar serta mengisi lorong sepi.

Angin malam berembus lirih. Memeluk tubuh tegap dua pemuda gagah yang tengah mengendarai motor besar dengan kecepatan sedang.

******

"Ma, hari ini aku mungkin akan pulang lebih larut," Cai Ding memasukkan beberapa buah buku ke dalam tas, "Aku harus mencari bahan untuk menyelesaikan tugas kuliah setelah selesai bekerja." Cai Ding menyambar roti bakar yang masih tersisa di piring untuk ia makan.

"Pelan-pelan, A-Ding. Nanti tersedak." Nyonya Cai memberikan botol air minum untuk Cai Ding bawa. Ia tidak ingin putranya mengomel di dalam bus hanya karena air minum yang lagi-lagi tertinggal.

"Ah, aku hampir saja melupakannya." Mengambil botol di tangan Nyonya Cai dan memasukkan ke tas.

Nyonya Cai menggeleng pelan. Ia menahan senyum melihat putranya bertingkah seperti anak kecil. Cai Ding menuruni tangga darurat dengan tergesa sambil memasukkan potongan terakhir roti bakar yang berada di tangan.

Ia menyusuri gang dengan langkah cepat, mengabaikan beberapa orang yang meneriakkan namanya karena takut jika ia terjatuh nantinya.

"Cai Ding! Hati-hati dengan langkahmu, Nak!" Lagi-lagi Paman Huang memperingati. Namun, belum satu menit Paman Huang menghentikan ucapannya, kaleng kosong yang tengah berjemur di tengah jalan, terinjak langkah cepat Cai Ding hingga membuat pemuda manis itu hampir saja terjungkal jika sepasang lengan kokoh tidak segera menangkap tubuhnya.

"Tepat waktu," ucap pemuda pemilik luka di pipi itu sembari tersenyum.

"Kamu!" Cai Ding berteriak.

TBC.

Cai Ding (Tamat)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ