27. | D U E T |

80 20 5
                                    

"Memang benar, musik itu menenangkan. Setiap liriknya memiliki arti tersendiri."

Ruang masik, tempat favorite bagi Anindya. Tempatnya dapat mengungkapkan perasaan, emosi. Tanpa harus menjaga image. Hanya melalu sebuah nada-nada dan lirik-lirik lagu.

Walau di ruangan ini, terdapat beberapa siswa. Tetapi Anindya harus belajar, belajar terbuka ke orang lain. Belajar bahwa makhluk sosial itu harus saling terbuka dan tidak tertutup dengan lingkungan.

Kata bonyok nya, manusia itu selalu membutuhkan manusia. Kalau kamu cuek dengan orang lain, maka begitu pula perlakuan orang lain kepadamu.

"Anindya." Suara yang kembali membuatnya menoleh, tetap dengan wajah datarnya.

"Sehat 'kan?" bisik Chasel sedikit mengecilkan suaranya, karena penyakit Anindya tidak diketahui oleh semua orang, Anindya meminta untuk merahasiakannya. Anindya juga yakin orang bersikap bodo amatan, tetapi Anindya tidak ingin dipandang dengan rasa kasihan karena penyakitnya.

"Iya," jawabnya singkat.

"Oke, kalau lo gak sehat, chat gue aja biar gak ketahuan orang." Anindya mengangguki itu, dan membiarkan Chasel berjalan kedepan untuk membuka pertemuan ini lagi.

"Oke teman-teman semua, hari ini kita gak akan banyak kegiatan, ingat bayar uang iuran, kita cuma mau latihan vokal aja. Persiapan lomba juga."

"Bayar! Bayar! Bayar!" teriak Sakya, menagih seluruh anggotanya. Kalau biasanya cewek yang akan teriak soal tagih-menagih, namun kali ini laki-laki lah yang menguasai perbendaharaan.

"Cepat bayar gais! Ibu bendahara marah," teriak Aulia meledek Sakya.

"Palamu ibu, bapak ini," omel Sakya. Menimbulkan sorak tawa dari beberapa siswa.

Anindya bersyukur, memasuki eskul yang tepat. Tidak ada perbedaan antara senior dan junior. Rata tak ada perbedaan, berbaur menjadi satu.

"Anindya Valeria Abrizam!" teriak Sakya, yang langsung diberikan tatapan datar oleh Anindya. Laki-laki satu ini, hobby banget meneriaki orang.

Anindya baru membuka dompetnya untuk mengeluarkan uang iuran mingguan itu. Namun Sakya sudah meneriakinya lebih dahulu.

"Ini." Anindya menyodorkan uangnya ke Sakya, dengan sopan. Andai dirinya mau, sudah dari tadi Anindya menabok uang itu dijidat Sakya seperti vampir.

"dua puluh lima ribu doang perminggu, kenapa lo ngasih duit seratus ribu. Kembalian susah," gerutu Sakya seperti ibu-ibu yang melihat rumahnya berantakan.

"Untuk sebulan." Anindya lalu meninggalkan Sakya, sebelum emosinya naik dan memaki Sakya didepan semua orang-orang.

"Cowok kok nyinyir." Anindya mendumel dalam hatinya.

"Sak santai dikit kalau nagih," ucap Chasel memperingati. Walau tidak langsung terkhusus untuk membela Anindya. Tetapi Anindya sadar dengan tatapan Chasel yang menatapnya.

"Iya bos!"

Setelah acara bayar iuran dan mengisi daftar hadir. Anak-anak musik membagi dirinya, memainkan alat musik. Ada yang membentuk lingkaran, ada yang duduk berhadapan untuk saling duet dan latihan vokal masing-masing.

ANINDYA | EFEMERAL SERIES [ END ]Where stories live. Discover now